Hari Ketiga - Ujian Matematika dan Hacking

11 2 1
                                    

Aku bangun lebih awal hari ini. Bahkan Mun belum bangun dan matahari juga belum terbit. Aku pun beranjak duduk di kasur lalu membaca catatan serta e-book matematika di holophone. Tadi malam aku tidak mempelajarinya sampai habis. Kalau aku ingin mengalahkan Luna hari ini, aku harus bisa mengerjakan semua soal ujian matematika. Nilaiku harus sempurna.

Waktu berlalu. Tiba-tiba terdengar suara grasak-grusuk di kasur bawah. Aku menengok ke bawah dan mendapati Mun sudah bangun. Rambutnya acak-acakan seperti singa. Dia bengong dan melamun, sudah menjadi kebiasaannya setiap kali bangun tidur. 

Setelah beberapa saat, dia berdiri dan merapikan tempat tidurnya. Dia sedikit kaget melihatku bangun duluan dan duduk di kasur atas. Seandainya rambutku panjang mungkin dia akan mengira ada hantu yang duduk di kasurku.

"Gimana? Tidur lebih awal enak, kan?" tanya Mun.

"Enak, sih. Tapi bangunnya juga lebih awal. Dingin, tau."

Kemudian kami terdiam. Mata kami lalu tertuju pada kamar mandi, lalu saling bertatapan.

Aku langsung loncat ke bawah dan Mun langsung berlari ke kamar mandi. Siapa cepat, dia yang duluan mandi. Sayangnya, saat aku meloncat kakiku malah terantuk kursi. Jadilah Mun yang lebih sampai duluan di kamar mandi.

"Hahahaha! Syukurin!" Mun tergelak melihatku yang mengusap-usap kaki.

"Sialan kau! Harusnya tolong aku, dong!"

"Pertolongan pertama ke pada sahabat adalah tertawa." Mun tertawa lalu mengunci pintu kamar mandi dari dalam.

Aku menghela napas lalu duduk di kursi. Aku harus kembali membaca sisa materi yang belum kupahami. Aku harus memahami semuanya dan mengalahkan Luna.

***

Hari ketiga, ujian matematika dimulai. Ada 40 soal, 35 soal pilihan ganda dan 5 soal essay serta dikerjakan dalam waktu dua jam. Aku harus bisa menjawab semuanya. Aku tidak sudi disebut pengecut oleh Luna. Dia harus menarik kata-katanya tadi malam.

Omong-omong, Luna juga satu ruangan denganku. Dia duduk dua kursi di belakang Lion. Lihatlah, begitu cepat tangannya bergerak menjawab soal tanpa jeda berpikir sama sekali. Melihat itu membuatku jengkel.

Oke, Nova, kau harus menghadapi soal ujianmu. Jangan memikirkan Luna.

Kali ini para murid cukup cerdik untuk menyiasatinya. Mereka memang sudah lama selesai mengisi semua jawaban, tapi mereka tidak men-submit-nya agar pihak sekolah tidak curiga. Kalau mereka menyelesaikan soal matematika dalam waktu yang sangat singkat, tentu saja pihak sekolah akan curiga.

"Waktu tersisa lima menit lagi!"

Mendengar itu membuat tanganku semakin cepat menulis dan memaksa otakku untuk lebih cepat berhitung. Aku sudah sampai di soal essay. Jangan sampai aku tidak bisa menjawab semuanya.

Keringat membanjiri pelipisku, padahal ruangan dilengkapi dengan AC. Aku tidak peduli. Yang harus kupedulikan sekarang adalah soal trigonometri menyebalkan di depanku ini.

Tepat setelah aku memasukkan hasil akhir dari soal terakhir, kolom jawaban tertutup dan ter-submit otomatis tanda waktu telah habis. Aku langsung duduk bersandar di kursi dan menyeka keringat. Gila. Soalnya benar-benar gila. Ini menguras tenagaku.

Di ruangan ini yang tersisa hanyalah aku, Lion, dan seorang anak kelas sepuluh yang sama dengan kemarin. Sepertinya dia tidak ikut-ikutan mencontek kunci jawaban.

ExamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang