Pukul 10.00, masih terlalu pagi untuk bangun tidur di hari minggu. Kinan melanjutkan rutinitas minggu paginya yaitu menggeliat-liat di kasur, merenggangkan otot-otot badannya yang tegang setelah selama enam hari belakangan badannya dihajar deadline progress pembayaran proyek.
Kinan kembali memeluk bantal guling, enggan berpisah dari lembutnya. Rasanya tidak rela untuk bangun lebih pagi di waktu libur, kapan lagi dia bisa bangun siang kecuali di hari minggu. Setelah enam hari dia harus bangun sebelum ayam mulai berkokok, kini waktunya balas dendam.
Kinan berniat untuk tidur hingga pukul satu siang agar nantinya langsung cus cari makan siang di luar. Biasanya kalau minggu, warteg Bu Marni ada menu ayam geprek cabe ijo. Memikirkannya saja sudah membuat mulut berliur, menambah keindahan hari minggu saat ini.
Dua tahun sudah Kinan merantau ke Kota Tegal, tinggal di sebuah rumah tua di gudang pabrik getuk goreng milik Pak Haji Kusno yang terkenal angker oleh warga sekitar.
Tetapi tidak terbukti, tidak pernah ada makhluk tak kasat mata yang mengganggunya. Seperti yang dikatakan orang-orang ada sosok mbak kunti yang suka nyanyi atau nangis malam-malam, Kinan tak pernah mendengarnya malahan suara nyanyian Mbok Siah, istri kedua Pak Kusno yang justru mengganggunya. Gak kenal siang atau malam nembang lagu jawa tetap nomor satu bagi Mbok Siah, bisa jadi suara nembang beliau ini yang dianggap suara mbak kunti oleh warga.
Duh! Yang benar saja.
Suara nembang Mbok Siah sudah mulai terdengar dari balik tembok keropos pembatas antara Gudang getuk dan ruang kamar Kinan. Gadis itu menutupi telinga dengan bantal, menolak untuk membuka mata. Bisa-bisanya suara nembang Mbok Siah jauh lebih keras dari alarm.
"Mbok bisa gak kalau minggu nembangnya berhenti dulu?" Kinan meringis.
Gadis itu terpaksa bangun, menyeret-nyeret kakinya menuju kamar mandi, membasuh wajahnya.
"Seperti biasa, Kinanti Pramesti anak baik dan sabar," ada penekanan sedikit saat mengucapkan 'sabar'. Kinan memandang wajahnya di cermin. "Kamu cantik, Kinan." pungkasnya.
Gak apa-apa lah, percaya diri untuk penampilannya sedikit. Meskipun tanpa polesan bedak dan lipstick Kinan tetap yakin dirinya sudah cantik, karena memiliki wajah gadis Bundanya, jebolan finalis Puteri Jateng dan campuran Indonesia-Pakistan dari mendiang Papanya. Bisa dibilang wajahnya mirip sama Katrina Kaif saat muda hanya saja wajahnya lebih mungil, hidungnya tidak begitu mancung, kulitnya kuning langsat khas wanita asia Tenggara. Rambutnya yang panjang diwarnai coklat tua, tebal dan bergelombang.
Kinan membuka tirai jendela kamarnya, membiarkan cahaya matahari meredup menembus kasurnya. Matanya menyipit terkena terik matahari, tak disangka matahari sudah naik, hawa panasnya kian menyebar keseluruh ruangan lagi-lagi Kinan meringis sedih rencana bangun siangnya gagal. Untuk mengobati kesedihannya paling tidak dia harus makan ayam geprek Bu Marni. Wajahnya langsung sumringah, gadis itu mencepol rambutnya dengan jedai, bergegas menuju warteg andalannya.
berjalan mengendap-endap membuka pintu perlahan, jangan sampai minggu indahnya gagal total. Kalau sampai Mbok Siah tahu pagi ini Kinan sudah bangun pasti dia akan dimintai tolong memotong kacang tanah bakal peyek yang bisa memakan waktu dua sampai empat jam duduk di lantai tanpa sandaran, gak kebayang rasa pegelnya.
Aman, Mbok Siah masih di dapur. Penglihatannya dari sisi halaman bagian kanan Gudang getuk itu kosong, gak ada Pak Kusno juga. Kinan lantas bergegas melintasi halaman, aroma dari ayam geprek Bu Marni sudah tercium, cacing di perutnya sudah berdemo minta dikasih makan.
"Mbak Kinan!" seorang wanita menepuk bahu Kinan dari belakang.
Kinan melompat sedikit, memegangi dadanya. Mateng, dia tertangkap basah. Suara memekik itu milik Tiara anak gadis Mbok Siah yang sering berkeliaran entah berantah kemana saja. Usianya masih 15 tahun tapi kerjaannya hanya bikin ruwet masalah di gudang getuk saja. Suara teriakan atau barang dilempar adalah hal yang biasa terdengar jika Tiara sedang bertengkar dengan si mboknya.
"Mau ke mana?" Tiara menyenggol mengalungkan tangannya ke lengan Kinan.
Kinan melengos, enggan menjawab. Kalau saja bocah ingusan ini tahu dia pergi ke warung Bu Marni pastinya Tiara tidak akan membiarkannya makan dengan tenang, tetapi jika tidak diberi tahu justru Tiara akan menumbalkan dirinya untuk memotong kacang.
"Mau beli es susu di Bu Marni." Kinan ogah-ogahan menjawab.
"Gak beli ayam geprek juga tah?"
Kinan mendengus kesal. "Iya, beli juga sekalian."
Tiara melompat kegirangan, melompat ke hadapan Kinan. "Biar Tiara aja yang beliin Mbak. Mbak Kinan tunggu aja di rumah."
Ada apa dengan bocah ini? tiba-tiba mendadak baik, apa kena pukulan panci dari Mbok Siah makanya berubah atau diam-diam ada maunya. Kinan menatap sinis Tiara.
"Ada apa sama kamu nih?" tanya Kinan mencium bau mencurigakan.
"Mbak tuh ya! Aku niat baik malah ditanya-tanya." Tiara menekuk mukanya. "Sebenarnya memang ada sesuatu sih, Mbak."
Sudah kuduga, batin Kinan.
"Kakak tiri aku lagi di rumah, Mbak. Baru saja datang kemarin malam dari Malaysia, si anak kesayangan si Mbok, semua kemauannya sudah terwujud tanpa diucap, Mbak."
"Siapa?" Kinan mendelik. Dia baru tahu jika Tiara punya kakak tiri.
"Itu lho Mbak, anak si mbok dari suami pertamanya. Beda bapak sama aku,"
Percuma Kinan memotong pembicaraan lebih baik pura-pura saja menyimak meski terpaksa membiarkan Tiara terus mengoceh sepanjang jalannya hingga sampai ke warung Bu Marni, lagi pula anak itu tidak akan bungkam meski Kinan tidak mendengarkan semua keluh kesahnya dengan jelas nanti juga Tiara akan diam kala kenyang atau ada permintaan yang terwujud.
"Contohnya aja, Mbak. Pagi ini aku lagi pengen maem lontong sayur eh si mbok malah masak sroto, mana selera aku, Mbak. Katanya itu kesukaan si anak itu."
"Bu Marni, Ayam geprek dua porsi sama es susu?" Kinan menyenggol lengan Tiara.
"Es susu juga, Bu." Tiara berhenti menjelaskan sejenak. "Jangan dikasih gula lagi ya, Bu." lanjutnya.
"Kata Bapak, kakak tiriku ke sini itu karena ditinggal nikah, Mbak. Makanya perlu dihibur sama si mbok. Mana itu anak nurut banget sama si mbok lagi, Mbak. Habis aku dibanding-bandingin sama dia, Mbak. Yang paling nyebelinnya Mbak, dia juga ikut nasehatin aku kayak si mbok."
"Ya, bagus dong. Dimana-mana emang anak itu harus nurut sama orang tua, bukannya ngelawan tiap dikasih tahu. Pantesan saja aku gak denger suara sutil dilempar atau barang jatuh pagi ini, cuma suara nembang saja." jawab Kinan.
Kinan memilih duduk di kursi pada meja paling pojok, membuka bungkusan keripik bawang untuk merenggangkan rahangnya yang masih kaku selepas tidur tadi. Tiara sudah duduk, ikut memakan kripik bawang tanpa ditawarkan. Kinan sudah tidak heran dengan kelakuan bocah itu.
"Wah, itu sih dari sebelum subuh aku sudah perang batin sama si mbok, tanpa suara tapi saling menyakiti."
"Alah gayamu." Kinan mengipas-ngipas lehernya.
"Bapak mau cariin dia calon, Mbak. Aku disuruh bantuin, tapi aku ada janji nonton bareng Dwi." Tiara memasang muka melasnya.
"Nggak!" Kinan dengan sigap menggeleng. Tidak akan dia biarkan seluruh anggota keluarga Kusno itu mengganggu minggu indahnya.
"Ayam geprek dua, es susu dua. Yang gelas biru gak manis ya, Mbak-Mbak."
Kinan membaca doa makan kemudian mulai menyantap hidangannya, begitupun dengan Tiara tidak perlu disuruh dia sudah duluan makan, entah baca doa makan atau tidak. Sepertinya dia tidak begitu peduli yang penting perutnya kenyang.
"Tiara totok wajah gratis selama seminggu deh, Mbak. Sama aku kasih member VIP untuk Tiara salon, tapi kalau nanti Bapak jadi bukain aku salon."
Kinan menghela napas panjang, makin hari dirinya dibuat heran mendengar khayalan bocah dihadapannya ini. Menawarkan hal yang tidak-tidak. Kinan tidak akan percaya dengan bulannya.
"Pijat kaki deh, Mbak." Tiara hampir menyemburkan nasi di mulutnya.
"Deal!" tegas Kinan. Dia tidak akan menolak perihal pijat kaki, di usia 23 tahun kakinya gampang pegal. Dulu saat sakit Tiara pernah memijat kakinya rasanya juga lumayan, jadi dengan cepat Kinan menyetujui penawaran bocah itu.
"Oke, selepas dzuhur ke rumah ya, Mbak." ucap Tiara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ku Mohon, Jangan Dulu Hari Senin (Kinan. Vers)
Teen FictionBerharap mendapat ketenangan di hari libur, Kinan malah harus terlibat serangkaian kejadian dengan keluarga Pak Kusno, sang pemilik rumah kontrakan di belakang gudang getuk goreng. Mulai dari saat Kinan bangun tidur karena suara nembang dari Mbok Si...