4.| Tanaka Reiko

167 24 0
                                    

*Sorry ya kalo updatenya lama, akhir-akhir ini kuliahku lagi hectic soalnya, pokoknya I'm really sorry🙇🏽‍♀️

Happy Reading!!!
---------------------->>>

   Kiki tidak menepati omongannya pada sang papa untuk diam selama pria yang dipanggilnya papa itu mengambilkan cupcake yang ia mau, balita itu berlari kecil kesana kemari hingga beberapa kali sampai menyenggol orang lain. Namun, kegiatan berlarinya itu terhenti tiba-tiba.

   "Hei, kenapa lari-lari nanti bisa jatuh lho, kamu mau coklat?" Kiki memandang perempuan cantik di depannya dengan tatapan bertanya bercampur heran.

   "Ndak mawu, Kiki ndak kenal sama onty, kata papa ndak boleh nelima sesuatu dali olang yang ndak di kenal."

   "Oh, iya pinter banget deh kamu, kalo gitu ayo kenalan sama onty!" perempuan itu tersenyum lebar. Namun, belum sempat Kiki menjawab.

   "Kiki, kesini!" suara sang papa terdengar memanggilnya dari arah belakangnya, membuat Kiki berbalik untuk melihat diikuti oleh perempuan yang tadi mengajaknya kenalan.

   "Iya papa!" Kiki berlari kecil ke arah Ares yang langsung menangkapnya untuk di bawa ke gendongannya.

   Sedangkan di belakang perempuan yang tadi mengajak ngobrol Kiki sudah terdapat teman-teman Ares yang juga memandangnya, tentu saja Ares kenal dengan wanita itu yang tak lain merupakan ibu dari anak yang sekarang berada di gendongannya, Tanaka Reiko.

   "Kita pulang ya?" Ares menunduk menatap mata bulat sang anak.

   "Tapi kiki belum makan kek, Kiki juga mau coklat papa!"

   "Iya nanti di jalan pulang kita mampir beli di tempat favorit Kiki, pulang ya?" Ares masih membujuk sang anak tanpa menyadari teman-temannya termasuk Reiko sudah berada di dekatnya.

   "Okey papa!"

   Saat mendongakkan kepalanya, mata Ares tepat bertatapan dengan mata itu, mata yang mirip dengan milik Kiki yang memandangnya dengan tatapan menyesal.

   "Sorry gue nggak bisa sampai selesai, tolong sampein salam gue buat bonyok lo ya ken, Kiki nggak boleh pulang terlalu malem soalnya."

   "O-key" balas Ken yang terlihat kikuk, merasa bersalah tidak memberitahu kehadiran Reiko pada sang sahabat.

   "Gue cabut dulu!"

   Kepergian Ares tidak ada yang mencegah, termasuk Reiko yang terlihat masih sedikit shok dengan kejadian tadi, jadi Kiki? anaknya sudah se besar itu.

   "Ayo Rei, ambil minum!"

   "Kenapa gue sampe nggak bisa ngenalin anak gue sendiri? apa emang gue ibu yang seburuk itu?" teman-temannya menatapnya sendu, Lani menghampiri merangkul sahabatnya itu.

   "Nggak papa, lagian Kiki memang udah lumayan bertumbuh wajar aja kalo lo pangling." tenang Lani sambil mengusap pundak Reiko yang masih merasa sedih.

   "Lo mau balik aja? biar kita berdua temenin, atau mau sendiri dulu?" giliran Siska yang bertanya merasa simpati.

   "Biar gue balik sendiri aja, manajer gue masih nunggu di mobil kok"

   "Yaudah biar gue anterin sampai mobil." Lani masih merangkul Reiko berjalan menjauhi teman-temannya mengarah keluar rumah.

   "Hati-hati ya, nanti kalo udah tenang kabarin gue" Reiko hanya mengangguk sebelum menutup pintu mobil pribadinya.

🐾🐾🐾

   Reiko memandang keluar jendela mobil, pikirannya melayang ke waktu pertama kali ia menyerahkan Akio pada sang ayah kandung, demi mengejar impiannya. Hari itu sang kakak meneleponnya, selain menanyakan kabar juga menawarkan sesuatu yang menarik. Sebagai mantan produser musik, bukan kakaknya tetap menjadi produser musik walaupun sekarang lebih sibuk dengan bisnis keluarga, membantu sang ayah. Kakak laki-lakinya itu mengatakan kalo salah satu temannya yang memiliki agensi aktor/aktris ingin mencoba mendebutkan seorang penyanyi, dan ia ditawari kakaknya untuk mencoba mengikuti audisinya.

