Tentang Perasaan

328 44 9
                                    

Jeno fokus sekali dengan kegiatannya saat ini. Menyiapkan bekal yang akan dia berikan pada Jimin. Jeno sadar sejak tadi dua pasang mata terus memperhatikannya. Satu pasang mata manusia dan satu pasang mata makhluk halus.

Haechan dan Daeman terus memperhatikan setiap pergerakan Jeno. Bahkan membuat Haechan terperangah karena suasana hati Jeno nampaknya begitu baik.

"Setelah kau lakukan ini semua, tapi tak ada apapun antara kau dan Jimin" sindir Haechan.

"Ayolah, Jeno. Kau tidak takut apa kalau sampai Jimin dimiliki orang lain karena kau tidak cepat-cepat mengatakan perasaanmu"

Haechan berdecak sambil melipat tangannya di depan dada. Menurut Haechan, Jeno dan Jimin adalah pasangan yang sempurna. Tentu saja dia mendukung penuh sang sahabat mendapatkan si gadis pujaan hati.

"Temanmu benar, kau harusnya katakan perasaanmu padanya segera"

"Astaga..." desah Jeno. "Pagi-pagi aku sudah mendapatkan dua ceramah sekaligus"

"Hah? Dua?" Ucap Haechan. "Jeno jangan mulai!"

Paham maksud dari perkataan Jeno membuat Haechan ketakutan. Sebaliknya, Jeno justru tertawa pelan melihat reaksi Haechan tiap kali ia memberika kode bahwa ada orang lain selain mereka berdua.

"Kau selalu membuat dia takut Tuan Lee"

"Sekalipun dia bisa melihatmu, ku rasa dia tak akan takut" balas Jeno pada Daeman.

"Jeno kau bicara dengan siapa?!" Tanya Haechan dengan suara cemprengnya.

Jeno semakin tertawa lebar hingga kedua matanya hilang. Melengkung seperti bulan sabit. Daeman menepuk keningnya melihat interaksi dua manusia ini. Ternyata di balik kakunya seorang Lee Jeno, dia cukup menyenangkan.

"Seberapa yakin kau Yoo Jimin akan menerimaku?" Pertanyaan itu terlontar dari bibir Jeno.

"Huh? Kau serius?" Haechan mengurungkan niatnya untuk minum. "Jeno?"

"Ck, entahlah"

Jeno selesai dengan kesibukannya menyiapkan bekal untuk Jimin. Ia lalu memasukkan dalam tas. Sedangkan Haechan masih tak berkutik dengan matanya yang berkedip beberapa kali.

"Ayo" kata Jeno membuyarkan lamunan Haechan. "Tidak sekolah? Ku tinggal di apart dengan Daeman?"

"Daeman?" Ulang Haechan.

"Hantu yang bicara denganku namanya Daeman"

"Jeno!"

"Tuan Lee!"

***

Jimin terperangah melihat apa yang Jeno bawa. Senyuman pun tak luntur dari bibir Jeno. Jimin jadi ikut tersenyum dibuatnya.

"Ini apa?" Tanya Jimin meski ia sudah tau jawabannya.

Mereka sedang duduk di tribun lapangan outdoor. Lebih tepatnya Jeno yang menghampiri Jimin. Gadis itu senang sekali menyendiri membaca buku di tribun atau taman.

Jeno langsung memberikan apa yang dia bawa pada Jimin. Gadis itu yang awalnya terkejut kini terlihat senang. Tak sungkan mengambil satu potong roti isi yang Jeno buat. Sekaligus ingin menghargai usaha Jeno yang membawakan dia sarapan.

"Terima kasih" ucap Jimin.

"Iya" jawab Jeno singkat sembari memakan roti isinya.

"Jeno, maaf ya? Untuk malam itu. Masih berpikir kau tersinggung dengan ucapanku"

Jimin masih memikirkan dan khawatir Jeno akan tersinggung. Siapa yang tau perasaan orang. Bisa jadi meski Jeno membawakan sarapan untuknya hari ini tapi Jeno menyimpan rasa sakit karena ucapan Jimin.

Be As One ⚠️ON HOLD⚠️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang