Prologue

285 28 8
                                    


Seonggok almamater berbahan dasar kain mahal berwarna cokelat dibiarkan tergeletak begitu saja di atas kursi kayu yang usang. Seorang pemuda jangkung kemudian memposisikan tempat ternyamannya di kursi teras rumah sederhana tersebut.

Napas dihembuskan secara kasar, lelaki muda itu mendongak memandang langit hitam gelap dengan setitik cahaya bintang yang benderang di atas sana. Suara jangkrik sebagai melodi backsound di daerah tersebut.

Pemuda bersurai kecokelatan itu celingak-celinguk melihat sekitar yang entah mengapa terasa sepi sekali. "Pada kemana nih? Sepi amat." Monolognya pelan.

Ia lalu beralih meregangkan otot-ototnya tubuhnya yang semula terasa kaku, mereelekskan badan yang penat setelah beraktivitas seharian. "Aduh, capek banget anjir ni badan." Bunyi kretek terdengar saat dirinya memainkan tulang lehernya. "KKN di Pulau Rintis melelahkan juga ternyata, mana di sini cukup terpencil."

Keluhan sedikit demi sedikit keluar dari mulut pemuda tersebut. Sampailah, dirinya melemaskan tubuh bersandar di sandaran kursi rapuh. Kelopak mata yang semula terpejam seketika kembali terbuka menampakkan iris hijau terang yang memantulkan cahaya lampu remang-remang.

Pandangan mata mahasiswa itu mengarah lurus menuju depan rumah sederhana yang langsung berhadapan dengan perkebunan rimbun. Ia lantas memusatkan seluruh perhatiannya pada rindangnya semak belukar tersebut.

Sampai kemudian semilir angin berhembus kencang secara tiba-tiba, menggoyangkan semak yang lebat. Surai belah tengahnya berkibar tertipu angin malam yang dingin, begitu juga dedaunan kecokelatan yang telah gugur dari pohonnya. Lelaki tampan itu sedikit memeluk tubuhnya sendiri.

Hening beberapa saat, membuat suasana yang entah mengapa terasa aneh. Sampai kemudian, manik hijau tersebut menangkap sesuatu yang terbang diikuti sampah plastik dan daun kering disekitarnya.

Melekatkan pandangannya terhadap objek itu, ia sedikit memiringkan kepalanya bingung. "Apaan tuh?" Gumamnya heran, melihat sebuah benda berwarna jingga dengan motif dan bentuk seperti dinosaurus yang melayang bebas.

"Topi kah?" Dirinya lalu berdiri hendak meraih sesuatu yang menarik perhatiannya tersebut, rupanya sebuah topi usang berbentuk dinosaurus.

Belum sempat beranjak lebih jauh, topi jingga itu semakin melayang lebih jauh memasuki kebun rimbun yang dipenuhi semak belukar. Semakin jauh, sampai tak terlihat sama sekali.

Pemuda tinggi itu diam mematung, melamun memperhatikan tempat terakhir menghilangnya benda yang tanpa alasan sangat menarik perhatiannya. Entah kenapa, dia justru melongo memandang kebun, pikirannya mendadak kosong seketika.

"Sai?"

Tubuh itu terlonjak begitu saja, dengan gerakan tubuh refleks, yang ditepuk pundaknya langsung menoleh ke belakang. Menampilan seseorang perempuan dengan surai pirangnya yang masih basah.

"Ngapain lo?"

Lelaki muda yang disebut Sai menghela napas lelah, "Gue kira siapa." Cibirnya merotasikan sepasang manik hijau itu.

"Dari mana lo, Shiel? Berasa sepi amat ni Pulau." Ujar Sai langsung membalikkan tubuhnya menghadap sang wanita muda yang berada di belakangnya.

Mendudukan diri di bangku panjang yang kayunya telah digerogoti rayap, gadis bersurai pirang panjang tersebut menghela napas. "Dari sungai belakang, ikut Tok Aba nyari ikan." Balas sekenanya.

Suasana kembali hening kosong, saking heningnya sampai suara hembusan napas dari keduanya terdengar jelas. Langit kian menggelap, diiringi hembusan semilir angin.

Shielda, perempuan beriris hijau, sama macam Sai itu memanyunkan bibir tebalnya. "Eh tapi iya juga, sepi banget malam ini."

Beberapa saat kemudian, Shielda bangkit dari duduknya, dirinya sedikit mengibaskan surai pirang tersebut. "Btw, Kaizo mana?" Tanyanya sebab sedari sore hari ia tidak melihat batang hidung pemuda dingin itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Anak Mading [BoBoiBoy Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang