Prince(ss) Hana =Queen=

149 12 2
                                    

                      = Prince(ss) Hana =

                              Queen

Author.

"Selamat pagi."

Sebuah troli mendorong masuk pintu kamar Hana, yang membawanya pun sudah tak asing lagi. Seorang lelaki berperawakan tinggi, badannya tegap dan rambutnya hitam mengkilap, tersisir rapih kebelakang. Laki-laki tampan itu adalah seorang kepala pelayan. Ia hanya setia melayani satu orang saja di Mansion ini.

Seperti biasa, kegiatan rutinnya adalah mengantarkan susu hangat dan kue-kue kecil ke kamar tuannya. Satu-satunya orang yang secara resmi mewarisi harta yang ditinggalkan tuan dan nyonya Aldwine.

Hana terduduk di kasurnya. Melihat lurus kedepan, tanpa berkedip.

"Tak bisa tidur lagi, Hana?"

Sebastian mendekatkan wajahnya kedepan Hana. Lingkaran hitam di bawah mata tuan putrinya, terlihat tipis namun jelas. Hana sudah tak tidur selama tiga hari.

Dada sang pelayan terasa sesak melihat keadaan orang yang paling dicintainya itu, kecantikan tuannya dirusak oleh lingkaran hitam di matanya. Tapi, itu tidak penting sekarang. Keadaan Hanalah yang nomer satu di pikirannya saat ini.

"Beristirahatlah, pejamkan matamu. Sebentar saja."

Bola matanya bergerak, perlahan melirik Sebastian di sampingnya.

Hana membuka mulutnya, bibirnya bergetar. "A... Aku melihatnya..."

Ekspresinya berubah, Hana seakan takut pada sesuatu, matanya berkaca-kaca.

"Apa yang kau lihat?" Sebastian berbisik lembut.

"Aku melihatnya..." Setetes air mata jatuh ke pipinya yang pucat. "Aku melihatnya..."

Sebastian tak bisa melihat Hana seperti

ini, keadaan Hana semakin memburuk setiap hari, membuatnya hampir tak bisa menyembunyikan perasaan sedihnya.

Setetes lagi air mata jatuh, sang pelayan hanya bisa mengusapnya dengan ibu jari. Bibir Hana tak berhenti gemetar, ia mulai terisak.

"Aku... melihatnya... Aku melihatnya... si tukang kebun... Aku melihatnya... dia disini... Aku takut." Hana mulai menangis lebih keras. "Dia disini... hiks... dia hancur, hiks... dia... menatapku... hiks, tapi... tapi... matanya tidak disana... aku takut, Sebaa... takut sekali... Huaaa."

Tangisan Hana memenuhi ruangan, tidak ada yang berani berkata-kata. Pelayan lain yang menunggu di luarpun semuanya terdiam.

"Hana..."

Sebastian memeluknya erat, membiarkan Hana menangis sejadinya. Sama seperti bertahun-tahun yang lalu, saat pembunuhan pertamanya, saat Hana ditinggalkan orang tuanya, saat semua kenyataan menyakitinya.

Sebastian akan ada disana, memeluknya, merasakan sakitnya. Dia akan merelakan apapun untuk kebahagiaan tuannya.

"Hana, dengarkan aku..." Ia membelai rambut tuan putrinya yang halus, mengkilap diterpa sinar matahari. "Yang kau lihat itu tidak nyata, tidak ada yang bisa menyakitimu. Tidak akan ada."

Isakkan Hana mulai berkurang, Sebastian tau tuannya sudah mulai tenang, walaupun masih ketakutan.

"A... Apa itu... Han..."

"Sshh..." Sebastian memeluknya lebih erat. "Jangan dipikirkan lagi, beristirahatlah. Aku akan ada di sampingmu. Tak ada yang perlu ditakutkan lagi."

Hana mengangguk kecil, respon itu membawa senyum dan rasa sedikit lega untuk pelayan setianya.

"Tapi... nanti malam, aku tidur bersamamu, ya? Aku tidak mau lagi tidur di kamar ini sendiri. Tidak mau."

Prince(ss) Hana (Remake)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang