Tujuh

472 66 26
                                    

"Udah sebulan dietnya gimana? Udah turun berapa kilo?"

Pertanyaan dari papanya membuat Velia tersedak dengan minumannya. Gadis itu tak bisa langsung menjawab begitu saja, apalagi dia yang sehari diet sehari gagal, papanya saja tak tahu akan hal itu, dan tiap hari Velia harus berbohong pada mamanya kalau dia masih diet.

Velia meneguk ludahnya susah payah, kemudian berdeham pelan.

"Lancar, Pa. Cuma biasa suka lapar aja, jadi aku tahan," jawab Velia penuh kebohongan.

"Gitu dong, diet! Contoh kakak kamu yang bakal langsung diet kalau berat badannya naik," ucap papanya masih tetap membanggakan kakaknya.

Mendengar itu, Velia mendengkus kesal, tetapi tak mau mengeluarkan suara karena tak mau membuat keributan di ruang tamu malam ini. Velia memilih untuk tak memperdebatkan hal itu, apalagi mengingat kalau besok malam acara ulang tahun perusahaan papanya akan digelar.

Tidak disangka dua bulan sudah Velia diminta untuk diet dan dan dua bulan sudah Velia berbohong kalau dia masih menjalankan diet, padahal dia selalu makan siang bersama dengan Raka di belakang sekolah.

"Turun berapa kilo, Dek?"

Pertanyaan kakaknya membuat Velia melotot tak suka mendengar pertanyaan itu. Apakah dia harus berbohong lagi? Sekali pun sering sekali dibandingkan dengan kakaknya, Velia tak tega terus-terusan membohongi orang tuanya.

"Cuma sekilo," ucap Velia asal, padahal dia tak tahu. Bisa saja berat badannya naik bukan turun.

"Kok cuma sekilo?" Kali ini yang kembali bertanya adalah mamanya. Kenapa keluarganya ini sangat terobsesi dengan dia yang kurus?

Velia memiliki hak atas tubuhnya, mau dia gendut, kurus, hitam, putih, berjerawat, atau apa pun itu. Semuanya hak Velia, cukup Velia yang mengurusi, tetapi keluarganya seakan tak peduli akan hal itu. Bagi mereka, mereka memiliki hak atas tubuh Velia, mereka berhak memodifikasi tubuh Velia sesuai dengan apa yang mereka inginkan.

"Gak tahu, Ma. Mungkin cara dietnya salah."

"Ya udah, asal turun sekilo. Diet aja terus sampai langsing. Jangan bikin malu," lerai papanya membuat Velia terdiam mendengarnya.

Benar bukan dugaannya? Keluarganya ini malu kalau dia ikut mereka ke mana pun, karena dia yang gendut. Hal ini menjadi penyebab Velia tak suka jika ikut mereka ke acara apa pun, dia juga jarang diajak.

"Hm, doain aja semoga mampu diet, biar langsing, biar gak malu-maluin," balas Velia.

Mendengar balasan Velia membuat Yona menghela napasnya, bersiap mendengar perdebatan dari anak dan suaminya lagi.

"Kamu dibilangin, malah ngebantah," kata Vero membuat Velia memutar matanya malas.

"Velia, maksud Mama sama papa itu baik nyuruh kamu diet, Dek."

Mamanya ikut bersuara, takut apabila perdebatan mereka semakin menjadi. Untuk sekarang, Yona sedang tak ingin ada perdebatan di rumah mereka, apalagi besok akan ada acara ulang tahun perusahaan. Sangat tak baik dilihat apabila di acara nanti Velia memilih menjauh dari mereka.

"Iya, tahu kok. Aku ke kamar dulu, mau tidur," pamit Velia karena tak ingin berdebat dengan papanya lagi.

Ketika Velia ke kamarnya, diikuti oleh kakaknya yang juga pamit ke kamar. Namun, bukannya pamit untuk ke kamar, Sarah malah mengikuti Velia yang ke kamarnya, membuat Velia sadar kalau ada yang mengikutinya dari belakang.

Velia pun berbalik badan kala dia sudah berada di depan pintu kamarnya, menatap kakaknya dengan kening mengernyit heran. Ada apa kakaknya ini mengikuti dia? Hubungan dia dan kakaknya yang kurang baik membuat Velia jarang sekali mengobrol dengan kakaknya, paling-paling berbicara hanya karena dia dimarahi kakaknya.

"Udah berapa kali kamu bohongin papa sama mama?" tanya Sarah.

Kening Velia masih mengerut, semakin tak mengerti dengan maksud pertanyaannya kakaknya. Tak mau menanggapi pertanyaan kakaknya, Velia memilih untuk membuka pintu kamarnya, bersiap untuk masuk. Sayangnya, Sarah menahan Velia, dia mencengkeram erat lengan Velia sehingga membuat gadis bertubuh gempal itu langsung menyentak tangannya.

"Apa sih, Kak?" tanya Velia. Matanya menatap kakaknya tajam.

"Kamu belum jawab pertanyaan kakak, udah berapa kali kamu bohongin mama papa?"

Velia tertawa mengejek mendengar pertanyaan kakaknya. Dia jelas tak menghitung sudah berapa kali dia membohongi mama papanya, yang jelas kebohongannya dengan kedua orang tuanya tak dapat dihitung lagi. Namun, Velia ada alasan kuat untuk berbohong, walau sebenarnya berbohong bukanlah hal yang patut dilakukan terutama pada orang tua.

"Gak usah ngurusin aku, bisa 'kan, Kak?"

"Bukan ngurusin, tapi kamu udah bohongin mama sama papa. Kamu gak benar-benar diet, 'kan? Tubuh kamu sama sekali gak berubah," balas Sarah membuat Velia kembali tertawa.

"Bukan urusan Kak Sarah. Kalau pun nanti aku ketahuan bohong, itu udah konsekuensi yang aku terima."

"Kenapa harus bohong, Velia? Hah? Mama sama papa mau kamu bisa kayak—"

"Kayak apa? Kayak Kakak, gitu? Kayak Kak Sarah yang langsing, putih, sering perawatan, dan cantik. Kayak gitu?"

"Setidaknya kakak gak malu-maluin."

"Itu alasan aku bohong, untuk menjaga kesehatan mental aku yang selalu dihancurkan oleh keluarga laknat ini," balas Velia.

Mendengar kata keluarga laknat yang keluar dari mulut Velia, membuat Sarah geram dan langsung menampar pipi Velia keras, sehingga kening Velia terbentur dengan pintu kamar yang baru dibuka sedikit.

"Mulut kamu gak pernah dijaga. Filter dikit mulutnya," kata Sarah.

"Ngapain mulut harus difilter kalau kenyataannya gitu? Harusnya sikap kalian perlu diperbaiki."

"Kamu—" Sarah baru saja mengangkat tangannya, bersiap untuk memukul wajah Velia lagi, tetapi urung saat mendengar perkataan Velia.

"Kenapa? Mau pukul lagi? Ayo pukul!"

"Jangan egois, Velia."

"Aku bukan orang egois, tapi sikap kalian buat aku egois. Seharusnya yang kayak gini bisa buat Kak Sarah senang, gak ada saingan di keluarga. Aku heran sama mama papa, kenapa mereka sangat mau aku sempurna sedangkan mereka punya anak yang lebih sempurna?" tutur Velia membuat Sarah mengepalkan tangannya erat.

"Gak dianggap bahkan dibandingkan udah sering, aku biasa aja. Iya, biasa aja kelihatannya, tapi mentalku hancur karena ini. Aku berusaha menjaga mentalku dari keluarga ini, karena di sekolah pun mentalku udah dibuat hancur. Jadi, aku perlu jaga mentalku dari keluarga ini," lanjut Velia. Gadis itu tersenyum sinis pada Sarah.

"Aku harap Kak Sarah gak ikut campur sama urusan aku. Aku bohong karena menjaga mentalku. Jujur aja, aku di sini seakan gak dianggap. Kadang kalau kalian jalan-jalan aku gak diajak, aku gak masalah. Kalian bertiga kadang tiba-tiba udah di luar, aku gak masalah. Jadi berhenti ngurusin aku. Ini tubuhku, yang berhak atas tubuhku hanya aku."

Tiap-tiap penuturan Velia membuat Sarah tak dapat membalasnya, semua yang dikatakan Velia adalah fakta, dan dia tak bisa mengelak. Namun, mereka memiliki alasan tak mengajak Velia.

***

Yahoooo

Ada yang nungguin update gak nih?

Jangan lupa tinggalkan jejak yah

Bye bye

I'm (Not) FatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang