Bagian 10 : -Rumah Danau-

1K 236 113
                                    


Kristal tidak sadarkan diri!

Namun, itu hanyalah sebuah trik untuk membuat lawan lengah. Setelah pria besar yang mencekiknya itu melakukan reaksi yang diharapkan dan mengendurkan cengkeraman tangan besarnya di leher, Kristal bergerak cepat menyikut rusuk dan menyarangkan tendangan kuat pada pangkal paha. Pria besar itu terkejut, lantas membungkuk sembari menyumpah kasar.

Melihat hal itu, pria besar kedua bergerak menyerang Kristal, mendorongnya hingga ia terbanting ke tanah.

"Apa kau baik-baik saja?" Kristal mendongak dan melihat seseorang telah berhasil menyarangkan pukulan ke dagu pria besar yang baru saja menyerang Kristal.

"Saka? Apa yang kau lakukan di sini?"

"Aku melihat seorang pria mengikutimu, jadi aku mengikutinya."

"Terima kasih." Kristal tersenyum, tetapi tidak lama karena kini ketiga pria besar itu kembali menyerang mereka. Sayangnya, setelah cukup lama mengerahkan tenaga untuk bertarung dan melawan, ketiga pria semakin gencar menyerang sehingga membuat mereka berdua kewalahan.

Kristal terengah kehabisan napas, perutnya sakit karena kepalan tangan salah satu si pria besar. Kalau saja Kristal memegang pistol, ia pasti sudah menumbangkan ketiga pria besar itu dalam hitungan detik.

Ya, pistol!

"Saka, apa kau punya pistol?"

Di sampingnya, Saka tampak lebih parah darinya. Pria itu mengernyit kesakitan saat berusaha menggerakkan mulutnya yang berdarah untuk bicara.

"Kurasa aku meninggalkannya di mobil."

Salah satu pria besar kembali menyerang. Kristal dengan sigap berguling menjauh dari serangan. Sayangnya, gerakan itu malah membuat serangan itu malah mengenal Saka yang tidak sempat menghindar.

"Kenapa kau meninggalkan pistolmu di sana?" teriak Kristal pada Saka yang terhempas ke tanah sementara ia melindungi pria itu dari serangan.

Saka menatapnya malu. "Maaf, aku prajurit kantoran, bukan lapangan. Aku tidak pernah merasa perlu membawa senjata ke mana-mana. Sampai sekarang."

"Itu ceroboh!" Kristal menggeram kesal. "Aku juga ceroboh. Seharusnya aku membawa pistol kaliber kecilku, tapi karena ini kencan kupikir aku akan aman tanpa benda itu." Kali ini Kristal mencoba untuk menyerang, sayangnya serangan itu gagal total dan malah membuatnya terjerembab dengan wajah menghadap tanah.

Sial, aku kehabisan tenaga, batin Kristal kesal. Ia mencoba bangkit kembali ketika melihat sepasang kaki yang familiar berdiri tepat di depannya. "W-w-wolf..." ujarnya lirih.

Wolf tidak mendengar atau melihatnya, tatapannya tertuju pada Saka yang sedang dihajar habis-habisan. Sudut mulutnya bahkan tampak tersenyum puas.

Kristal mendengkus. "Wolf!" ujarnya lebih keras.

"Manis? Apa yang kau lakukan di sana?" Wolf berjongkok untuk membantunya berdiri, darah seolah menghilang dari wajah lelaki itu saat melihat pipi Kristal yang terkena pukulan.

"Ck, brengsek!" Wolf menggeram murka. "Tetap di sini!" perintahnya sebelum berlalu menuju medan pertempuran.

Kristal menatap kagum dari kejauhan saat melihat Wolf berhasil menumbangkan satu per satu pria besar itu tanpa kesulitan. Lelaki itu memukul, menendang, melempar, bahkan membanting lawannya dengan sangat luwes. Kristal selalu suka memandangi lelaki itu saat bertarung.

"Dia benar-benar brutal." Kristal menoleh dan melihat Saka sudah berdiri di sampingnya sambil menatap Wolf dengan takjub.

"Kau tidak terlihat baik." Kristal meringis melihat wajah Saka yang babak belur, bahkan untuk sekedar bicara pun pria itu tampak butuh usaha keras.

Cahaya NegeriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang