5. KU MOHON, JANGAN DULU HARI SENIN

32 14 7
                                    

"Balik lagi ke pembahasan rahasia dari kacang hijau ya, lo dengerin gue kan?" tanya Kinan memastikan jika lawan bicaranya itu tidak acuh.

Sementara Juan lawan bicaranya sibuk ngadem, mengarahkan kipas angin portable mini ke wajahnya yang memerah seperti kepiting rebus. Tegal malam ini terasa panas sekali, padahal sore tadi kelihatannya mendung. Bapak tirinya juga sudah memperkirakan akan turun hujan malam ini. Kembali ke hukum sesungguhnya, manusia hanya dapat berencana yang menentukan tetap Yang Maha Pencipta.

"Gue itu anak terakhir dari dua bersaudara, abang gue sudah berkeluarga tinggal di Aceh sama istri dan anak-anaknya. Otomatis di rumah itu kita cuma bertiga, Gue, Bunda sama Papa. Gue deket sama bunda tapi nggak sama papa,"

Kinan menarik napas panjang, melanjutkan. "Papa gue itu tipikal, bapak-bapak cuek tapi peduli gaulnya act of service, jatuhnya kikuk sama anaknya. Sehabis lulus kuliah S1 manajemen, gue gak langsung dapet kerja. Nganggur cukup lama kayaknya enam apa lima bulan sekitaran gitu deh,"

"Lo dengerin gue gak?" tanya Kinan sewot.

"Ya, gue dengerin. ampun...ini cewek apa raja hutan dah." Juan mengeluh, menderita.

"Emang siapa?"

"Musang."

"Seriusan? Kok gue baru tahu ya?" kening Kinan mengernyit.

"Besok, besok kalau dikasih permen sama orang gak di kenal jangan di terima ya." ucap Juan gemas.

"Udah... udah lanjutin aja, habis lo nganggur?"

"Gue akhirnya dapat pekerjaan di Trisula, Perusahaan mebel khusus interior. Jaraknya sepuluh menit dari gudang getuk, tapi jarak dari rumah gue ke kantor dua puluh dua kilometer. Itu yang ngebuat gue ngontrak di rumah belakang. Walaupun bunda dan papa gue setuju-setuju saja kalau gue ngontrak sendiri. Terus namanya juga orang tua ya, bunda sering datang berkunjung sendiri tanpa papa."

"Sebagai karyawan baru, gue gak pernah pulang lebih awal sebelum para senior gue pulang. Sampai suatu saat gerd gue kambuh tengah malam," suara Kinan mulai terdengar parau, Juan memperhatikannya, ekspresinya serius. "Bokap gue datang, beliau bawain gue kacang hijau. Makanan kesukaan gue,"

"Dan entah kenapa di hari itu gue yang ngerasa emosional, mellow dan bawaanya sedih. Ngeliat bokap perhatian bawain gue burjo tengah malam, bawaanya mau nangis saja, karena beliau beli cuma satu, alhasil sebungkus gue bagi jadi dua di gelas. Papa gak komentar apa-apa hanya makan, terus nyuruh gue minum obat dan tidur lagi. Papa keluar pamitan dengan Pak Kusno, gue gak tau kalau malam itu terakhir kali gue ketemu, kalau gue tahu, gue...."

Kinan mengatur nafasnya.

"Gue gak akan tidur, gue bakal minta papa nginep di rumah Pak Kusno. Sebisa mungkin gue ulur waktu supaya papa gak pulang malem itu juga. Gue gak punya firasat atau tanda apalah yang bisa menandai kalau papa bakalan meninggal malam itu. alhasil, bokap gue kecelakaan ketabrak dua anak muda bego yang lagi mabok."

Gadis itu menghela nafasnya panjang, bulir air mata mengalir jatuh ke dalam mangkuk. Air matanya bercampur dengan bubur kacang hijaunya.

"Gue pulang dianterin sama Pak Kusno, Mbok Siah, dan Tiara yang baru saja masuk SMP kala itu, produksi getuk diberhentikan selama seminggu. Keluarga lo ikut bantuin keluarga gue yang masih berkabung. Hari ketiga setelah bapak dikubur, bunda gue masak kacang ijo, dan gue baru tahu fakta kecil tapi berpengaruh besar buat diri gue,"

Kinan melanjutkan. "Fakta kalau bokap itu gak suka sama kacang hijau," 

"mau dipaksa makan seperti apapun tetap saja tenggorokan beliau menolak untuk menelan makanan itu. Tapi malam itu bokap gue makan tanpa protes, habis gak ada sisa, yang sisa cuma luka gue aja. Gue ngerasa malu buat pulang ke rumah, malu sama papa yang begitu perhatian ke gue. Sedangkan gue nya? Papanya gak suka kacang hijau aja, gue gak tahu."

Ku Mohon, Jangan Dulu Hari Senin (Kinan. Vers)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang