812 89 12
                                    

Brakk!!!

Renjun menutup pintu kamar dengan kasar. Ia menarik Jisung dan juga Chenle bersamanya. Raut wajah khawatir masih terlihat jelas diwajah Renjun maupun Chenle, sedangkan Jisung ia hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah kedua sahabatnya itu.

“Kau benar-benar tak terluka kan Jisung? Tak ada yang menyerangmu disanakan?” Ujar Renjun sambil memutar tubuh Jisung, memperhatikan sahabatnya itu dengan seksama.

“Tid-" Belum sempat Jisung menjawab pertanyaan Renjun, pertanyaan lain terlontar dari bibir Chenle.

“Kenapa kalung itu bisa terlepas, Jisung? Kau tau kan apa akibatnya kalau kalung itu terlepas begitu saja? Jisung, jangan membuat kami berdua takut dan khawatir. Kam-"

“Renjun hyung, Chenle. Lihat, aku baik-baik saja kan? Tidak ada yang terjadi padaku, tidak ada yang datang menyerangku juga.” Ujar Jisung, berusaha membuat kedua sahabatnya itu tenang.

“Jie-“

“Renjun hyung ..”

Renjun hanya bisa menggelengkan kepalanya, lalu ketiganya memilih untuk berpelukan. “Kau tau, betapa takutnya aku dan Chenle tadi. Aku takut kalau hal buruk terjadi padamu. Kami mohon Jie, jaga baik-baik kalung itu. Mereka tidak akan bisa menerima, mereka pasti akan melakukan berbagai hal untuk meleny-"

“Renjun hyung sudahlah, aku baik-baik saja. Setiap hidup seseorang ada takdirnya masing-masing. Dan takdirku sudah seperti ini.” Jisung melepaskan pelukan ketiganya. “Ayolah, kalian berdua jangan terlalu khawatir. Kita sudah berjanji untuk tidak membahas ini lagi kan?”

“Tapi Jisung ..."

Jisung mengerucutkan bibirnya. “Aku janji tidak akan ceroboh lagi. Kalung ini akan ku jaga dengan baik. Ayolah, percayalah padaku.”

Renjun dan Chenle menghembuskan nafas gusar. “Baiklah. Kami hanya terlalu sayang padamu, Jie. Kami tidak ingin kau terluka.”

Jisung tersenyum lebar. “Aku mengerti, Terimakasih.”

Tok tok tok!!!

“Masuk!”

Pintu terbuka dan Taeyong berdiri disana. “Tuan Jaemin ingin menemuimu besok siang, Jisung.”

“A-apa?! Kenapa dia ingin menemuiku lagi?!"














Pukul 12 siang, Jaemin duduk resah sembari menunggu kedatangan Jisung. Ia berpikir keras, apa yang seharusnya ia ucapkan saat bertemu dengan Jisung nanti.

"Apa yang harus aku katakan? Haruskah aku mengatakan jika aku tidak bermaksud membohonginya?" Jaemin menghela nafas panjang.

“Tuan, boleh saya masuk?" Suara Jeno terdengar dari arah luar.

"Ya." Jaemin berucap singkat. Lalu Jeno memasuki ruangannya.

"Park Jisung sudah datang, Tuan.”

Jaemin tersenyum, tapi sekaligus gugup. Dia hanya khawatir jika sikap Jisung akan berubah setelah tahu siapa dirinya semalam.

Saat pintu kayu berukiran indah itu bergeser, terbuka, Jisung bisa melihat isi ruangan yang sangat megah. Kakinya yang berbalut kaos kaki itu melangkah memasuki ruangan dengan ragu, pelan dan hati-hati.

𝓕𝓪𝓽𝓮Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang