who?

134 18 1
                                    

Rasa adem dari AC dapat membuat sebagian besar mahasiswa yang hadir di perkuliahan siang ini menguap berkali-kali. Ditambah lagi materi tentang adopsi sistem pendidikan yang sedang dijelaskan oleh dosen Arina yang berusia kurang lebih sama dengan mamanya itu nggak menarik sama sekali.

Bukan salah Arina kan kalau dia ikut mengantuk?

Hingga tak sadar dia sudah jatuh tertidur di atas bangku kuliahnya sendiri. Saat menjelaskan sub bab materi selanjutnya, Bu Yeti menambahkan dengan beberapa pertanyaan.

"Menurut Anda, apakah sistem pendidikan di Indonesia saat ini sudah tepat atau harus diganti lagi?" Tanya Bu Yeti ke khalayak ramai.

Tapi tidak ada yang menjawab. Alih-alih memperhatikan, mereka malah sibuk main hp sendiri, dan beberapa ada yang tidur. Karena merasa diabaikan, Bu Yeti memilih mencari daftar hadir untuk menunjuk salah satu penghuni kelas.

"Shakira Arina Wangsaatmaja?"

Gena yang duduk di sebelah Arina dengan panik mengguncangkan bahu temannya agar sadar. Tapi Arina tidak bergerak sama sekali, bahkan seisi kelas sudah menatapnya sekarang.

"Arina ada tidak?" Tanya Bu Yeti.

Salah satu anak ambis di kelasnya kemudian menyahut, " Biar saya aja, Bu. Yang jawab."

"Ya silahkan, Pradipta."

Dengan lihai cowok yang disengsem sama cewek-cewek satu angkatan itu menjelaskan hal-hal yang ia ketahui tentang sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia. Ia turut menjelaskan sisi positif dan negatif tentang kurikulum yang berlaku.

Gena menghela napas lega, "Lo selamat, Rin. Untung aja ada Dipta."

Tapi sesaat kemudian Arina jatuh dari kursinya, "Anjing!"

Seisi kelas kembali menatapnya, mata perempuan itu merah. "Na, gue mimpi jatuh.."

Temannya itu cuma bisa ketawa, "Lo emang jatuh, bodoh!"

Untung saja Bu Yeti tidak memperhatikan itu, beliau sibuk bicara mengenai pendapat yang barusan dikemukakan oleh Dipta. Bener bener emang, Dipta itu mahasiswa kesayangan dosen.

"Makanya jangan tidur mulu," ujar Gena.

Arina bersungut-sungut, "Ya abis Bu Yeti ngejelasinnya kaya mendongeng. Mana tahan?"

Lalu beberapa saat kemudian jam perkuliahan berakhir, Arina menghela nafas lega. Sekarang dia mau pulang dan tidur siang!

"Na, Lo ada rapat?" Tanya Arina saat melihat Gena beberes.

Gena itu anak organisasi, walau dia ga pinter-pinter amat, dia suka bersosialisasi dan ceria. Makanya kenalannya di tingkat fakultas enggak sedikit.

"Iya, nanti jam 3 gue rapat sama anak anak BEM."

Arina tersenyum menggoda, "Semangat Ibu Kabid!"

Perempuan yang sudah siap dengan tasnya itu lantas mencebik, "Lo tuh makanya ikut organisasi juga dong, biar bisa nemenin gue di kampus!"

Tentu saja Arina dengan senyum khasnya menolak, "Ogah banget jadi babu fakultas!"

"Bangke emang!"

Setelahnya, Arina lari keluar kelas karena Gena siap menampolnya dengan Tote bag berisi setumpuk maps laporan pertanggungjawaban keuangan. Ngeri banget cuy!

-

Langkah Arina saling silang menapaki keramik koridor yang masih ramai. Banyak mahasiswa yang berlalu-lalang di sana. Maklum masih jam kuliah.

Ia biasanya akan mampir ke perpustakaan untuk sekedar baca buku atau ngadem, tapi karena buku pinjamannya masih ada beberapa di rumah, Arina memutuskan untuk tidak pergi ke perpustakaan hari ini.

Arina aslinya nggak rajin, kalau kalian kira. Dia cuma gabut aja ke perpus.

"Ayin, tunggu!" Sebuah suara membuatnya menoleh.

Mendapati seorang Dipta berjalan menuju ke arahnya dengan tas ranselnya yang menggantung di bahu kanannya. Kayaknya dia baru saja keluar dari jurusan deh.

"Abis ngapelin Bu Yeti, Dip?" Tanya Arina dengan nada gurau.

Dipta menjitak dahinya, "Sembarangan kalo ngomong."

Perempuan itu meringis sambil kembali berjalan beriringan dengan pemuda itu, "Sialan, gue bercanda doang!"

Si pelaku cuma cengar-cengir, Arina memutar matanya malas. Aslinya Dipta tuh tengil banget, ampun deh. Mereka udah temenan dari awal masuk kuliah karena dulu mereka satu gugus pas OSPEK universitas dan jurusan.

"Mau kemana abis ini? Langsung balik?" Tanya Dipta menatap perempuan itu.

Arina mengangguk, "Mau tidur aja deh di kost."

"Ikut dong!"

Mendengar perkataan Dipta, sontak Arina menabok bahu pemuda itu kencang. Kalo ngomong suka ngawur.

"Ya elah, main doang gue. Khawatir banget gue apa apain!" Dipta kembali tersenyum tengil, "apa emang mau gue apa apain?"

Kali ini sasaran Arina adalah telinga Dipta. Ia menariknya kencang sambil menyeret pemuda itu menuju ke arah parkiran. Bukannya kesakitan, Dipta malah tertawa riang karena berhasil membuat Arina kesal.

"Woy, Jun!" Sapa Dipta.

Yang disapa menoleh, "Oh, elo Dip! Gue kira siapa." Pemuda itu menatap ke arah Arina sekilas lalu kembali basa basi dengan Dipta, "selesai kelas?"

"Ho'oh, duluan ye! Semangat Abang jago!"

"Sa ae lu, Dip. Ati ati!"

Seusai itu, Arina melepas jewerannya dan bertanya, "Anak apa?"

"Anak manusia lah, pintar!" Dipta menoyor pelan kepala Arina, "Makanya jangan tidur mulu di kelas!"

Arina murka, "Maksud gue jurusan apa, Dipta anjing!"

Dipta ketawa lalu lari menuju ke parkiran depan tempat motornya berada, "Waaa! Kabor!"

༺ 𝙩𝙤 𝙗𝙚 𝙘𝙤𝙣𝙩𝙞𝙣𝙪𝙚 ༻

JunArinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang