Diary bergembok merah muda

3 1 0
                                    


Dua gadis kecil itu tertawa riang di ayunan taman, sore yang indah menambah suasana menyenangkan. Angin sepoi-sepoi membuka percakapan mereka kembali
“Ran, kamu udah kepikiran mau daftar ke SMP mana?” Tanya gadis kecil berambut pendek kepada temannya yang berkepang dua
“Belum sih, tapi aku mau satu SMP sama kamu aja Han! Kemanapun SMP yang aku daftar nanti, asal bareng kamu mah aku ayok aja” Seru temannya yang berkepang dua dengan senyum lebar
“Kalau gitu kita buat perjanjian ya! janji buat masuk SMP bareng, nantu kertasnya kita taruh di diary kita” Ajak gadis berambut pendek
“Ayuk! kebetulan aku lagi bawa bukunya nih. kita berdua harus janji ya!”
“Iya, kita janji ya. biar kuncinya yang bawa aku aja”
Gadis berambut pendek yang bernam Hana itupun tersipu bahagia, dia bersyukur memiliki sahabat seperti Rani. Sahabat yang selalu ada bersamanya
Setidaknya itulah yang Hana pikirkan 3 tahun lalu, tak lama dari percakapan mereka kemarin. Rani tiba-tiba pindah rumah tanpa mengabarinya sama sekali. Hati Hana retak seketika, merasa dikhianati oleh Rani yang pergi tanpa pamit. Padahal baru kemarin mereka berjanji untuk selalu bersama. Satu-satunya hal yang Hana dapat dari Rani hanyalah kunci diary berawarna merah muda milik mereka berdua, yang entah diary nya ada dimana, apakah dibawa Rani pergi, atau hilang dilupakan seketika
3 tahun berselang semenjak kepindahan Rani. Kini Hana telah menginjak kelas 9 SMP, Hana sudah melupakan semua tentang Rani, mencoba mengobati luka dalam akibat terkhianati
“Mahh, Hana berangkat dulu ya!!” Seru Hana yang sekarang sudah beranjak remaja, rambut Hana yang dulunya pendek sekarang telah memanjang, memaniskan paras cantik yang akan membuat semua orang menoleh apabila melihatnya
“Iyaa, hati-hati ya nak, jangan lupa dimakan bekalnya” Jawab Ibunya Hana yang sedang mencuci piring
“Pasti dihabiskan kok! masakan mamah kan paling enak” Balas Hana seraya berjalan keluar rumah, jarak antara sekolah dan rumah Hana memanh tidak jauh, karena itu Hana memutuskan untuk berjalan kaki saja
Hana sampai di gerbang sekolah tepat sebelum gerbang ditutup. Memang benar kata orang, kalau rumahmu dekat dari sekolah sudah pasti akan berangkat “ngaret” alias santai-santai. Akibatnya Hana seringkali hampir terlambat masuk sekolah, walau akhirnya tetap tidak pernah. Keberuntungan Hana memang hebat disaat-saat seperti itu
“Waduh dek Hana, seperti biasa nih. Selalu saja sampai saat bel masuk hampir berbunyi” Tawa satpam sekolah yang ingin menutup gerbang sambil menggeleng-gelengkan kepala
“Hehehe.. biasa lah pak, lagipula selama saya tidak telat gapapa kan” Gurau Hana pada pak satpam
“Memang dek Hana ini santai sekali ya anaknya.. yasudah, masuk kelas cepat, keburu bel masuk berbunyi”
“Siap pak, terimakasih. Saya masuk dulu ya”
Hana berlari menuju kelasnya, dia menyusuri lorong berpacu dengan waktu yang sebentar lagi menunjukkan bel masuk. Dengan lihai Hana menghindari tong sampah dan halangan lainnya.
“Huft.. sampai juga, untung selamat” Hela Hana yang sudah sampai di kursinya
Tepat 5 detik setelah helaan Hana, bel tanda masuk berbunyi nyaring “RINGGGG!!!”
“Wah si putri tukang telat udah dateng nih” Ucap teman sebangku Hana yang bernama Kinan
“Enak saja, aku ga pernah telat nih, cuma hampir telat aja sih” Balas Hana bangga
Kinan hanya tertawa mendengar jawaban teman sebangkunya itu. Tak lama kemudian guru kelas datang dan pelajaran pun dimulai, membuat Hana dan Kinan harus menyudahi percakapan mereka
Jam menunjukkan waktu untuk istirahat, seperti biasa. Hana akan mengajak Kinan ke kantin untuk mengisi perut mereka. Kebetulan pelajaran tadi adalah mata pelajaran matematika yang membuat otak mereka berpikir keras hingga perut keroncongan.
Suasana kantin ramai dan padat, menyulitkan Hana dan Kinan untuk memesan makanan, mereka akhirnya memutuskan untuk menepi dahulu menunggu agar keramaian berkurangm
“Mending kita duduk aja dulu, kalau udah ga rame lagi baru kita pesen makan” Anak Kinan
“Yaudah deh, gimana lagi” Jawab Hana
Mereka menepi dan memperhatikan orang-orang yang lewat, berharap antrian dan keramaian di kantin segera mereda agar memudahkan mereka untuk memesan makanan.
Hana termangu melihat kerumunan, menahan lapar dan keinginan untuk membeli mie ayam yang sudah dia dambakan sejak pelajaran matematika dimulai. Dia hanya menatap keramaian, sampai.
Hana memincingkan matanya, berusaha memastikan apa yang dia lihat itu benar. Hana baru sadar melihat wajah yang familiar diantara keramaian kantin, wajah yang tidak ingin dia lihat lagi, wajah dari orang yang dia benci karena telah dikhianati. Hingga akhirnya Hana dapat melihat wajah orang itu dengan jelas, orang itu sedang tertawa dengan orang lain yang sepertinya adalah temannya, Hana menyikut lengan Kinan yang juga sedang termangu kemudian berbisik.
“Kin, Kin!! liat deh, itu siapa ya? kok aku baru liat wajahnya dilingkungan sekolah ini, perasaan bukan anak kelas sebelah juga?” Bisikku pada Kinan sambil menunjuk orang yang dia lihat tadi
“Oh itu? itumah anak baru dari kelas sebelah, kalau ga salah baru pindah kesini dan masuk ke kelas sebelah hari ini. Kamu ini ya, emang suka ketinggalan berita” Jelas Kinan dengan nada rendah
“Eumm.. nama dia emang siapa Kin?” Tanya Hana kembali
“Seinget aku namanya Rani” Jawab Kinan
DEG!
Hati Hana seolah dibanting kencang, orang yang sangat ingin dia lupakan kembali lagi. Lebih buruknya sekarang mereka satu sekolah, membuat Hana mengingat luka di masa lalu.
“Han!! kamu mau kemana?! kok tiba-tiba lari?!” Kaget Kinan yang melihat Hana tiba-tiba berlari pergi dari kantin, Kinan yang kebingungan menyeru Hana untuk kembali, namun seruan Kinan kalah dengan cepatnya lari Hana. Membuat usaha Kinan sia-sia dan hanya meninggalkan keheranan.
Hana berlari kembali ke kelas, mencoba mencerna apa yang baru saja dia lihat. Rani kembali, setelah meninggalkan Hana sendiri Rani kembali, bahkan kembalinya Rani sama tiba-tiba nya dengan kepergian Rani dulu, membuat Hana merasa dipermainkan. Apakah persahabatan mereka dahulu tidak sepenting itu? hingga Rani tetap dapat kembali dengan tawa tanpa mengingat bahwa ada Hana juga disini. Sekali lagi Hana terjatuh pada perasaan terkhianati.
  Waktu berjalan begitu lambat, Seharian Hana hanya berdiam diri di kelas, bahkan berbicara saja tidak. Kinan yang khawatir mencoba membujuk bertanya, penasaran apa yang terjadi dengan temannya tiba-tiba.
“Hana.. kamu kenapa diem aja seharian ini? tadi pas istirahat juga lari tiba-tiba? kamu sakit? aku khawatir banget soalnya” Tanya Kinan sambil mengelus punggung belakang Hana yang masih tertunduk di meja.
Tidak ada jawaban dari yang ditanya, Hana hanya terdiam menyikap tangan di meja. Kinan yang melihat itupun menyerah untuk bertanya. Mungkin teman sebangkunya ini hanya ingin ketenangan tanpa pertanyaan.
Hingga bel tanda pulang berbunyi, memaksa Hana mau tak mau untuk keluar dari kelas karena jam sekolah telah usai. Dengan berat hati Hana berjalan mendekati pintu kelas, menengok kekanan kekiri memastikan tidak bertemu wajah orang yang dibencinya.
Setelah yakin akhirnya iapun berjalan keluar dari kelas, dengan kepala tertunduk melihat ujung sepatu sepanjang jalan pulang. Berbagai ingatan masa kecil berputar dikepala, jika boleh jujur Hana sejujurnya sangat bahagia dapat melihat Rani kembali, namun disaat bersamaan Hana juga sangat tersakiti. Mengapa Rani harus kembali sekarang? Harus kembali disaat Hana masih berada di SMP impian mereka berdua, kembali tanpa mengabari sama seperti kepergiannya, kembali dengan tawa seolah melupakan Hana. Jika Rani kembali kesini bukankah harusnya Rani tau kalau masih ada Hana, kalau begitu mengapa Rani tidak mencari Hana? Sejuta perasaan menggebu dalam hati Hana, hingga tanpa sadar rintik air mata membasahi pipinya yang memerah.
Hana menyela ke taman yang ia lewati, taman tempat ia dan Rani bermain dahulu, ia mengelap air mata yang sebenarnya sudah ia bendung sejak waktu istirahat tadi. Dia tidak dapat pulang dengan mata sembab, atau  ibunya akan bertanya khawatir. Hana duduk di satu ayunan dengan isak yang sangat hening, orang yang lewat pun tak akan sadar kalau Hana menangis, karena dia berusaha mengheningkan tangisnya bagaimana pun caranya.
Suara ayunan yang menganyun lambat memecahkan sepi nya sore itu. Langit sudah semakin gelap, namun Hana belum juga beranjak dari ayunan. Dia menoleh ke ayunan di sebelah nya yang kosong, hanya menyisakan dia sendiri disana.
Saat sibuk berayun sendiri tanpa sengaja Hana melihat seseorang berlari ke arahnya, seorang gadis dengan napas ngos-ngosan yang membawa sebuah buku. Samar-samar orang yang berlari kearah Hana itu mulai terlihat lebih jelas, membuat Hana tercengang setelah sadar akan siapa yang dia lihat. Itu adalah Rani. Rani berlari kearahnya dengan tampang kelelahan seolah telah berlari mengitari lapangan.
Hana yang kaget segera bangun dari ayunan, tentu saja ia tidak mau bertemu dengan Rani, dia saja sudah mati-matian menghindari Rani saat disekolah. Tepat sebelum Hana dapat berlari, seseorang menahan lengannya, membuat Hana terdiam dan tak bisa bergerak.
Orang yang memegang lengan Hana membelakanginya, Hana hanya diam menolak untuk menoleh kebelakang, ia sudah mengetahui siapa orang yang sedang memegang lengannya.
“Hana.. ini aku Rani” Melas Rani yang sedang menahan lengan Hana
Hana hanya memaku tidak menjawab, menoleh juga tidak. Suara baru saja Hana dengar adalah suara yang paling dia tidak ingin dia dengar kembali, suara yang ingin dia buang jauh-jauh.
“Han.. liat aku dong, aku mau bilang sesuatu.. aku mau minta maaf” Bujuk Rani kembali
Hana pun akhirnya berbalik, namun ia masih menundukkan pandangannya, menolah menatap wajah Rani secara langsung.
“Aku minta maaf sudah pergi tanpa pamit.. dan kembali tanpa ngabarin kamu, kamu pasti sakit hati kan? aku minta maaf, saat disekolah aku ingin sekali menyapa mu, tapi aku terlalu takut. Aku takut karena aku udah nyakitin kamu” Ucap Rani dengan mata berkunang-kunang.
Hana masih diam memberi kesempatan Rani untuk melanjutkan
“Banyak hal yang terjadi 3 tahun lalu sampai aku tak bisa mengabarimu terlebih dulu.. bahkan pindahnya rumah aku juga hal yang tidak direncanakan Han.. itu tiba-tiba, karena itu aku tak sempat mengabarimu” Lanjut Rani
Hana menaikkan pandangannya, menatap mata sahabat lamanya itu yang telah memerah, memaksa Hana membuka kata
“Kamu kan bisa setidaknya mengirimi aku surat, atau setidaknya memberi tau orang lain agar aku juga tau. Apa kamu tau seberapa putus asa nya aku dulu? Aku mati-matian mencari alamat rumah barumu, aku gila-gilaan menulis surat yang tidak akan pernah sampai padamu, karena aku sendiri tidak tau kamu ada dimana, dan sekarang kau tiba-tiba kembali, kamu kira ini mudah bagiku?!” Balas Hana dengan sedikit menaikkan nada suaranya, seolah seluruh emosi dan hatinya tumpaj tak dapat lagi ia tahan
“Aku tau kamu sudah tidak peduli tentang persahabatan kita kan?! Kamu bahkan bisa tertawa dengan teman lain mu di sekolah, padahal kamu tau ada aku juga disekolah, namun kau tidak sedikitpun peduli. Kamu sudah tidak acuh kan!” Lanjut Hana penuh emosi
“Bukan begitu! aku bukannya tidak peduli.. namun aku terlalu lemah Han, aku ga punya keberanian sama sekali untik menyapa kamu kembali, aku juga memiliki alasan mengapa tak dapat mengirimi mu surat.. rumah yang aku tempati berada di kampung pelosok, pos surat belum ada disana. Maaf sudah membuatmu merasa dilupakan, namun aku tidak sedikitpun melupakan persahabatan kita Han.. aku jujur dari hati. Aku tau kamu membenciku Hana” Sanggah Rani dengan isak
“Ini adalah bukti dari perkataan ku, bukti kalau aku masih menyayangi persahabatan kita” Kata Rani seraya menyodorkan sebuah buku dengan gembok merah muda
Hana pun langsung sadar, buku itu adalah buku diary persahabatan mereka, buku yang ia kira telah hilang. Dengan cepat Hana pun membuka tas sekolahnya, mengeluarkan sesuatu dari dalam tempat pensil.
Sebuah kunci berwarna merah muda yang selalu ia bawa kemanapun, kunci itu adalah kunci pembuka gembok diary lama mereka berdua. Melihat itupun mereka diam dan tersadar. Hana yang melihat Rani ternyata masih menyimpan diary mereka menyadarkan dia bahwa Rani sama sekali tidak melupakan persahabatan mereka, Rani masih merawat diary itu hingga sekarang. Rani yang melihat Hana masih menyimpan kunci dari diary mereka menjadi tau, bahwa Hana tidak sepenuhnya membenci dirinya
Hana dan Rani bertatapan dengan mata sembab, mereka berdua kemudian sadar, kalau memang mereka berdua masih menyayangi, sekalipun itu sudah lewat 3 tahun, sekalipun Rani telah menyakiti Hana, sekalipun Hana beranggapan bahwa dia membenci Rani. Sebenarnya mereka memang masih peduli satu sama lain, layaknya sebuah persahabatan abadi, renggang nya mereka selama 3 tahun ternyata tidak pernah merubah perasaan persahabatan mereka sama sekali
Hana kemudian memeluk Rani erat, melepas rindu 3 tahun yang tak terelakan, membuat mereka berdua terisak kembali dengan pelukan hangat yang mengingatkan ke masa lalu. Rani membalas pelukan Hana tak kalah eratnya, mencurahkan segala perasaan yang tertahan selama ini
“Ran, aku sudah memaafkan kamu sejak lama, sejujurnya aku juga tak pernah membencimu sedikitpun.. maaf sudah mengataka. kalau kamu ga peduli, kuharap kita masih tetap bersahabat seperti dahulu” Rintih Hana pada Rani
“Gak Han, memang aku yang harusnya minta maaf. Dan iya, kita masih dan akan selalu bisa bersahabat seperti dulu hingga nanti”
Mereka berdua melempar senyum untuk satu sama lain, lega akhirnya dapat berdamai dengan keadaan, dan senang dapat kembali seperti dulu lagi
Rani pun duduk di ayunan yang berada di sebelah Hana, membuat Hana ikut duduk. Mereka berdua memutuskan untuk membuka diary bergembok itu, membuka masa lalu yang adalah kenangan indah bagi mereka
Isi diary itu tidak lain dan tidak bukan adalah foto-foto lama mereka, juga berisi surat yang mereka satu sama lain. Dan juga kertas dengan tulisan janji persahabatan mereka. Sore itu mereka berayun-ayun berdua di ayunan taman, sama persis dengan yang mereka lakukan 3 tahun lalu
Seolah baru kemarin mereka adalah gadis berambut pendek dan gadis berkepang dua, mereka bercakap dan bercanda berdua seperti waktu berpisah 3 tahun itu tidak pernah ada diantara mereka

2: Kita dan Putih BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang