01 : Puncak
"Thanks, bro. Sorry ngerepotin, rumah lo jauh banget, mana gak searah sama rumah gue, repot-repot amat lo nganter gue, suka ya lo sama gue?" Nadhira melepaskan helm yang ia kenakan dan mengembalikannya kepada si pemilik helm.
"Lah iya anjir rumah gue jauh gue lupa, ngapain gue nganter lo." Ujar Kemal.
"Ya udah sono balik, nanti lo ketinggalan perahu." Ucap Nadhira.
"Kuno amat naik perahu, pesawat dong."
Nadhira berdecih, "Sana pulang hus hus."
"Dih gak tau terimakasih." Kemal menancapkan gasnya dan motor itu berhenti tepat di sebelah rumah Nadhira.
Nadhira dan Kemal adalah tetangga dan mereka juga satu sekolah di SMP WINADARMA, Nadhira dan Kemal bersahabat sejak kecil, mereka selalu melakukan banyak hal bersama, namun akhir-akhir ini Nadhira merasa hubungan antara keluarganya dan keluarga Kemal saat ini sedikit renggang, Nadhira tau alasannya, tapi Nadhira selalu menyangkal itu.
PRANGGG
Nadhira terkejut saat mendengar suara piring pecah, gadis itu segera menutup pagar dan bergegas masuk ke dalam rumah.
"Aku diem selama ini bukan aku gak tau ya, Mas! Aku tau semuanya, aku tau!"
Tubuh Nadhira terasa kaku dan gadis itu hanya diam di pintu dapur melihat banyak pecah beling berserakan dilantai dapur, tak hanya itu, ia juga melihat Amanda, ibunya duduk di lantai dengan rambut yang kusut dan juga air mata yang terus menerus keluar dari matanya, apa yang terjadi di rumahnya, apa ini adalah puncak yang selalu tidak ingin Nadhira rasakan?
"Aku diem selama ini bukan karena aku bodoh, Mas. Aku diem karena apa? KARENA NADHIRA MAS!" Amanda menundukkan kepalanya dan menyeka air matanya. "Karena aku tau, kalau Nadhira tau semuanya, Nadhira bakalan benci sama cinta pertamanya, dan aku gak mau itu terjadi." Lanjut Amanda.
Amanda mendongakkan kepalanya, "Tapi aku rasa hari ini mungkin sudah saatnya aku berhenti pura-pura bodoh di depan kamu dan selingkuhan kamu itu, aku mau kita cerai."
Kata yang tidak pernah Nadhira ingin dengar dari rumah ini terucap, setetes air mata Nadhira luruh begitu saja dan Nadhira dapat merasakan dadanya seperti ditusuk dengan ribuan belati.
Darko berjalan meninggalkan dapur dan tentu saja Darko melewati Nadhira, namun pria paruh baya itu hanya melewati Nadhira seolah Nadhira tidak ada di sana. Pria itu meninggalkan rumah menggunakan mobil miliknya.
Tubuh Nadhira terasa lemas, kakinya tidak mampu untuk menopang tubuhnya, gadis itu terduduk lemas dan mulai terisak.
Amanda yang mulai menyadari kehadiran putrinya bergegas mendekati Nadhira. "Dira, kamu kenapa nangis, nak?" Tanya wanita itu lembut.
Nadhira mendongakkan kepalanya, "Harusnya Dira yang tanya, Bunda kenapa nangis? Ayah kenapa, Bunda?"
Air mata kembali membasahi pipi Amanda, wanita itu merengkuh tubuh Nadhira ke dalam pelukannya, di usapnya rambut Nadhira dengan lembut, "Maafin Bunda, Nak. Bunda udah gak sanggup lagi."
-
"Sejak kapan lo disini?"
Suara itu cukup mengejutkan Nadhira.
Gadis itu mengangkat kepalanya dan terlihat jelas mata gadis itu yang merah dan juga sembab, juga pipinya yang basah membuat Kemal terkejut dan langsung mendekatinya. "Lo kenapa?"
"Ayah sama Bunda gue mau cerai, Mal." Ujarnya lirih.
Kemal tertegun, "Mama sama Papa gue juga." Ucap Kemal, "Dan gue tau masalahnya ada di Mama gue dan Ayah lo." Lanjut Kemal.
"Maafin gue, Mal." Nadhira kembali terisak.
"Lo gak salah, Nad. Gue udah tunggu saat-saat ini terjadi dan bener, yang gue tunggu-tunggu beneran terjadi."
Nadhira terdiam, "Maksud lo?"
"Sorry, gue tau semuanya, Ra. Mama gue selingkuh sama Om Darko mulai dari tiga tahun yang lalu, dan.." Kemal menggantung ucapannya.
"Apa?"
"Papa gue juga tau semuanya, tapi yang lebih jahatnya lagi, Papa lebih milih buat tutup mulut dan biarin Mama selingkuh sama Om Darko demi nama baik keluarga kami." Kemal menyalakan rokoknya dan menyesapnya.
Nadhira terdiam.
"Ikuti aja alur ceritanya dan kita liat aja endingnya, Nad."
-
Nadhira menutup pagar rumahnya, ia melihat garasi rumahnya terdapat mobil yang Darko kenakan tadi yang berarti ayahnya sudah pulang ke rumah.
"Nadhira!"
Gadis itu menghentikan langkahnya dan menolehkan kepalanya ke belakang saat mendengar namanya di panggil. "Om Wildan?"
Nadhira kembali membuka pagar rumahnya dan membersihkan Wildan, Papa Kemal untuk masuk ke dalam rumah. "Masuk, Om."
"Gak usah, Nak. Ayah sama Bunda kamu ada?" Tanya Wildan.
"Ada, Om. Dira panggil dulu ya."
Nadhira masuk ke dalam rumah dan tak lama kemudian ia kembali keluar bersama dengan Amanda dan di susul oleh Darko di belakangnya.
Wildan menarik nafasnya dalam, "Kalian berdua boleh tolong ke rumah saya sebentar, ada yang ingin saya bicarakan dengan kalian berdua." Ujarnya.
Amanda mengangguk, "Dira, kamu masuk ke dalam ya." Ucap Amanda yang langsung di turuti oleh Nadhira.
Nadhira menunggu dengan perasaan yang sangat gelisah di dalam kamarnya, kepalanya sangat berisik, ada banyak pertanyaan yang ingin ia ajukan tapi ia memilih untuk diam.
Setelah menunggu satu setengah jam akhirnya Amanda dan Darko pulang ke rumah. Amanda dan Darko terlihat biasa-biasa saja seolah tidak terjadi apa-apa, bahkan Nadhira dapat melihat Amanda yang masih bisa tersenyum manis.
Hari semakin larut tapi Nadhira masih belum merasa mengantuk. Ia terduduk diam di atas lantai kamarnya sembari memeluk sebuah album berisi foto-foto keluarganya.
Pintu kamar Nadhira di ketuk dengan pelan kemudian pintu itu terbuka dan menampilkan seorang wanita paruh baya dengan senyuman hangat yang menghiasi wajah cantiknya.
Dengan segera Nadhira menghilangkan jejak air mata pada pipinya, gadis itu juga menyembunyikan album yang ia peluk tadi di belakang tubuhnya. "Bunda?"
Amanda duduk tepat disebelah Nadhira. Wanita itu memeluk tubuh Nadhira dengan sangat erat, ia juga mengelus kepala Nadhira dengan penuh kasih sayang. "Kamu kemas semua barang-barang kamu ke dalam koper ya, Nak."
Kening Nadhira mengkerut, "Kenapa, Bunda?"
Amanda terdiam sejenak, "Kita akan pindah rumah besok." Ujarnya.
Nadhira menatap wajah Amanda dengan sorot penuh tanda tanya, "Pindah? Kenapa kita harus pindah, Bunda?"
"Belum saatnya kamu tau, Nak."
"Kenapa?" Nadhira memberi jeda, "Dira masih kecil buat tau semuanya?"
"Kalau kamu sudah bes—"
"Dira tau semuanya, Bunda. Dira tau apa yang Ayah lakuin di belakang kita, tapi Dira cuma bisa diem Karena Dira takut sama Ayah." Nadhira memotong ucapan Amanda.
Dada Amanda terenyuh mendengar ucapan putrinya. Amanda kembali membawa Nadhira ke dalam pelukannya.
"Dira benci Ayah."
☁️☁️☁️
an : aloww, sorry kalo ceritanya agak ngebosenin, bcs ini baru awalan dari semuanya . . .
jangan lupa vote dan komennya ya, terimakasi!
KAMU SEDANG MEMBACA
Take a change with me
Ficção Adolescente⚠SEBAGIAN CHAPTER DIPRIVATE, FOLLOW DULU BARU BISA MEMBACA⚠ Pada akhirnya, kita harus menerima, ternyata ada kalanya sesuatu hancur dan tidak dapat diperbaiki lagi. Kita juga harus belajar menerima, jika di beberapa cerita milik orang lain kita buka...