002. Apartemen

117 12 0
                                    

Lemari, baju, meja, dan beberapa perabotan lain diusung ke dalam sebuah apartemen besar. Semuanya baru. Ibu dan ayah Isagi membiarkan barang lama anak semata wayangnya itu di rumah mereka saja dan membeli yang baru untuk dipindahkan.

Kegiatan hari ini cukup menegangkan bagi Isagi. Ia akan pindah ke suatu komplek apartemen, bersama Kaiser. Memikirkan bahwa dirinya akan tinggal bersama seorang pria di satu atap yang sama membuatnya hampir gila.

Sehari sebelum pindahan, Isagi bahkan nyaris tidak dapat tidur.

Tentu, kepindahannya itu dirahasiakan dari teman-temannya. Dia mengacuhkan kebingungannya jikalau satu dari mereka mengajak bermain ke rumah Isagi suatu saat nanti.

Yah, itu akan menjadi tanggungan pikiran bagi Isagi di masa depan. Yang terpenting saat ini adalah dia tak perlu takut terlambat ke kuliah semenjak apartemennya kali ini hanya berjarak 1 km dari Blue Lock University.

Pilihan tetua memang yang terbaik.

Isagi menguap, sudah dua jam ia mengawasi pekerjaan tukang yang membantu menata perabotannya. Dari sudut matanya, Kaiser nampak tengah mengarahkan seorang tukang untuk memasang lukisan super lebar di dinding.

Lukisan abstrak? Sebuah kejutan bagi Isagi bahwa kakak tingkat di kampusnya itu juga menyukai seni abstrak sama sepertinya.

Isagi merupakan orang yang menemukan kesenangan dalam seni. Dia tidak hanya menyukai lukisan abstrak–faktanya, Isagi hampir menyukai segala jenis seni. Musik, lukisan, patung, tari, semua yang indah dan membawanya pada titik kesenangan akan ia anggap seni.

Mungkin itulah mengapa ia juga menyukai sepak bola. Isagi menemukan suatu ketertarikan tersendiri dalam dunia sepak bola. Rasa interest itu timbul dalam jiwanya sedari ia kecil.

Ia bertanya-tanya apakah Kaiser juga tertarik pada sepak bola sama seperti dirinya....

"Pak, ini rak bukunya mau ditaruh di mana?" Pertanyaan yang dilontarkan seorang tukang membuatnya tersentak dan kembali sadar. Isagi melirik ke arah Kaiser dan menghela nafas lega saat mendapatinya masih menyibukkan diri dengan hal lain. Ia sama sekali tak sadar telah menatap Kaiser selama lebih dari satu menit.

Berdehem, dia menyahut, "Oh, ini taruh di kamar saya, ya, Pak." Tangannya membuat gestur menunjuk ke arah suatu ruangan yang telah ia tandai sebagai kamar pribadi.

"Baik, Pak."

________

Hujan di sore hari saat musim gugur adalah suasana yang pas menurut Isagi untuk membaca. Dan di sinilah dia sekarang, duduk di depan jendela kamar apartemen barunya–membaca sebuah buku berjudul How To Be A Good Wife.

Dia ingat momen pertamanya membeli buku ini. Itu adalah hari di mana kakeknya mengabari akan menjodohkan Isagi dengan penerus keluarga Kaiser.

Saat itu, pikiran Isagi sangat semrawut. Dia memiliki banyak kekhawatiran akan tak mampu menjadi istri yang baik ke depannya. Jadi, diam-diam, dia membeli buku panduan ini tengah malam dengan kondisi habis menangis.

"Buat dia terpana dengan kebolehanmu," gumam Isagi membacakan pokok penting dari buku yang ia genggam. Tangan yang satunya dia gerakkan untuk meraih sebuah highlighter dan mulai menyorot bagian yang ia rasa penting.

Sebuah kekehan lirih lolos dari bibir Isagi. "Kebolehan, ya?" Sepertinya, dia menemukan sebuah ide agar dapat memenuhi saran dari buku karya Rosalyn Abigail ini.

_______

Aroma masakan tercium sampai ke penjuru apartemen. Pasalnya, Isagi kini tengah mencoba resep nikujaga yang ia dapatkan dari ibunya.

(BL) Rahasia di Antara Kita || KaiSagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang