Usiaku 5 tahun, tapi aku sudah mengerti bahwa aku harus mengalah pada adikku. Aku sudah mengerti bahwa tidak semua yang aku inginkan, bisa aku miliki. Aku juga sudah mengerti, bahwa sebentar lagi aku akan memiliki papa tiri.
Namaku adalah Yolan. Aku lahir di keluarga yang sederhana. Orang tuaku telah bercerai, itu sebabnya aku berpisah dengan papa. Mereka berpisah saat aku berumur 2 tahun. Adikku yang berusia 4 tahun, ikut dengan papa. Sedangkan aku, tinggal bersama mama.
Hari ini, mama mengadakan pernikahannya yang kedua. Aku yang kala itu tidak mengerti, hanya tersenyum melihat begitu banyaknya orang. Pernikahannya diadakan dengan sederhana.
Aku bertemu banyak orang yang tidak aku kenal. Menjawab sapaan yang mereka lontarkan meski aku tidak mengenal mereka. Yang aku tau, mereka adalah saudara jauh.
Tidak lebih.
***
Aku mempunyai adik laki-laki. Namanya Tian. Usia kami hanya berjarak beberapa bulan. Tian berada di dalam perut mama kala aku berumur 10 bulan, itu yang mama katakan. Kini usiaku sudah 9 tahun.
Tian kembali ke Bogor karena satu dan lain hal. Sedangkan aku masih bersama mama di Bandung. Cukup sulit untuk dijelaskan bagaimana kronologinya. Akan tetapi, yang jelas kami tidak tinggal bersama lagi.
Aku baru saja selesai shalat dzuhur di masjid. Jarak masjid dengan rumahku sangat dekat, hanya terhalang oleh taman kanak-kanak yang tidak terlalu besar. Jadi, tidak membutuhkan waktu lama untukku sampai ke rumah.
Aku terkejut kala melihat barang-barang milik papa tiriku tergeletak diluar. Apalagi mendengar teriakan mama, "PERGI AJA SANA! KERJAANMU TERUS AJA MANCING! BUKANNYA CARI KERJA!"
Badanku gemetar ketakutan, aku langsung membalikkan tubuh dan kembali berjalan ke masjid. "Mereka bertengkar lagi," batinku. Aku menghela nafas, dan memilih membaringkan tubuhku di masjid. Aku merenung sebelum akhirnya terlelap tidur.
***
Aku mengucek mata beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam indra penglihatanku. Aku bangun terduduk dan melihat temanku yang membangunkan ku.
"Kenapa tidur disini?" Tanya Sindy. Umurnya hanya berbeda tiga tahun denganku, kami sering bermain bersama itu sebabnya tidak ada rasa canggung.
"Hoammm..." Aku menguap karena masih mengantuk.
"Aku ketiduran," Jawabku.
Sindy menghela nafas, "aku pikir tadi bukan kamu." Aku tidak menjawab, hanya tersenyum lebar sambil berdiri.
"Ayo pulang, udah mau ashar."
Aku mengangguk.
***
Kejadian itu sudah terjadi cukup lama, tapi membekas dengan lekat di kepalaku. Meski akhirnya mama tetap bersama dengan papa tiriku hingga kini. Usiaku sudah menginjak 14 tahun. Aku juga memiliki adik baru, bernama Rezan. Aku sudah menduduki bangku sekolah menengah pertama. Karena ada wabah penyakit yang menyebabkan pandemi, seluruh dunia melakukan pekerjaannya di rumah.
Tidak hanya yang bekerja, tetapi yang sekolah pun harus belajar di rumah. Mereka menyebutnya belajar daring atau online. Sebenarnya, aku tidak suka harus belajar di rumah. Karena aku tidak bisa mengerti dan konsentrasi. Belum lagi, harus terhalang beberapa hal. Karena itu, aku tidak pernah melakukan tugas yang diberikan oleh guru.
Selama masa pandemi, aku hanya berada di rumah. Berkutat dengan ponsel adalah kegiatan sehari-hari. Saat itu, aku kecanduan ponsel karena merasa mendapat hiburan dari sana. Tetapi, mama marah. Oleh karena itu, Mama merampas ponselku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Pendek
RandomDidalam cerita ini, ada berbagai cerita pendek. Satu part, satu judul. [#1 - sebuahkarya (18 Juni 2020)]