Angin berembus perlahan menggoyangkan dedaunan, memberi rasa pada pemandangan damai di antara perkebunan dan bunga-bunga rambat di sekeliling rumah. Bau tanah basah dan daun segar bergerak mengikuti laju angin, seolah aroma terapi yang bisa meredakan kelelahan setelah bekerja keras.
Cahaya jingga dari matahari terbenam jatuh di atap rumah sederhana satu lantai dominan berbahan kayu dan batu alam. Ada kebun buah dan sayuran di bagian halaman depannya, dan tanaman rambat dengan bunga kecil di tiang-tiang rumah sebagai hiasan. Di sudut halaman, terdapat rumah burung dengan pajangan berbentuk kepala rubah, yang menghadap ke arah kolam air kecil berisi ikan koi dengan air mancur di sisi lain kolam. Satu kursi goyang di teras rumah dekat dinding dan meja kecil menjadi pelengkap suasana damai dari kediaman ini.
Felix menusuk satu irisan apel dengan garpu buah, menikmati sebuah buku berjudul "Tales Of Taboo" di dekat kebun sayur berwarna-warni sambil mengunyah daging buah yang berair dan manis. Kursi goyang di teras rumah sederhana ini adalah singgasana ternyaman yang bisa dinikmati Felix, walaupun dengan peralatan seadanya. Bisa disebut, inilah hidup tanpa tekanan.
"Apa perutmu baik-baik saja, Tuan?" Seekor burung hantu berjenis snow owl baru saja mendarat di atas pijakan kayu sebelah meja, bersebrangan dengan kursi goyang Felix di sisi lain.
"Sepertinya begitu, aku 'kan kuat." Pria muda berambut cokelat menunjukkan giginya sambil tersenyum, seolah tendangan di perut yang ia alami belu lama ini tidak menggangu sama sekali.
"Wah. Aku jadi penasaran, siapa yang sebelumnya harus dibantu Osian untuk berjalan?" Bukan seperti manusia, burung hantu itu kini berbicara langsung ke dalam kepala Felix. Tak ada yang dapat mendengarnya.
"Jangan mengejek, Harphy. Saat itu aku harus membawa pasien," tepis pria tinggi sambil menggoyangkan kursi yang ia duduki.
Harphy memutar kepala ke arah belakang tubuhnya, membuang pandangan. "Padahal kau sendiri yang membuat dia pingsan. Dasar, bodoh," cibirnya.
"Terserah aku, lagipula dia tidak akan mati hanya karena retak kepala." Sambil meresap minuman dingin di atas meja, pria itu membalik lembar halaman buku yang dibaca. Lensa mata biru bergulir melihat setiap kata dalam buku, sesekali memasukan buah ke mulut kemudian membalik halaman. "Dan bukankah harusnya kau masih tidur? Kenapa kau menyalahi aturan per-burunghantu-an? Maksudku, ini masih sore."
"Lalu kenapa kalian, para manusia, tetap bangun di malam hari? Bukankah itu menyalahi aturan juga?"
Tiba-tiba, terdengar suara gagang pintu terbuka dari arah belakang di sela obrolan mereka. Felix dan Harphy beralih pandang ke arah pintu yang menampilkan sosok remaja laki-laki berkulit putih mulus dengan lensa mata merah dari dalam rumah. "Apa yang sebenarnya sedang terjadi?" kata Luis.
Felix memandang remaja laki-laki itu sambil mengunyah irisan buah apel di mulut, membiarkan tamunya mengumpulkan kesadaran dan mencerna kejadian belum lama ini. Dia membalik halaman buku ke lembar selanjutnya, meneruskan kegiatan membaca dengan tenang selagi anak itu kebingungan dengan situasi sekarang.
Melihat Felix membaca buku, Luis mulai menyadari ada yang tidak asing dengan bacaan tersebut. "Bukankah itu buku Luis?"
"Luis? Salam kenal. Perkenalkan ulang, panggil aku Felix."
Luis langsung mengambil buku dari tangan pria di atas kursi goyang. "Kenapa buku ini ada di tangan Felix?"
"Oh, maaf. Kau menjatuhkannya kemarin malam, kau pingsan seharian penuh."
Dengan tatapan mata menerka-nerka isi pikiran lawan bicara, Luis mengamati ekspresi Felix yang masih duduk di atas kursi dengan buah di dalam mulutnya. Kaki pria itu sesekali mendorong kursi agar bergerak, sedangkan punggungnya bersandar pada sandaran kursi. Lensa mata merah remaja itu menatap lensa biru dari mata pria di hadapan, benar-benar jernih dan berbinar secara alami. Alis rapi, dan bulu mata lentiknya sangat proporsional. Sebenarnya ini cukup mengganggu, tapi Luis berpikir kalau Felix itu adalah pria paling tampan yang pernah ia temui selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tales of Taboo
FantasyKisah yang dituturkan dalam bentuk dongeng, secara turun-temurun menjadi legenda yang mengagumkan bagi penerusnya. Mimpi tentang pot di ujung pelangi dan peri-peri hutan seolah bersinar layaknya kemewahan tersendiri bagi kehidupan nyata. Meski tentu...