Hari Yang Berat

482 50 7
                                    

"Astaga! Aku satu kelompok dengan Mark, dia terus marah-marah" gerutu Haechan di tengah makan siang.

Renjun yang melihat itu tertawa kecil. Wajah jengkel Haechan sangatlah lucu. Namun ia juga kasihan. Renjun menyumpit telur gulung di nampannya.

"Kau sudah kerja keras, Haechan. Ini aku berikan telur gulungku untukmu" kata Renjun sedikit mengejek.

Tak urung Haechan menerima telur gulung itu dan langsung melahapnya dengan kekesalan. Bagaimana tidak, dia jadi sasaran empuk Mark yang terus saja marah-marah. Bukan hanya Haechan, teman sekelompoknya yang lain juga. Tapi Haechan yang terparah.

Jeno diam saja menyimak pembicaraan Haechan dan Renjun. Ragu untuk mengatakan alasan di balik mood seorang Mark Lee yang nampaknya sangat berantakan.

Renjun mendongak dengan sendok yang masih dalam mulutnya. Ia melirikkan matanya pada seseorang yang berjalan mengantre makan siang. Haechan mengikuti arah pandang Renjun. Ia mendengus kesal begitu menyadari maksud Renjun adalah Mark.

Renjun kembali tertawa pelan. Sepertinya Haechan benar-benar muak dengan Mark. Pandangan Renjun beralih pada Jeno yang membeku menatap Mark. Jeno bahkan tak berkedip.

"Jeno?" Panggil Renjun. "Kenapa melihat Mark begitu? Kau juga masih marah padanya?"

"Kalau ku bilang ada yang mengikuti Mark, kalian percaya?"

Bukannya menjawab pertanyaan Renjun, Jeno malah melempar pertanyaan pada kedua sahabatnya. Haechan spontan menoleh ke belakang melihat Mark yang berjalan lunglai. Postur tubuh tegak itu hari ini nampak tak sekuat biasanya. Sedikit membungkuk dan tangan kiri Mark terus memegang pundak kanannya.

"Maksudmu apa, Jeno?" Tanya Haechan.

"Ada yang menempel pada Mark?" Tambah Renjun.

Jeno menghembuskan nafas pelan. Ia mengangguk. Fokus Renjun dan Haechan kembali pada Mark yang masih mengantre di belakangnya.

"Sejak kemarin malam. Aku bertemu dia pulang sekolah. Sudah ada yang mengikutinya. Seorang perempuan, gadis sekolah. Tapi perutnya buncit dan kakinya berdarah"

"Jeno!" Haechan terpekik pelan, mendengar bagian akhir yang menakutkan.

"Gadis itu terus memegang pundak kanan Mark. Kalian lihat saja Mark sepertinya tak nyaman di pundak sebelah kanan" Jeno melanjukan penjelasannya.

"Kau tak mau memberi tau Mark saja?" Renjun menatap Jeno.

"Hanya memberi tau dan dia tak percaya padaku, itu sama sekali tak berguna. Dia harus dibersihkan. Gadis itu auranya gelap sekali. Makanya Mark dalam mood yang buruk"

"Bagaimana kalau kita bawa Mark ke kuil saja? Sekalian dengan Jeno. Biar kalian berdua dibersihkan" usul Haechan membuat Renjun memetik jari.

"Ide bagus!"

***

Mark tak bisa duduk tenang di bangkunya. Sejak tadi punggung, terutama bahu kanannya terasa berat. Dan entah mengapa ia merasa hawa di sekitarnya panas. Semua yang tak membuatnya nyaman dan justru lebih menghancurkan suasana hatinya.

Mark sendiri tak paham. Tapi ia merasa bersalah memarahi beberapa temannya padahal masalah sepele. Mark tak bisa mengontrol diri agar tidak marah.

Seperti saat ini. Beberapa temannya bermain lempar tangkap bola di dalam kelas sambil bercanda. Padahal akan ada ulangan harian setelah bel masuk. Mark yang berusaha fokus belajar menjadi terusik dengan suara gaduh teman-temannya. Tak ingin marah, Mark memilih pergi dari kelas.

Brak!

Pintu kelas ditutup kencang oleh Mark yang baru saja keluar. Beberapa mata sontak mengarah pada Mark. Namun setelahnya mereka acuh. Namun tidak dengan sepasang mata gadis ini. Ia menatap sendu teman bulenya itu.

Be As One ⚠️ON HOLD⚠️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang