Pagi hari yang sejuk setelah semalam diguyur hujan deras dan petir yg saling sahut menyahut memekakkan telinga. Hanenda telah usai melaksanakan ibadah shalat subuhnya. Meski agak telat sedikit tapi dirinya tetap melaksanakan kewajibannya.
Dirinya sekarang menengok kearah kasur king size nya, terlihat seonggok lelaki muda yang sedang lelap ditengah tidurnya. Nafasnya yang pendek-pendek dan kadang dengkuran halusnya terdengar. Wajahnya yang damai, dan mulutnya yang terbuka sedikit menampilkan gigi kelincinya yang lucu.
Melihat kekasihnya tertidur lelap dengan damai membuat kelegaan dihatinya. Pikirannya pun melayang jauh. Berandai-andai. Menghayal keseberang semesta. Apakah wajah itu akan damai selalu dimasa mendatang? Wajah yang lugu nan polos itu akan kah tetap menampakkan senyumannya?
Lama dia menatap dunianya. Sampai-sampai dia terkagetkan oleh dering gawai kepunyaannya. Cepat-cepat dia mengangkat panggilan itu. Tak ingin dunianya terbangun dan merasakan kenyataan yang pahit.
Hahhhh, pagi yang indah damai dan sejuk ini terganggu akan panggilan dari seseorang yang dia lupakan keberadaannya. Saking tidak pentingnya orang itu dihidup Hanenda. Lama dia menimang, apakah harus dia jawab panggilan itu atau ditolaknya saja. Untung saat ini, Hanenda sudah tidak berada dalam kamarnya, setidaknya dia tidak akan mengganggu kekasihnya itu.
Di deringan ke sembilan, Hanenda pun memutuskan untuk menjawab panggilan.
"Assalamu alaikum iya Ajeng kenapa?"
Iya, yang menelepon Hanenda pagi buta ini seorang wanita bernama Ajeng. Wanita muda, pilihan orang tua nya, calon istrinya.
"Waalaikumussalam Mas Endah, maaf Mas, Ajeng ganggu ta?. Mas masih tidurkah?"
"Tidak. Saya baru selesai shalat subuh. Ada apa?"
Tidak kah Ajeng menyadari betapa dinginnya suara Hanenda saat ini, sedingin AC 1 Pk."Ah, ndak Mas, aku hanya ingin nelepon Mas, mengingatkan Mas untuk shalat subuh. Semalam Bunda berpesan untuk bangunkan Mas Endah, takutnya Mas lupa".
"Terima kasih tapi saya bisa sendiri bangunnya. Toh alarm juga ada. Insyaa Allah kalau niat kita dari semalam dibangunkan untuk shalat subuh pasti Allah bangunkan kita."
"Hahaha iya sih Mas. Hmmm habis ini Mas mau ngapain ta, ndak joging atau kemana Mas? Bunda juga berpesan, ajakin Mas kemana gitu. Kata Bunda mumpung besok semingguan Mas libur karena habis ujian. Hallo, Mas, Mas Endah"
Hanenda yang tidak konsentrasi saat berbicara dengan Ajeng karena terdistraksi oleh telepon genggam kepunyaan Joel yang ternyata sudah sangat hancur dimana-mana, mendelik kearah layar teleponnya. Ahh ternyata Ajeng masih meneleponnya.
"Maaf. Saya sudah ada rencana sampai minggu depan. Tolong kamu sampaikan ke Bunda, saya tidak bisa menemani beliau dan kamu untuk kemana-mana. Setidaknya sampai nanti malam selesai acara di Yayasan. Maaf" Dengan sopan Hanenda menolak bujukan Ajeng yang mengajaknya. Toh dirinya sudah berjanji untuk berlibur dengan Joel kekasihnya.
"Ajeng, Mas tutup teleponnya, Mas mau mengkaji buku untuk disampaikan di acara sebentar malam. Assalamu alaikum"
Belum sempat Ajeng menjawab salam Hanenda, dirinya sudah menutup telepon itu dengan tergesa-gesa. Dia tidak mau Joel-nya nanti mendengar pembicaraan itu dan membuat Joel salah paham.Hanenda bernafas panjang. Dia pun membuka jendela di teras apartemennya. Hembusan angin dingin pun menyapa wajah dan tubuh Hanenda. Tapi karena dirinya terlalu larut dengan pikiran-pikiran, dia tidak merasakan dingin yang ada hanya kekalutan makin merajai pikirannya.
Ada beberapa menit dia berdiam diri, bertafakkur di teras, sinar matahari pagi yang berkilau menyinari menembus kumpulan awan kelabu sisa hujan semalam. Ada setitik cahaya menyilaukan menerpa wajahnya. Dirinya pun tersadar dari lamunan.
Ahhh ternyata dibalik awan kelabu tersimpan cahaya Ilahi seputih perak, berkilauan, yang mampu menghangatkan dunia, menghilangkan kegelapan, mendatangkan kebahagiaan. Hanenda percaya, dibalik apa yang terjadi antara dirinya dan Joel, ada hikmah yang akan terpetik untuknya dan juga Joel. Entah apakah itu, dan kapan itu akan dia temukan, akan Hanenda tunggu dengan kesabaran.
Angka jarum jam sudah menunjukkan 08.00 pagi hari. Pantas matahari mulai timbul cahayanya. Cuaca pun mulai menghangat. Mengalahkan dinginnya terpaan hujan semalam. Hanenda pun segera membuka layanan aplikasi pesan makanan secara online. Diketuknya gawai mahalnya itu, dan memilih-milih beberapa menu yang sekiranya Joel bakalan suka.
Dirinya pun sudah memesan dan sembari menunggu datangnya pesanan makanannya, Hanenda mulai membuka laptop bergambar buah. Disampingnya terdapat beberapa buku yang menjadi referensi untuknya diacara seminar yang yayasan keluarganya akan selenggarakan nanti malam.
Ada sekitar 20 menit dan pesanan makanan Hanenda telah datang. Hanenda pun bergegas ke arah meja besar didapurnya, dan dia mulai menata makanan itu dengan ala kadarnya. Maklumi dirinya, dia tidak pernah kedatangan tamu, tidak pernah bekerja didapur. Dirumah orang tuanya, dirinya adalah raja kecil, yang dilayani bahkan hanya sekedar membuka pintu atau mengambil nasi diatas meja makan.
Dirinya sibuk yang menata makanan itu tidak sadar akan kedatangan seseorang dari belakangnya. Memeluk lengan yang kokoh itu sambil makin mendekap masuk kedalam tubuh Hanenda.
"Pagi A'." Masih dengan suara tidurnya yang berat, Joel menyapa rungu Hanenda.
Hanenda pun segera membalas pelukan dilengannya itu dengan mengelus lembut surai hitam yang berantakan. Dikecupnya pucuk kepala Joel. Dan yang dikecup pun memejamkan matanya, khusyuk menikmati kasih sayang yang Hanenda berikan kepadanya.
"Pagi sayang nya Aa'. Hows sleep, dream about me?" Hanenda yang masih setia mengelus rambut Joel makin memeluk erat tubuh bongsor itu. Makanan yang sedianya akan ditata pun tergeletak begitu saja diatas meja. Dilupakan oleh love birds ini.
"Ngg, nyenyak banget A'. Mungkin karena Adek baru kali ini tidur dikasur besar dan sangat empuk jadinya lelap."
"Kalau begitu, besok-besok Adek tidur saja disini sama Aa', biar tiap saat kamu bisa tidur dengan nyenyak."
Joel yang mendengarkan perkataan Hanenda itu seketika mendongakkan wajahnya dan mengerutkan bibirnya pertanda tidak menyetujui ucapan Hanenda.
"Macam mana pula A', Adek tinggal disini, apa nanti kata orang-orang. Makasih A', tapi Adek cukup kali ini aja nginapnya. Adek g mau, Aa' diceritain yang buruk-buruk."
"Iya-iya, Adek cuci muka dulu sana, trus kita sarapan."
"Aku dah cuci muka A'. Ehh kita g jadi yah keluar nyari makan, emang jam brp skrg A'."
"Udah hampir jam 9 Adek, mataharinya sudah g lucu lagi. Udah mulai panas diluar Dek."
"Jam 9? Astagaaaaaaa A', aku belum kabari Abah. Pasti Abah blingsatan nyari aku. Hapeku, hapeku mana".
Joel yang dilanda panik itu seketika kelihatan lucu dimata Hanenda. Iya, orang yang lagi jatuh cinta itu bakalan kaya Hanenda, semuanya akan kelihatan lucu menggemaskan. Dasar bucin.
"Joel, hei easy, jangan panik, itu dimeja hape kamu, semalam kamu yang simpan disitu."
Joel pun segera ke arah meja dan meraih hapenya. Untung baterainya masih ada, karena hapenya butut, kadang hape itu mati nyala mati nyala akibat baterainya sudah hamil kata Joel.
🦋🐺

KAMU SEDANG MEMBACA
Syama Artjuni [HIATUS]
Fiksyen PeminatHanenda - Joel, didalam sebuah utasan kelam semesta. Mereka hanya inginkan kisah mereka laksana Asmaraloka tapi sayang norma diatas asmara. Mereka tak punya kuasa untuk melawan takdir Pemilik Kehidupan.