"Hesa gak papa Vin, kayaknya nih anak kecapekan doang." Larisa si anak PMR yang sedang berjaga berujar sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.
Pasalnya ketika dirinya mengecek keadaan Hesa tidak memunculkan tanda-tanda anak ini diserang demam ataupun memang sedang tidak fit. Karena nyatanya suhu tubuh Hesa kembali normal saja. Namun anak itu terlihat damai memejamkan mata.
"Ini mah tidur." Gumam Larisa gemas.
"Yaudah, makasih." Ucap Marvin singkat.
Larisa terheran mengangkat kedua alisnya bingung, "Ngapain masih di sini? Bukannya lo lagi jaga anak-anak bandel itu ya. Atau jangan-jangan karna adik sepupu lo ini jadi gak mau balik ke sana? Wahh, daebak! Marvin Elenaf akhirnya bisa lepas tanggungjawab!"
Larisa memang anak yang crewet juga pandai mengomentari orang-orang. Wajahnya berseri-seri menyaksikan Marvin yang keliatannya ingin bolos dari tanggungjawab sebagai ketua komdis.
"Pak Ken yang jaga."
Wajah Larisa seketika memberengut, "Kapan sih lo kayak anak-anak yang lain? Bolos, remidial, dihukum, diomelin guru, gak ngerjain peer-"
"Gak akan." Sambar Marvin datar.
Larisa berdecak, "Terserah deh, pak komdis yang maha benar. Betewe gue cabut, entar kalau ada yang sakit apa gimana, bantuin kasih obat aja. Gue balik kelas dulu."
Marvin tidak menanggapi bahkan ketika Larisa memekik dongkol sekalipun. Dia fokus pada buku kesehatan yang baru saja diambil dari rak ruang uks.
Sedangkan, seseorang yang tengah berbaring tenang di ranjang uks itu kini perlahan membuka kedua matanya. Hesa memicing ragu-ragu takut ketahuan. Iya, Hesa melakukan ini dengan sadar alias dia hanya pura-pura pingsan.
Dia mendengar jelas komunikasi abangnya itu dengan teman seangkatan. Sangat berisik. Dan ketika bisa merasakan sekitarnya mulai tenang Hesa memilih menyudahi pingsannya.
Bibir keringnya mengerucut. Harusnya rencana ini berhasil karena dia pikir ketiga temannya lah yang akan membopong tubuhnya dan berakhir mereka kabur dari masa hukuman.
Namun sayangnya, tetap Marvin yang akan andil paling cepat menyangkut dirinya. Hesa memangnya berharap apa jika sekitarnya banyak mata-mata abangnya.
"Udah bangun?"
"An-Abang..." Hesa terkejut hampir kelepasan mengumpat.
"Pusing?"
Hesa menggigit bibir bawahnya gugup. Dia bingung akan menjawab apa. Dia paling malas berada di uks apalagi perpustakaan. Baginya tempat paling indah adalah gudang belakang sekolah dan rooftop apalagi warung belakang sekolah yang sering digunakan anak-anak untuk tempat nongkrong.
"Em-iya."
"Mau pulang?" Marvin menyibak rambut Hesa yang lepek menutupi dahi. Tidak tahu saja jika wajah Hesa semakin pucat mendapat tawaran seperti itu.
Jika Hesa pulang, maka Marvin akan menceritakan kepada abang-abangnya. Secara tidak langsung Hesa akan mampus diomeli ketiga abangnya. Belum juga abang sepupunya yang lain dan teman-temannya yang suka rusuh.
TIDAK!
"Gak usah. Hesa mau tidur aja di sini."
"Oke."
Dan sampai beberapa detik berlalu menjadi menit. Hesa setia menatap Marvin yang masih diam sambil membaca buku. Di dalam hati Hesa menggeram ingin mengacak-acak dunia saking kesalnya.
Kenapa si Marvin masih di sini sih babi!?
Jadi bagaimana caranya Hesa menyusul keberadaan teman-temannya yang pasti tidak kalah sengsara darinya. Dan Hesa akan siapa-siapa mental sebelum Rendi, Javio dan Nata mengomelinya dengan berbagai umpatan seisi kebun binatang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Give A Story Brotherhood ✓
Fiksi RemajaSi bungsu yang bandel dan abang-abangnya yang galak! Tentu ini kisah Hesa yang harinya penuh pertengkaran hebat dengan sang abang. Mereka ingin Hesa tetap menjadi adik manis yang tidak membangkang namun Hesa yang ingin masa remajanya sama seperti an...