   "Tapi aku belum ambil ijazahku kak, kalo kembali ke Jepang sekarang nanggung." ucap Reiko pada sambungan telepon dari kakaknya sore itu.

   "Hm, tapi audisinya terakhir lusa, kalo kamu nggak bisa kakak juga nggak bisa bantu, soal ijazah kamu tenang aja nanti kakak yang ambilkan, gimana?"

   "Sama aja kakak mesti ke indo?" menurut Reiko usulan kakaknya juga terlihat merepotkan.

   "Ya gak apa-apa, sekalian ngecek perusahaan cabang yang ada di sana."

   Telepon itu masih tersambung, sementara Reiko terdiam, memikirkan apa yang harus ia lakukan. Menjadi penyanyi merupakan salah satu impiannya, dia memang pecinta seni mungkin turunan dari sang ibu yang merupakan seorang pelukis.

   "Oke deh kak, nanti malem aku balik dari sini." putus Reiko, setelah diam beberapa menit.

   "Okey besok kakak jemput di bandara, hati-hati." itu akhir dari sambungan telepon itu, Reiko mengamati bayi yang masih tertidur di atas kasur besarnya.

   "Apa aku harus membawa Akio? tapi apa yang akan papa mama katakan?" Reiko mondar-mandir, berpikir apa yang akan ia lakukan pada baby Akio yang merupakan darah dagingnya itu.

    Disini akhirnya Reiko berdiri, bulan bersinar terang seperti sedang menyemangatinya. Di depan Reiko terdapat pintu kayu tinggi berwarna Hitam, dengan ragu ia mulai mengetukkan tangannya ke pintu tersebut, jika tak bergegas ia bisa tertinggal pesawat yang akan lepas landas empat puluh menit lagi dari sekarang.

   "Iya sebentar." suara klik dari pintu menandakan kunci yang terbuka, sebelum pintu itu benar-benar terbuka jantung Reiko berdegup kencang merasa gugup dan takut.

   "Lho? Reiko, ada apa malem-malem gini? ada perlu sama Ares ya?" pertanyaan itu menggantung tanpa jawaban, karena Reiko terlihat bingung ingin menjawab bagaimana. Wanita itu merupakan ibu dari ayah kandung Akio.

   "Siapa mi?"itu dia laki-laki yang merupakan ayah si bayi, Naresh Janitra Mahatma.

   "Ini ada Reiko, di tanya malah diem aja, coba kesini sebentar mas."

   "Kok malem-malem begini Rei? ada apa?" Reiko menatapnya lumayan lama, sebelum menyerahkan Akio ke gendongan laki-laki itu.

   "Aku mau pergi, dan Akio nggak bisa ikut jadi tolong kamu aja yang rawat, nanti kapan-kapan pasti aku kunjungi kok, sekarang aku harus cepet takut ketinggalan pesawat, mama pergi dulu kiki, see you!"  Reiko berkata dengan cepat sebelum pergi menuju taxi yang masih menunggunya di depan gerbang rumah keluarga Mahatma.

   Air mata Reiko tak bisa ia tahan, sepanjang perjalanan ke arah bandara perempuan itu mengarahkan pandangannya keluar jendela taxi dengan air mata yang tak bisa berhenti, hatinya merasa sakit harus meninggalkan Akio.

🐾🐾🐾

   Setelah melewati perjalanan udara selama sepuluh jam lebih, Reiko telah sampai di negara tempat kelahirannya tempat orang tua dan sang kakak menetap. Perempuan itu merapatkan jaket dan menurunkan topi, menutupi matanya yang sembab.

   "Reiiii, di sini!" itu sang kakak, dengan setelan kaos santai dan celana selutut melambaikan tangan ke arahnya.

   "Selamat datang kembali, gimana perjalanan kamu?" ucap sang kakak seraya mengambil alih koper yang ia seret.

   "Baik-baik saja, kakak tumben nggak sibuk, sampai bisa jemput aku"

   "Adik kakak pulang, masa nggak di jemput, lagian kemarin kan udah janji." kedua bersaudara itu berjalan bersisihan keluar bandara, menuju mobil putih sang kakak yang terparkir di dekat pintu keluar.

   Akio, tolong maafkan mama. Mama janji pasti akan kembali, tolong tunggu lebih lama ya Akio.

____________

Gimana nih, part kali ini? masih benci sama Reiko nggak? hehehehe

Part selanjutnya juga masih tentang kehidupan Reiko setelah ninggalin Kiki ya temen-temen, tapi up nya kapan nggak tahu soalnya aku mau UAS, jadi mau fokus UAS dulu okey👍

Jangan lupa vote dan krisarnya temen-temen!

See you next chap😉!!!!


  

The Adventures of Kiki and PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang