"Sebenarnya... Prince sakit apa Dok? Kenapa harus menemui dokter setiap satu bulan sekali?"
"Gangguan kepribadian karena trauma masa kecil. Mood nya bisa berubah-ubah secara signifikan dan tidak bisa ditebak. Jadi, jangan kaget semisal kamu nanti mendapati kepribadian Prince tiba-tiba berbeda."
"Bahaya nggak Dok?"
"Bahaya. Gangguan ini disebut Borderline Personility Disorder atau biasa disebut BPD. Jika pribadi lain itu muncul, Prince akan cenderung melukai diri sendiri atau pada taraf terparah akan melakukan percobaan bunuh diri. Dia juga akan mengalami amnesia jarak pendek, jadi tidak akan mengenal orang-orang di sekitarnya termasuk kamu."
"Bisa disembuhkan 'kan Dok?"
"Tidak bisa. Konsumsi obat-obatan dan kontrol psikiater itu hanya untuk membantu menghindari kemunculan pribadi lain itu saja. Yang dibutuhkan Prince saat ini hanyalah dukungan orang-orang di sekitarnya. Saya sarankan agar untuk mengontrol obat-obatan Prince agar Prince meminumnya tepat waktu. Jika kondisi suasana hatinya sedang tidak baik, bisa memicu pribadi lain itu muncul dan membahayakan jiwanya."
Ezra yang tengah menyetir mobil menuju jalan pulang seusai mengantarkan Prince kontrol dari rumah sakit terngiang-ngiang dengan penjelasan dokter yang memeriksa Prince tadi. Prince yang menyadari sikap Ezra yang mendadak berubah menegurnya sembari mengemut permen kaki.
"Gue perhatiin dari semenjak lo gue tinggal ke toilet tadi saat bertemu dokter Ridwan, sikap lo langsung beda ke gue," komentar Prince santai.
"Beda gimana maksudnya?" Ezra menjawab dingin tanpa menoleh, kedua tangannya masih sibuk memegang kemudi.
"Ya beda aja. Lo jadi banyak melamun. Lo masih kepikiran adek lo si Arsen itu atau lo kaget karena punya adik tiri menderita gangguan jiwa kaya gue?" tebak Prince tersenyum kecut.
Ezra hanya bisa menghela nafas sabar tanpa mau menyahut.
"Kenapa sih lo sayang banget sama Arsen?" Prince berbasa-basi. Mereka sudah hampir setengah jam hanya duduk diam saja seperti patung. Prince benci suasana sunyi seperti ini.
"Sayang gimana maksudnya?"
"Lo kaya nggak suka gitu kalau ada orang yang nyakitin Arsen."
Ezra tersenyum. Senyum yang menurut Prince terlihat terlalu dipaksakan.
"Lo nggak punya saudara kandung, mana mungkin lo bakal ngerti! Semua itu terjadi dengan sendirinya karena naluri sebagai saudara. Seharusnya tanpa bertanya pun lo bisa tahu," jawab Ezra tanpa ekspresi.
Prince cukup kesal dengan jawaban Ezra yang menurutnya menyebalkan ini. Bukan jawaban seperti ini yang Prince mau. Kalau hanya itu jawabannya, pun Prince sebagai saudara tiri Ezra juga tidak suka kalau ada orang menyakiti Ezra. Prince hanya ingin tahu apakah Ezra memiliki rasa bersalah terhadap Arsen di masa lalu seperti dirinya yang pernah merasa bersalah terhadap Ezra, atau karena Arsen di mata Ezra terlihat istimewa. Prince hanya ingin tahu saja.
"Seandainya Arsen kenapa-kenapa, lo gimana?"
Ezra kali ini menoleh sebentar pada Prince, terasa ada yang sedikit mengganjal pada pertanyaan Prince yang ditanyakan padanya. Ezra menatap Prince serius.
"Apa ada seseorang sedang ingin menyakiti Arsen?" tanyanya.
"Kan cuma perumpamaan," ujar Prince mencari alasan. Prince hanya ingin tahu seberapa besar kekhawatiran Ezra terhadap Arsen jika Arsen terluka. Jika Ezra mengatakan ia tidak akan baik-baik saja, maka dia akan datang pada racing nanti malam untuk melindungi Arsen. Semua dilakukan Prince demi Ezra untuk menebus kesalahannya di masa kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAVAGE PRINCE
General FictionPrince yang tampan dan seorang badboy memiliki kepribadian ganda. Sebagian kepribadiannya masih terjebak dalam tragedi kematian King tiga belas tahun lalu hingga membuatnya tak sadar selalu melakukan self injury dan terparahnya adalah melakukan perc...