Bab Baru

355 55 7
                                    

"Jimin, tunggu!"

"Apa lagi, Mark?" Sungut Jimin. "Aku akan menemui Jaemin, tapi tidak sekarang. Aku belum siap"

"Aku-" Mark diam sejenak.

"Aku serasa tertuduh bahwa aku yang mencelakakan Jaemin. Tapi kenapa aku mencurigai orang lain"

*

*

*

"Ma- maksudmu apa? Ada bukti siapa yang menyelakai Jaemin?" Tanya Jimin.

Mark hanya diam tak menjawab. Namun gurat matanya nampak tajam dan memicing pada lawan bicaranya. Mark maju dua langkah ke depan Jimin. Wajah datarnya terpasang dan terkesan garang membuat Jimin merasa terintimidasi. Mark adalah anak lelaki yang dominan.

"Pagi Mark, Jimin!" Suara Jeno terdengar mendekat mengalihkan atensi Mark dan Jimin.

Kedatangan Jeno dan Haechan berhasil meruntuhkan suasana tegang antara Mark dan Jimin. Seketika Jimin tersenyum canggung membalas sapaan Jeno dan juga Haechan yang melambaikan tangan padanya.

"Kenapa tegang begitu? Bertengkar ya?" Celetuk Haechan.

"Tidak" jawab Mark sambil tertawa kecil. "Ayo ke kelas"

Jeno dan Haechan mengangguk. Jimin hanya mengekor di belakang tiga lelaki ini. Sebenarnya pun Jeno ingin berjalan di samping Jimin, namun lagi-lagi ia gugup dan malu.

Di sisi lain Jimin masih memikirkan ucapan Mark. Apa maksudnya Mark tertuduh dan juga Mark yang mencurigai orang lain. Semua berputar di kepala Jimin.

***

Jaehyun terdiam menatap adik kesayangannya yang tengah terlelap. Tak ada tanda-tanda Jaemin akan membuka matanya. Lebam di sekitaran leher yang tertutup neck collar sudah mulai memudar. Kepala Jaemin masih terlilit perban, begitu pula dengan luka tusuk yang dalam di perutnya tentu masih basah dan menyakitkan.

Jaehyun tak bisa bayangkan bagaimana semua terjadi pada Jaemin. Bagaimana adiknya itu berusaha menyelamatkan diri dari seseorang yang menyerangnya di dalam mobil. Terbukti adanya luka gores di telapak tangan Jaemin. Polisi menduga Jaemin menahan pelaku yang hendak menusuknya.

Bekas memar yang hampir terlihat sempurna menyerupai gambar tangan juga nampak ketika Jaemin di bawa ke rumah sakit dalam keadaan kritis. Tulang lehernya cedera karena cekikan yang cukup kuat.

Jaehyun tertunduk dalam, duduk di samping ranjang Jaemin dan menggenggam erat tangan Jaemin. Jika Jaehyun bisa, ia ingin menukar segala keberuntungan dan kesempatan yang ia miliki di kemudian hari dengan kesadaran Jaemin. Jaehyun tak masalah harus kehilangan materi yang ia punya asalkan adiknya kembali.

"Oppa?"

Jaehyun mengangkat kepalanya. Mengusap matanya yang berair lalu memaksakan senyum terpatri hingga lesung pipinya terlihat.

"Yeri? Kau sendirian?" Tanya Jaehyun.

"Iya" jawab Yeri singkat. "Mengantarkan makanan untukmu. Maaf aku tak bisa menjaga Jaemin bersamamu. Aku ingin menemani ibu"

"Tak apa. Kau dan ibu lebih baik istirahat di rumah"

Yeri mengangguk. Ia meletakkan tas yang berisi makan siang di meja. Ia lantas beralih duduk di pinggiran ranjang menatap adik tirinya yang masih terlelap.

"Oppa, maaf" lirih Yeri.

"Kita sudah sepakat untuk tidak membahas ini lagi, kan? Bukan salahmu Yeri" kata Jaehyun mengusap tangan Yeri.

"Andai saja aku tak tinggalkan Jaemin sendirian di mobil," Yeri terdiam sesaat. "Dia akan tetap bersama kita kan, oppa?"

Jaehyun kembali menunduk. Seperti tak sanggup menatap wajah kedua adiknya. Satu adik kandungnya yang terbaring koma dan satu adik tirinya yang selalu larut dalam penyesalan.

Be As One ⚠️ON HOLD⚠️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang