• ABIMANA ARYADAVA and ALANNA AKSARASINA : Dua Lara

66 6 39
                                    

2023, April.


Begitu masuk ke dalam kamar, tanpa mengetuk, Abimana Aryadava terkesiap, menyaksikan bahwa sosok yang sebelumnya masih terlalu lemah itu kini justru tengah berdiri, menghadap jendela besar, dari dalam kamar yang kini dihuninya tersebut. Bukan bermaksud tak sopan, niat Abimana masuk adalah dengan bagaimana dirinya membawa beberapa tangkai bunga mawar, yang dipetik sendiri dari pekarangan rumahnya. Seharusnya juga penghuni kamar tengah tertidur malam itu.

Abimana mendesahkan napasnya pelan, berhenti di langkahnya.

Dengan itu, wanita anggun yang terlihat lemah tersebut menoleh padanya, untuk tersenyum. Menyambutnya, tahu bahwa keberadaannya di sini kurang lebih muncul atas bantuannya.

"Lukamu."

Alanna Aksarasina menggelengkan kepalanya, dalam senyuman. Sentuhan darinya pada perut bagian kanannya. Jujur saja masih terasa nyeri. Berdenyut, berpikir bahwa kejadian pun baru terjadi sekitar 2 hari yang lalu, jika dirinya tak salah.

Entah, tak ada waktu untuknya lihat.

Segera Abimana bergerak menuju meja nakas, untuk mengganti bunga mawar putih di sana, yang sebenarnya belum benar-benar layu. Dengan itu, kini bunga mawar putih yang lebih segar menghiasi. Abimana hanya berharap, Alanna yang diketahuinya menyukai tanaman itu bisa sedikit lebih tenang karenanya.

"Kembali berbaring, nanti saya buatkan teh hangat agar bisa kembali beristirahat."

Alanna bertahan dari tatapan, sebelum mengikuti. Setidaknya Alanna harus meringankan, untuk tak menciptakan kekhawatiran. Jahitan lukanya pun masih basah. Walau begitu, ketika sampai di tepi kasur, Alanna hanya mendudukkan dirinya, sedikit bersandar pada kepala kasur. "Maaf merepotkan."

"Tidak sama sekali." Abimana hendak beranjak.

Namun Alanna memanggilnya kembali. "Boleh temani saya bicara sebentar, jika tidak keberatan?"

"Ah, tentu." Abimana mengangguk, menggunakan kursi untuk menariknya dekat pada kasur, dan menaruh bunga-bunga mawar itu di atas pahanya. Abimana tersenyum, siap untuk percakapan apapun.

Sedikit malu karena masih merasa merepotkan, Alanna bertanya pelan. "Kapan... kamu kembali ke Batavia?"

"Mungkin tiga hari lagi." jawab Abimana. "Saya ingin menunggu kamu membaik."

Senyuman Alanna menjadi sedikit sedih.

Lantaran memang, Abimana sendiri tak berniat menutupinya. "Saya hanya khawatir, Alanna. Melihat kamu seperti ini, kondisinya terlalu mirip dengan mendiang istri saya. Beruntung saja, anakmu menguasai bidang forensik. Lukamu tidak fatal."

Refleks Alanna menyentuh perutnya kembali. "Maaf tidak datang saat pemakamannya. Sekalipun kita sudah pernah bertemu, sekitar 3 kali sebelumnya."

"Empat, sebenarnya." Abimana tersenyum, lalu menggelengkan kepala. "Tidak masalah--bukan masalah. Kita tahu sendiri, suamimu melarang, tahu bahwa saya sangat dekat dengan mereka di angkatan 2."

"Tetap saya merasa bersalah."

"Itu sudah 2 tahun yang lalu." Abimana menjawab. "Anak-anak saya juga sudah bisa menerima keadaan. Walau, ya, yang satu, membuat ulah sekali di lingkaran dalam."

Sedikit terkekeh, secara hati-hati, Alanna kemudian tersenyum lagi. "Bagaimana kabarnya?"

"Hanbin?" tanya Abimana memastikan.

Alanna mengangguk, sebelum melanjutkan. "Hanbin dan Hanni. Oh, ya, Hanni nanti mau masuk SMA mana?"

"ELS."

ARCHIVE - SEASON 3 (OCTAGON UNIVERSE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang