part 1

120 5 0
                                    

Author POV

"Sekarang aku masih ditaman.. Iya bentar lagi aku pulang.. Mm aku tau.. Iya aku pulang sekarang."

Nina bangkit dari kursi taman dan melangkah dengan perlahan. Sebelah tangannya memegangi ponsel yang ditempelkan ke telinga. Beberapa kali ia menghembuskan nafas panjang dan berlebihan. Telepon dari ibunya malah membuatnya semakin pusing.

"dav sudah dulu ya? aku capek sekali," Nina menyela ucapan david sahabatnya sejak SMA dan segera menutup teleponnya. Dengan kasar nina memasukkan ponselnya ke dalam tas selempanya.

Hari ini sungguh melelahkan sekali. Tadi pagi ia dimarahi dosen karena datang terlambat 5 menit karena alaramnya mati dan akhirnya ia harus membuat rangkuman materi sampai larut malam.

Keputusannya untuk kuliah di universitas favoritnya memang bukan keputusan yang mudah. Karena universitas itu berada di luar kota dan mengaruskannya untuk tinggal terpisah dari kedua orang tuanya. Dan masalah lainnya aku juga harus menyembunyikan identitas keluarga dinata yang aku sandang, oh betapa malang nian nasibku.

Suasana kota Bandung masih ramai padahal waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Keindahan kota Bandung sangat menghipnotis orang-orang untuk mengaguminya.

Nina berhenti di depan sebuah minimarket yang berada tepat di sebrang jalan apartemennya. Dengan langkah pasti ia masuk ke minimarket tersebut. Setelah menyapa bibi pemilik minimarket tersebut ia berjalan menuju rak keripik.

"Nah, neng tadi ada masalah apa kampus kampus?" Tanya bibi pemilik mini market setelah melihat 5 bungkus besar kripik kentang dan 3 bungkus kripik singkong yang ia letakkan di meja kasir.

"Enggak kok teh cuma buat cemilan kalo lagi buat tugas". Nina membuka tas selempangnya dan mencari dompet. Kemana dompet itu?

"Sebentar teh tadi saya udah saya masukin dompetnya..." Nina mengaduk-aduk dan mengeluarkan seluruh isi tasnya. Akan tetapi hasilnya nihil, ia tetap tidak bisa menemukan dompetnya.

Tiba-tiba ada orang yang mendorong nina. Dengan geram ia menepuk pundak laki-laki itu. Akan tetapi terus diabaikan. Dengan amarah yang berapai-api ia menjewer kuping pria itu.

Pria itu berbalik badan dan menunjukkan wajah memerah dan rahang yang mengeras.dengan menahan amarahnya ia berkata"Apa sih?"

"Oh, maaf om saya kira anda ngak bisa bahasa Indonesia. Itu..". kata nina sambil menunjuk poster bertuliskan "budayakan budidaya antri"

Dengan sikap datar pria tadi mengambil belanjaannya di atas kasir dan berdiri di belakang nina.

"aduh teh maaf ya dompet saya ketinggalan. Saya ambil ke apartemen dulu ya teh ". Pinta nina kepada bibi pemilik mini market.

"bibi belanjaan nona ini dihitung jadi satu saja sama belanjaan saya". Suara pria yang berdiri di belakang nina.

"oh, baik mas". Kata bibi pemilik mini market sembari menghitung semua harga barang belanjaan pria tadi.

"ngak usah repot-repot om apartemen saya ada di seberang jalan itu". tolak nina sambil menunjuk bangunan apartemennya.

"Dari tadi anda memanggil saya om? Saya belum setua itu asal anda tau". Balas pria tersebut dengan ekspresi jengkel.

"sekarang umur om berapa?'. Tanya nina dengan tampang jutek.

"23 tahun..". jawab pria tersebut tak kalah juteknya.

"kan emang lebih tua dari saya om. Saya aja belum genap 21 tahun". Ejek nina sambil menutup mata dan memeletkan lidahnya.

"Anak marmut buruan ambil barang belanjaan kamu! Kasihan orang lain pada antri". Balas pria misterius itu sembari keluar dari mini market tersebut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 21, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Ice DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang