Mari Hidup Bersama

607 79 10
                                    

Entah sudah berapa jam Leviza menunggu Falcon, tetapi tak kunjung sadar. Gadis itu pun memilih mencari ranting pohon untuk membuat api. Namun, setelah kayu terkumpul, Leviza dibuat kesulitan karena tidak bisa menyalakan api. Ia memakai dua batu yang digesek hingga dipukul, tetapi tak berbuah hasil. Sebaliknya, tindakannya justru membuat tangannya terluka. Kulitnya mengelupas, membiarkan rembesan darah menyatu dengan debu.

Langit berubah jingga, perlahan membawa serta tenggelamnya matahari menggulung menuju malam. Leviza sedikit khawatir karena sebentar lagi akan malam. Sementara mereka berada di tengah hutan yang akan menjadi beresiko jika malam tanpa api unggun akan membuat mereka menggigil kedinginan dan paling buruk mereka bisa mati.

"Huft ... mengapa sulit sekali?" keluh Leviza nyaris merengek, matanya sudah berkaca-kaca.

Wajar, selama ini para pelayan yang menyalakan kayu di perapian. Saat termenung antara lelah dan frustasi, sosok pria terbangun dari tidurnya. Sosok itu adalah Falcon, sang raja iblis. Ia telah tertidur selama ratusan tahun, dan kini ia telah kembali. Sosok yang setiap disebut nama Leviza akan selalu beriringan dengan namanya.

Falcon membuka matanya, dan melihat sekeliling. Ia berada di dalam gua, di mana posisinya menghadap mulut gua menunjukkan kondisi hutan yang begitu lebat. Di sampingnya, duduk seorang gadis yang terduduk frustasi menatap kesal pada setumpuk ranting pohon.

Melihat wajah gadis itu dari samping, membuat Falcon merasa lega. Bagaimana pun juga, ribuan tahun tahun ia menanti, menumpahkan banyak darah dan memupuk bangkai manusia, akhirnya sosok itu berhasil bereinkarnasi.

"Apa yang sedang kau lakukan, Nona Kecil?"

Leviza terkejut melihat Falcon terbangun. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Sosok Falcon bangkit untuk melihat Leviza lebih dekat dan langsung menarik tangannya. Ia memeluk Leviza erat-erat.

"A-apa yang Anda lakukan?"

"Aku merindukanmu," ucap Falcon kemudian menggigit tangannya.

Leviza kaget dan memberontak. Ia mencoba melepaskan diri dari Falcon, tetapi tenaga Falcon jauh lebih besar darinya. Leviza hanya bisa pasrah saat Falcon menghisap darahnya.

Leviza menatap Falcon dengan ketakutan. Ia tidak tahu apa yang diinginkan Falcon. 

"A-anda memakan saya?"

Mata Falcon terangkat, tak menjawab dan hanya fokus menghisap darah Leviza dengan penuh semangat dan kerinduan. Darah Leviza adalah satu-satunya hal yang bisa menyempurnakan tubuhnya kembali.

Setelah beberapa saat, Falcon melepaskan Leviza. Ia menatap Leviza dengan mata yang sayu.

"Leviza," kata Falcon. "Aku telah kembali."

Leviza tidak menjawab. Ia hanya menatap Falcon dengan ekspresi sedih dan bingung karena tiba-tiba dimakan.

"Aku tahu kau terkejut," kata Falcon. "Tapi aku harus melakukannya. Darahmu adalah satu-satunya hal yang bisa menyempurnakan tubuhku."

Leviza masih tidak menjawab. Ia hanya menatap Falcon dengan ekspresi yang tidak bisa dibaca.

"Aku tidak ingin menyakitimu," kata Falcon. "Tapi aku harus melakukannya."

Leviza masih diam. Namun, bibirnya mengerut bersamaan dengan mata yang berkaca-kaca, menahan bendungan air yang bisa saja bocor sewaktu-waktu. Falcon menghela nafas. Ia tahu bahwa Leviza pasti marah padanya.

"Aku akan menjelaskan semuanya nanti," kata Falcon. "Tapi sekarang, aku perlu beristirahat."

Falcon membaringkan dirinya di lantai gua. Ia memejamkan matanya, dan tertidur kembali.

Leviza memegang lengannya, tetapi saat memandang bekas gigitan Falcon, ia terkejut karena tak menemukan bekas gigitan di sana. Matanya membelalak, menatap Falcon dengan terkejut. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya, tetapi api sangat diperlukan untuk saat ini disamping kebingungannya dengan apa yang terjadi.

Ia tahu bahwa Falcon adalah raja iblis, dan bahwa ia adalah makhluk yang berbahaya. Namun, ia juga tahu bahwa Falcon telah menyelamatkan hidupnya, dan bahwa ia adalah orang yang baik.

Leviza menghela nafas, duduk di samping Falcon, dan menatapnya dengan penuh harap.

"A-anu ... Yang Mulia Tuan Raja Iblis, bisakah kau membantuku menyalakan api ini?" cicit Leviza ragu seperti anak kucing.

Mendengar panggilan yang terasa aneh itu, Falcon membuka sebelah matanya mengintip ke arah Leviza. Apa tadi? Yang, Mulia, Tuan, Raja, Iblis? Haha ... gadis muda ini memiliki humor yang bagus hingga berhasil membuat Falcon terkekeh, cukup terhibur.

"Tentu, sesuai permintaan, Nona Kecil."

Tangan Falcon terulur, kurang dari satu detik cahaya merah melesat dan menciptakan api yang dengan mudahnya membakar kayu yang telah disiapkan Leviza. Gadis itu berdecak kagum. Belum habis kekagumannya, ia kembali terkejut saat tiba-tiba muncul sebuah asap hitam mengepul membentuk seperti gumpalan permen kapas di bawah tubuh Falcon hingga membuatnya tampak melayang di udara dalam posisi layaknya orang tiduran di kasur.

"Wah ... apa ini? Asap?"

Rasa penasaran Leviza mengundang untuk mendekat lalu menyentuh benda yang awalnya ia pikir akan tembus seperti asap, tetapi ternyata benar-benar seperti gumpalan kapas. Sangat lembut dan empuk, bahkan bisa melayang di udara.

"Menakjubkan!" cicit Leviza sembari menutup mulut sendiri.

"Kalau mau tidur, kemarilah! Tubuhmu bisa sakit jika tidur langsung di atas batu."

***

Halo ... maaf lama sekali tidak update. Semoga ini bisa mengobati kerinduan kalian. Aku belajar ngetik lagi ya di wattpad. Thanks ....

Antagonist Lady And The Villain DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang