29b

1.4K 158 46
                                    

Kamis (16.26), 30 November 2023

3 tahun kemudian... baru update. Astaga!! ☻

Aku sendiri kaget. Mulai masih single sampai udah punya anak, wkwkwk...

Lupa alur? Sama. Silakan baca dari awal karena seminggu ini aku juga ngulang baca, hahaha...

--------------------------

Begitu pintu kamar tertutup rapat, Zie tak segera beranjak. Ia menyandarkan keningnya pada daun pintu. Jemarinya terangkat menekan dada, berusaha menghalau rasa nyeri dan sesak yang berpadu di sana.

Dari segala kebetulan yang bisa terjadi di dunia ini, kenapa harus dia?

Air mata Zie bergulir. Dia bisa menerima semua yang terjadi dalam hidupnya dan telah berdamai dengan masa lalu. Tapi dia tidak sanggup bersinggungan dengan orang yang menjadi sumber luka hatinya. Ah, bahkan bukan sekedar bersinggungan.

Ini sepupuku!

Astaga, kenapa bisa begitu? Kenapa dia harus sepupu John? Itukah sebabnya John sangat mirip dengan Nathan, mantan suaminya?

Dia bukan Nathan, Zie. Ucapan Leon kala itu berputar dalam kepala Zie.

Jujur saja, yang membuat Zie tak bisa memalingkan wajah dari John saat pertama melihatnya memang karena kemiripannya dengan sang mantan suami.

Bagaimana tidak? Zie benar-benar tulus mencintai Nathan. Tapi Nathan membalas perasaan Zie dengan melukainya sangat dalam. Sayangnya kejadian itu bukannya lantas membuat Zie membencinya. Dia marah, terluka, kecewa, dan segala perasaan buruk lainnya. Namun benci... tidak. Zie sama sekali tak membencinya. Bahkan setelah dua tahun berlalu pun, hatinya tetap bergetar saat melihat sosok yang mirip dengan Nathan duduk di kursi bar dalam night clubnya.

Zie menggeleng pelan, berusaha menghalau serbuan kenangan yang menghantam kepalanya. Lalu ia menegakkan tubuh seraya mengusap kasar air mata yang mengalir tanpa bisa dicegah.

Zie marah pada dirinya sendiri. Marah karena dirinya masih saja terpengaruh. Memangnya kenapa walau Nathan adalah sepupu John? Dirinya hanya perlu mengabaikan lelaki itu seolah tak pernah ada masa lalu di antara mereka.

Setelah menghela napas beberapa kali akhirnya Zie mulai tenang. Namun belum juga berbalik menjauhi ambang pintu, tiba-tiba bunyi ketukan terdengar. Dan Zie tidak butuh kemampuan telepati untuk menebak siapa orang yang tengah berdiri di balik pintu.

Tanpa membuang waktu, Zie segera membuka pintu. Tampak John berdiri di sana dengan kedua tangan tenggelam dalam saku celana dan sorot matanya tampak ragu.

"Boleh aku masuk?" tanya John pelan.

Zie mengulas senyum. Berusaha tampak setenang mungkin. "Tidak biasanya kau bersikap sangat sopan begini."

Jika dalam situasi berbeda, atau minimal satu jam lalu sebelum kedatangan Nathan, John pasti akan langsung membalas ucapan Zie. Tapi saat ini yang dilakukannya hanya mengulas senyum kecil sebagai tanggapan lalu bergerak maju. Otomatis Zie menyingkir memberi John jalan lalu menutup pintu. Namun ia tak mendekat, memilih menyandarkan punggung di daun pintu, seolah berharap benda keras tersebut bisa menopangnya agar tidak jatuh.

"Aku tidak ingin menebak-nebak lalu membuat spekulasi sendiri." John berkata langsung pada intinya seraya duduk di tepi ranjang. "Kita sudah cukup melalui banyak kesalahpahaman. Jadi duduklah."

Zie menggigit bibir sesaat, tampak ingin menolak. Tapi detik berikutnya dia menghampiri John lalu duduk di sisi ranjang yang sama, namun sengaja membuat jarak aman.

Tanpa bisa dicegah senyum kecil tersungging di bibir John menyadari Zie seolah menciptakan perisai tak kasat mata di sekelilingnya. "Aku tidak akan memukulmu," canda John.

The Baby's FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang