"Gue gak punya rumah, karena itu mengemis perhatian dari orang asing untuk mendapatkan kasih sayang yang selama ini gak gue dapatkan."
—Ayyara Nindia Humaira—
Sinar matahari sudah naik sedikit menyilaukan mata para penduduk bumi, tapi berbeda dengan seorang gadis yang baru membuka matanya dengan sisa air mata semalaman yang menjadi bekal tidurnya.
"Eughhh..." lenguh Ayyara dengan mengucek matanya kemudian bangun.
Setelah kesadarannya kembali, Ayyara beranjak dan menghadap cermin besar di depannya, melihat pantulan dirinya sendiri, dimana dari raut wajahnya sangat berantakan, rambut yang rusak karena ulahnya sendiri, juga wajah yang pucat karena setiap tidur ada ritual menangis dulu.
"Anjir, masa lihat muka sendiri aja pen nangis, kasihan banget sih hidup gue."
Ceklek.
Suara tangan seseorang yang baru saja membuka pintu mengejutkan Ayyara. Gadis itu menoleh, ternyata Mamanya yang datang.
"Hari ini, Mama mau keluar. Peringatan keras buat kamu, jika sampai berani keluar rumah, Mama pastikan akan ninggalin dan menelantarkan kamu," ucap Kinan tegas.
"I-iya, Ma, Ay janji gak akan keluar rumah lagi," balas Ayyara terbata karena takut.
"Awas jika berani keluar. Semua pintu Mama kunci dari luar, jadi jangan harap bisa keluar lagi kamu."
"Kalau lapar masak sendiri," Kinan masih berbicara, tapi kali ini dengan membalikkan badannya dan keluar dari kamar putrinya.
Ayyara merasa sedikit senang dan lega, walau ia masih harus terkurung di dalam rumah besar itu, ada sedikit rasa bahagia karena ia bisa keluar kamar dan melakukan apapun selama Mamanya di luar. Salah satunya, berduaan dengan pacarnya.
"Mumpung Mama mau keluar, mending nyuruh Revan kesini aja, deh," pikir Ayyara.
Lalu gadis itu menoleh mengambil ponselnya, ponsel milik gadis itu bukan iPhone ataupun yang bermerek mahal, melainkan hanya sebuah ponsel sederhana bermerek realmi C30, itupun hasil jeri payahnya sendiri menabung selama sekolah SMP. Ia mencari kontak kekasihnya yang di namai Rumahku❤️ lalu menelponnya,
"Revan, Mama lagi keluar hari ini, dan kemungkinan bakal seharian, kesini aja, temenin Ay."
Di balik sambungan telpon itu Revan membalasnya. "Gitu, sayang, okedeh, aku langsung kesana nanti."
"Oke, Van, Ay tunggu, nanti tak kabari kalo Mama udah keluar."
Ayyara mematikan sambungan telponnya dan mencoba mengintip serta berjalan pelan untuk mengetahui Mamanya sudah keluar atau belum. Gadis itu mengendap-ngendap ketika melihat Mamanya berjalan ke arah pintu.
"Yes, ayo dong, Ma, buruan keluar, biar Ay bisa bahagia dikit," bisik gadis itu sembari melihat Mamanya perlahan menghilang, dan pastinya, Kinan mengunci pintu dari luar, salah satu bentuk kekejamannya selama yang tidak pernah membiarkan putrinya keluar rumah sekalipun, sebab jika Ayyara keluar, orang-orang selalu mengatainya aib dan anak pelacur, hal itu membuat Kinan malu jika Ayyara menampakkan wajahnya.
"Akhirnya...bentar lagi gue bisa ketawa lagi." Gadis itu bernapas lega, memang sangat sederhana, tapi bagi Ayyara jika Mamanya tidak ada di rumah seperti kebahagiaan yang sangat langka.
"Semoga Mama perginya lama, atau kalo gue tega dikit, semoga Mama nggak pulang lagi."
Tersadar dengan ucapannya, Ayyara lantas menepuk mulutnya sendiri dan berbalik badan untuk mengabari Revan.
YOU ARE READING
SEMESTA YANG KU CARI
EspiritualBagaimana rasanya hidup yang terus terbayang oleh trauma? Itulah yang di rasakan seorang penulis yang menyalurkan hobbynya untuk menumpahkan isi kepalanya untuk di abadikan dalam sebuah buku. gadis yang tidak memiliki nasab bernama Ayyara Nindia Hum...