Di bawah guyuran hujan deras, sebuah mobil hitam melaju kencang di jalanan yang senggang dan licin. Entah alasan apa yang membuat si pengendara tidak memperdulikan jalanan yang licin itu. Hingga keterburu-buruan itu mengakibatkan hal yang fatal. Salah satu roda mobil menginjak sebuah batu yang kemudian membuat mobil itu kehilangan kendali dan naasnya karena jalanan yang licin, mobil itu tiba-tiba terarahkan ke sebuah pembatas jalan dan menabraknya sangat kencang. Semua orang yang berada di dalam mobil memekik kaget sekaligus rasa kesakitan.
"HAH!"
Badan seorang pemuda tersentak kaget dan ia segera membuka matanya. Hal pertama yang dia liat adalah langit-langit kamarnya dan lampu kamarnya yang padam. Dia menetralkan napasnya terlebih dahulu sebelum mengubah posisinya menjadi duduk. Termenung di atas ranjang dengan ekspresi kebingungan, memikirkan kejadian buruk yang barusan hadir di mimpinya. Bintang mengusak kepalanya kencang disertai dengan geraman frustasi. Bintang merasa fustasi dengan mimpi tersebut yang kerap kali muncul dalam tidurnya. Terhitung sudah dua minggu dia mengalami mimpi kejadian kecelakaan yang berulang tiap malamnya dan itu membuat dia kebingungan dan frustasi.
Bintang tidak tahu lagi bagaimana cara menghilangkan mimpi itu, padahal dia sudah mengikuti berbagai metode agar tidurnya rileks namun tetap saja mimpi itu terus hadir dalam tidurnya, seakan menerornya terus menerus. Dan itu membuatnya semakin frustasi.
Awalnya Bintang berpikir bahwa mimpi itu sebagai tanda kesedihan atas meninggalnya kedua orangtuanya. Dan memang pada saat itu, Bintang merasa terpuruk dan belum menerima kepergian mereka akan tetapi seiring bertambahnya waktu, Bintang mulai menerima kepergian orang tuanya. Hanya perasaan rindu saja yang belum sirna. Meskipun begitu, mimpi buruk itu tidak pergi juga dari hidupnya. Sungguh dia tidak mengerti kenapa hal ini terjadi padanya. Tidak cukupkah kesedihan menimpanya sampai di alam mimpi pun?
Bintang menyadarkan punggungnya di kepala ranjang, helaan napas berat keluar berbarengan bulir bening meluncur begitu saja dari kedua mata sayunya. Dia sudah lelah merasakan penyelasan yang dihadirkan lewat mimpi itu. Penyesalan akan sesuatu yang dia rasakan ketika mimpi itu datang mengusiknya. Dan setelahnya kata 'jika saja' sudah Bintang rangkai dalam hati yang mana kalimat itu tentu saja tidak ada artinya.
"Jika saja aku tidak menyuruh Angkasa untuk-..." Dia menghentikan perkataanya lalu air mukanya berganti panik dan matanya bergerak ke sana ke mari seolah mencari sesuatu.
"Angkasa! Angkasa!" Bintang berteriak meskipun suaranya lemah. Memanggil-manggil nama Angkasa dengan raut panik seakan takut Angkasa tidak datang kepadanya.
Suara Bintang lemah namun terus dipaksakan untuk berteriak memanggil nama yang dia butuhkan kehadirannya. Saat Bintang beranjak dari ranjang, kedua kakinya tidak mampu menompa tubuhnya sehingga membuat Bintang hampir limbung namun dua tangan lain segera mendekap tubuhnya sehingga Bintang sepenuhnya bertumpu pada dekapan seseorang.
"Angkasa....."
Bintang balik memeluk Angkasa, seseorang yang sangat dia butuhkan dalam hidupnya. Wajah Bintang tenggelam pada dada Angkasa. Dan air matanya semakin deras. Suara Bintang yang memanggil Angkasa masih terdengar namun kini dengan nada yang lirih. Sedangkan sang pemilik nama berusaha menenangkan tubuh yang bergetar di dalam dekapannya ini. Angkasa mengusap punggung Bintang serta membisikkan kalimat penenang.
"Tenanglah, aku di sini bersamamu... aku tidak ke mana-mana..."
Bintang perlahan menjadi tenang. Kepalanya mendongak, menatap Angkasa dengan mata sembabnya. "Kau tidak akan meninggalkanku kan?" Bintang bertanya dengan lirih.
Angkasa menampilkan senyum teduhnya dan diam beberapa saat. Dia menuntun tubuh Bintang yang rapuh untuk duduk di atas ranjang. Angkasa pikir, tubuh kakaknya itu bisa saja pecah jika sekali pukul. Dekapan mereka sempat terlepas dan Bintang kemudian mendekap erat tubuh adiknya terlebih dahulu saat mereka baru saja duduk di atas ranjang. Seolah Bintang tidak mau Angkasa jauh darinya barang secenti pun. Dengan itu Angkasa hanya bisa tersenyum dan kembali mengelus punggung kakaknya dengan lembut.
"Angkasa......"
Suara lirih yang memanggil nama Angkasa kembali terdengar.
"Hm?" Angkasa membalas dengan suara yang lembut. Dia melihat Bintang yang meringkuk di dekapannya seperti bola salju.
"Jangan pergi meninggalkanku juga...." Suara Bintang bergetar dan tanganya meremas pakaian Angkasa.
Angkasa terdiam beberapa saat, dia terus memperhatikan Bintang di dekapanya. Di mata Angkasa, Bintang adalah seorang yang rapuh, yang belum bisa dan sepenuhnya menerima apa yang telah menimpanya. Angkasa menghela napas panjang dan kemudian mulutnya dia dekatkan pada telinga Bintang.
"Aku di sini, bersamamu. " Angkasa berbisik dengan suara tenang.
Dengan bisikan itu, perlahan pegangan Bintang pada pakaian Angkasa terlepas bersamaan dengan tubuh Bintang yang mulai semakin melemah serta mata sayu Bintang kembali tertutup, menandakan Bintang mulai dikuasai oleh kantuknya lagi.
Angkasa tersenyum melihat tubuh Kakaknya kembali tenang. Dia perlahan mengubah posisi tubuh Bintang untuk berbaring agar tidur Bintang nyaman. Dalam tidur Bintang yang masih ada kesadaran 5%, Bintang merasa pelipisnya terkena benda lumat yang memberikan afeksi hangat serta menenangkan.
"Tidurlah, aku selalu di sini, bersamamu."
Bisikan dengan suara yang sama terdengar dan mengalun di indra pendengaran Bintang. Bisikan itu membuat Bintang merasa lebih rileks lagi bahkan mimpi buruk yang merayapi kenangan buruknya tidak hadir dalam tidur Bintang kali ini.
+++++Next to chapter 1+++++
1/5/2024
note kecil:
Terima kasih untuk kalian yang sudah membaca cerita ini dan memasukkanya ke perpustakaan kalian. Cerita ini merupakan cerita pertamaku. Jadi, bila ada kesalahan apapun itu tolong maklumi ya😊
Salam hangat dari Epoch🙃
nantikan chapter-chapter berikutnya!
KAMU SEDANG MEMBACA
EPOCH
Teen Fiction'Sorot matamu sarat akan kekosongan namun benakmu seolah membohongi dirimu sendiri dengan menghadirkanku ke dalam hidupmu lagi.' ................................... 'Diantara bentangan waktu yang panjang. Mengapa takdir memberhentikan waktu kita?' ...