Matahari mulai meredup di ujung barat, upacara pemakaman sudah selesai dan orang-orang sudah lama pergi menyisakan dua gadis yang masih terdiam di depan sebuah makam seorang aristokrat.
Kedua gadis itu adalah keturunan dari penghuni makam yang sedang mereka kunjungi. Tempat itu cukup sunyi, hanya terdengar satu suara yaitu isakan tangis pelan dari seorang anak gadis yang duduk sambil mendekap lututnya tertunduk tepat di samping makam ayahnya. Disamping-Nya berdiri seorang gadis yang lebih tua, penampilannya sangat kontras dibanding adiknya yang memiliki rambut hitam pekat dan dikuncir dua kakaknya memiliki rambut putih bersih tergerai lurus sampai ke perut. Ia hanya diam mematung lain tangannya mengepal dengan keras, di dalam hatinya bercampur perasaan marah, sedih dan juga rasa penasaran atas penyebab kematian orang tuanya.
Matahari sudah tenggelam sepenuhnya, suara isakan tangis yang semakin serak sekarang ditemani oleh suara serangga-serangga malam. Tak lama gadis dengan rambut putih itu berbalik berjalan meninggalkan makam ayahnya "Zel, mari pulang. kita harus mempersiapkan keberangkatanmu besok."
Gadis kecil dengan yang sejak tadi terduduk pun berdiri mengikuti kakaknya sambil menghapus air mata di wajahnya.
***
Isabelle Crowley, Putri tertua dari keluarga Duke Crowley yang baru saja dimakamkan. kematian ayahnya otomatis membuat Isabelle mewarisi kekuasaan wilayah Duke Crowley yang terbilang cukup luas. Sebenarnya ia sudah menduga sejak ibunya meninggal dunia setelah melahirkan putri keduanya hal ini pasti akan datang. Keluarga Crowley tidak memiliki keturunan laki-laki, mau tidak mau Isabelle-lah yang harus memikul tanggung jawab yang ditinggalkan ayahnya.
Isabelle melemparkan dirinya ke kasur sambil menghela napas. Rambutnya yang putih seperti milik ibunya tergerai berantakan. Pikirannya lelah dipenuhi kejadian yang baru ia alami ditambah potensi masalah lain yang harus ia hadapi karena tanggung jawabnya sekarang. Hari semakin gelap, tetapi matanya masih memandangi langit-langit ruangan dengan tatapan kosong. Sebenarnya ia ingin beristirahat namun otaknya memutuskan untuk terus bekerja memikirkan masalah yang bahkan belum terjadi atau mungkin tidak akan dia alami sama sekali.
Pagi menyingsing, cahaya matahari yang hangat menembus jendela kamar menyinari wajah Isabelle. Sejak malam matanya masih terjaga, posisinya sama sekali tidak berubah sedari awal ia membaringkan diri di kasurnya. Sadar bahwa hari baru sudah dimulai, ia bangun lalu merapikan rambutnya. Ia lantas mengambil satu set gaun hitam dengan aksen merah dalam lemari yang ada di sudut ruangan. Berbeda dengan bangsawan pada umumnya Keluarga Crowley tidak mempekerjakan pelayan untuk keperluan pribadi seperti mengganti pakaian, mandi dan sejenisnya. Tidak boleh ada seorang pun yang mendekati ruangan kamar tanpa izin karena alasan tertentu. Meski begitu, untuk urusan umum lain seperti juru masak dan petugas kebersihan mansion, keluarga ini tetap mempekerjakan orang lain seperti bangsawan pada umumnya.
Selesai merapikan diri, Isabelle menuju ruangan kamar adiknya yang berada di ujung lorong. tanpa mengetuk pintu ia langsung masuk ke ruangan. meski tidak sopan, Isabelle yakin adiknya pasti masih terlena dengan mimpinya. Tebakannya tidak meleset, di atas kasur yang berantakan terbaring seorang anak perempuan yang sedang terlelap menikmati mimpinya.
"Hei, Bangun" Isabelle memanggil adiknya dari samping tempat tidur namun tidak ada respon.
Isabelle mencoba mencubit sambil menarik-narik pipi adiknya namun ia tidak membuka matanya sama sekali. Sedikit kesal dengan hal ini Isabelle menghela napas, ia pun membuka jendela kamar lebar-lebar membiarkan cahaya matahari pagi merasuk ke dalam ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crown's Melody
FantasíaBerita kematian ayahnya sampai ke telinga Isabelle, ia langsung terdiam tenggelam dalam pikirannya. Meskipun kesedihan dan amarahnya memuncak ia tidak bisa mengalihkan pikirannya dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kepalanya. "Ayah tidak mungk...