26. Penyesalan

531 21 2
                                    

Setiap orang pasti ada masanya, dan
Setiap masa pasti ada orangnya.

•happy reading•

Rendi melajukan motornya dengan kecepatan tinggi, ia tadi di telpon oleh Dinda, di dalam sambungan itu Dinda terdengar seperti menahan tangisan membuat Rendi panik tak karuan. Dinda tidak mengucapkan sepatah dua patah kata pun, ia hanya mengeluarkan tangisan dalam diam.

Sedari tadi firasat Rendi memang sudah tak karuan, ia berpikir entah kemana yang mampu membuat nya panik.

"aish, sialan" umpat Rendi di dalam helm full face nya, ia mendapatkan lampu merah, padahal tinggal sedikit lagi ia bisa melewati nya ternyata lampu nya sudah lebih dulu berganti warna sebelum Rendi melewati nya.

Sekitar dua menit ia menunggu akhirnya lampu itu berubah menjadi warna hijau, ia lantas menancapkan gas motornya dengan kecepatan tinggi, sangat tinggi. Sesampainya di rumah sakit ia lantas pergi menuju kamar Jeno. Ia berlari tunggang langgang di koridor rumah sakit dengan tas punggung yang menemaninya.

Hingga ia sampai di depan kamar Jeno, ia melihat Dinda yang sedang duduk di atas kursi sambil memeluk kedua lututnya, Rendi lantas menghampiri Dinda dan memeluknya.

"kenapa?" tanya Rendi sambil mengusap punggung milik Dinda, Dinda menoleh ke arah Rendi lalu memperlihatkan wajah sembab nya karena habis menangis.

"m-mas J-jen, hiks"

"iya, Jeno kenapa?" tanya Rendi dengan perasaan yang deg deg an.

Dinda berusaha menetralkan napasnya lalu membuka suara "mas Jen tadi mimisan, terus tiba-tiba kejang" Rendi terkejut.

"terus di dalem ada siapa?"

"ada Dokter sama Zefa... mas, Dinda takut" Rendi lantas memeluk gadis nya itu, membiarkannya nangis di dalam pelukannya.

Rendi mengusap punggung milik Dinda berusaha menenangkan Dinda yang sedang menangis sesenggukan di dalam pelukannya.

cklek...

Pintu kamar rawat Jeno dibuka, menampilkan Dokter dan Zefa keluar dengan wajahnya yang tak karuan. Dinda lantas melepaskan pelukan itu dari Rendi, dan langsung menghadap ke kedua orang yang sedang berdiri itu.

"gimana Zef?" tanya Rendi yang harap-harap cemas. Zefa menundukkan kepalanya, air mata nya jatuh seketika bersamaan dengan ia menjatuhkan dirinya ke lantai yang dingin itu.

Dokter itu lantas membantu Zefa untuk berdiri, setelah Zefa berdiri ia lantas memberikan kesempatan untuk Rendi dan Dinda masuk ke dalam ruangan itu.

Dinda dan Rendi lantas melewati Zefa dan Dokter itu yang berada di depan pintu.

Alangkah kaget nya ketika Dinda dan Rendi memasuki ruangan yang berbau obat itu mereka lantas melihat brankar yang dilapisi kain putih.

Dinda lantas berlari ke arah brankar lalu membuka kain putih yang menyelimuti seluruh tubuh itu. Dengan tangan yang bergetar Dinda perlahan membuka kain itu dan menampilkan wajah Jeno yang terlihat pucat, dan sudah tak bernapas. Dan saat itu juga Dinda menjatuhkan dirinya di lantai.

"Jen, ini lo?" tanya Rendi dengan suara yang bergetar menahan tangis.

Ia lantas menghampiri Jeno yang sudah terbujur kaku disana, ia mengusap anak rambut Jeno lalu tersenyum pahit.

Dear Jeno [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang