Part 16 - Menangis di Jalan Pulang

990 137 15
                                    

🐶 🐰
B I O A U D I




BUKKK!

Audi baru saja menjatuhkan pukulan pada salah satu algojo yang tak lain merupakan suruhan dari lintah darat.

"Sudah berapa kali saya katakan? Keluarga saya tidak punya urusan sama orang yang Anda cari!" Tukasnya.

Kejadian di rumah Audi tentu mengundang rasa penasaran dari tetangga di dekat mereka.

"Jangan pernah datang ke rumah saya lagi. Atau saya adukan kalian ke polisi." Ujar Audi, terlihat bersungut-sungut. Ia sedikit membanting pintu rumahnya dan masuk melihat kondisi Bundanya yang sudah terkapar di lantai dapur.

"Bunda..."

Panggil Audi sambil memapah tubuh sang Bunda duduk. Tapi baru selangkah tubuh Anindya sudah kembali jatuh. "Kita ke rumah sakit ya, Nda? Sebentar Audi siapkan dulu keperluan bunda."

Asmara yang berdiri di sana segera mengambil ponselnya dan segera memesankan taksi online untuk mereka ke rumah sakit. "Asmara di rumah saja, besok kamu masih ujian 'kan?" Tanya Audi. Asmara yang ingin mendebat keputusan Mas-nya tapi urung karena perkataan Audi benar. Besok ia masih harus melaksanakan ujian.

Alhasil, hanya Audi yang menemani Bundanya ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, Audi tak henti mengusap tangan Anindya yang masih kesulitan bernapas. Selalu seperti ini. Orang-orang suruhan itu sudah pasti datang untuk menagih hutang yang dibuat oleh saudaranya.

Namun kenapa? Kenapa harus selalu keluarganya yang menanggung beban seperti ini?

Beruntung Audi sudah di rumah saat orang-orang itu datang. Maka ia bisa membela Bundanya dan menyuruh mereka pergi. Audi tak membayangkan jika orang-orang itu menyakiti fisik Bundanya lagi. lMungkin, ia tak akan memaafkan dirinya sendiri.

Seandainya Audi punya tabungan yang banyak. Ia ingin sekali membawa Anindya dan Asmara untuk meninggalkan tempat tinggal mereka. Audi sudah tidak peduli omongan orang-orang di luar sana, karena saat ini yang Audi pikirkan hanya kedua perempuan itu. Keselamatan Bunda dan Adiknya.

Pukul tujuh malam, Audi sampai di rumah sakit. Untung saja, Bundanya segera di tangani oleh dokter. Audi juga hanya menerima keputusan dokter yang menyuruh Anindya untuk dirawat semalam. Setelah mengurus administrasi, Audi mengambil ponsel untuk menghubungi Asmara.

Namun, pandangannya terpaku pada dua orang yang baru masuk ke rumah sakit. Mereka tidak menyadari kehadiran Audi. Sedang Audi melihat dengan jelas bagaimana kedua orang itu saling bergandeng tangan dan melangkah menuju lift.

Saat lift hampir tertutup, sekali lagi Audi melihat ke arah mereka. Sialnya, entah dugaannya saja atau memang sosok itu juga melihat ke arahnya. Audi tidak tahu, sampai pintu lift itu benar-benar tertutup dan ia memilih untuk kembali ke ruangan sang Bunda.

Melihat Anindya yang sedang terlelap. Perasaan Audi kembali bergemuruh. Kalau boleh jujur, ia sangat lelah menjadi anak pertama. Terutama di dalam keluarganya.

Setelah sang Ayah meninggalkan mereka, rasanya, ini semua terlalu berat untuk Audi. Kendati, selelah-lelahnya Audi, ia tetap harus memikirkan kesehatan Bundanya dan masa depan Asmara.

Biarlah Audi yang menanggung sakit ini sendirian. Meski seringkali Audi ingin menyerah dengan keadaan, tapi ia tidak ingin menambah kesedihan untuk Bunda dan Asmara. Karena bagaimana pun, Anindya sudah sangat berduka sejak kehilangan suaminya, dan sebagai anak pertama, Audi masih ingin melihat Asmara menjalani hidup yang lebih baik dari padanya.

Walaupun ia harus bekerja mati-matian untuk mewujudkan mimpi Asmara yang ingin menjadi dokter bedah. Namun setidaknya, Audi jadi tahu alasan untuknya bertahan sejauh ini. Yaitu untuk membahagiakan Bundanya dan membantu mimpi Sang Adik.

#BIOAUDI | Jika Kita Bertemu Lebih Awal [NOMIN AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang