Akan ada kalimat-kalimat kasar dan kejadian yang mungkin akan memicu pembaca. Ingat, ini semua hanya bacaan saja, tidak ada hubungannya dengan idol dan apabila ada hal-hal yang menyinggung, tolong diharapkan kebijakan dari setiap yang membacanya. Sekali lagi ini semua hanya karangan, fiksi semata. Terima kasih. Semangat Mley.
___________________🦋🐺__________________
Barang-barang yang dibeli oleh Hanenda, sudah disimpan dengan rapih oleh Joel diatas meja makan apartemen milik kekasihnya itu. Joel yang masih kecewa lebih banyak diam dan memilih untuk masuk ke wc. Hanya untuk sekedar mencuci wajahnya yang kalut akan emosi.
Hanenda yang melihat gelagat Joel yang lagi marah hanya bisa menarik nafas dan berjalan menuju sofa. Duduk sambil menundukkan wajahnya kedalam lipatan tangannya. Tidak lama berselang, Hanenda merasakan pergerakan disampingnya. Diliriknya lewat sela-sela jarinya, sudah ada Joel yang duduk dengan wajah muram.
Hanenda yang merasa bersalah itu pun lalu mengambil tangan Joel yang berada disampingnya. Dielusnya kepalan tangan dengan hati-hati dan menarik Joel kedalam pelukannya.
Tidak ada yang bicara. Hanya pelukan dan bunyi jarum jam didinding yang terdengar. Sunyi yang memekakkan telinga.
Joel pun membenamkan wajahnya kedalam pelukan Hanenda. Di dada Hanenda, Joel menahan isaknya. Joel pun sebenarnya tidak mau seperti ini. Selalu marah, cemberut dan kesal. Tapi dirinya yang baru pertama kali memadu kasih, tidak tau harus bagaimana bersikap saat diberi kejutan oleh sang kekasih. Apalagi kekasihnya itu memberi kejutan yang tidak tanggung-tanggung sampai mengeluarkan uang yang baginya sangat banyak.
Dia juga tidak mau Hanenda mencap dirinya sebagai kekasih yang tidak tau diri, diberikan sesuatu tapi balasannya marah-marah saja. Bukan seperti itu. Joel hanya ingin Hanenda tidak menghamburkan uangnya hanya untuk dirinya. Joel takut Hanenda akan melihat dirinya sebagai kekasih benalu, dan hanya mengejar uangnya. Joel tidak mau itu terjadi.
Hanenda segera melepaskan pelukan. Ditangkupnya wajah Joel, dan menempelkan kedua dahi mereka. Nafas mereka saling bertabrakan. Kedua hidung mereka juga saling bersentuhan. Hanenda tersenyum dan membawa kecupan kecupan diranum tebal kepunyaan Joel. Hanya kecupan pertanda rasa sayangnya ke Joel.
"Adek, sekali lagi Aa' minta maaf. Aa' tidak peka dan tidak mengetahui apa yang Adek mau. Aa' tidak ada bermaksud apa-apa saat berikan Adek kejutan. Murni rasa sayang Aa' ke Adek. Lain kali Aa' akan bertanya lebih dahulu. Kamu jangan nangis yah. Maaf Aa' selalu buat kamu menangis."
Dikecupnya dahi Joel dengan lembut. Joel pun menutup matanya. Merasakan debaran didadanya begitu meluap. Selalu begitu, apabila Hanenda memberinya afeksi yang indah. Joel juga berjanji dirinya tidak mau untuk selalu marah-marah.
Dia tidak mau seperti kedua orang tuanya. Dia ingin meredam emosi dan egoisnya. Dirinya tau, Hanenda sperti itu karena rasa sayangnya dia, bukan karena hal-hal negatif yang terlintas dipikirannya.
"Adek janji A' hiks. Adek g akan suka marah-marah lagi. Adek hiks.. Adek g mau seperti Bapak dan Mama yang kerjanya marah-marah. Adek g mau seperti mereka hiks."
"Iya. Adek tidak akan seperti mereka. Aa' tidak akan biarkan hal itu terjadi. Aa' dan juga kamu tidak akan berakhir seperti mereka. Aa' akan selalu usahakan kita bisa selesaikan masalah dengan lapang dada tanpa emosi."
"Aa' juga manusia biasa mungkin suatu saat akan terpancing oleh emosi. Dan Aa' mau disaat itu, ada Adek yang memberitaukan ke Aa', melarang Aa'. Kita bisa Dek, jadi pasangan yang baik. Semua tergantung dari kita."
"Jadi, Adek sekarang jangan terlalu kuatir dan banyak berpikir yang tidak-tidak. Apa yang kamu pikirkan itu belum tentu terjadi dimasa depan. Mending Adek berpikir yang indah-indah. Atau mungkin Adek bisa bantu Aa' untuk mengecek pelajaran. Aa' yakin Adek mampu."
"Hiks..... iya A'. Adek g akan berpikir aneh-aneh lagi."
"Pasti Aa' ilfil ama Adek. Dikit-dikit emosi, ngambek, ujung-ujungnya nangis. Padahal jujur dulu aku g gini. Aku dulu bahkan dipukul, dihantam balok ama Bapak, dimaki ama Mama, g pernah nangis. G pernah kaya gini. Napa sekarang dikasih tau bae-bae ama Aa' aku pasti nangis."
"Itu artinya kamu percaya ama Aa'. Keluh kesalmu, emosi mu, sedih mu, tangis mu, bahagia mu, tawa mu, kamu percayakan ke Aa'. Itu lumrah Dek."
"Aku belum pernah seperti ini A'. Menyukai orang pun aku g berani. Aku malu A'. Dengan masa lalu ku, aku takut dan malu untuk suka. Kasih tau aku A', aku harus bagaimana. Emosi aku itu g terkendali A'. Latar belakang ku bikin aku kaya begini. Aku takut A'. Aku harus bagaimana?"
"Sayang. Kamu g perlu berubah. Kamu cukup jadi diri kamu. Tidak ada yang perlu kamu ubah. Mencintai seseorang jangan bikin kamu menghilangkan jati diri kamu. Justru kamu harus tetap jadi diri kamu sendiri. Soal emosi kamu yang meledak-ledak, Aa' mengerti."
"Apalagi diusia kamu sekarang ini sangat labil. Masa lalu mu bikin kamu terperangkap dilubang hitam. Aa' tidak bisa menyalahkan kamu. Tapi Aa' cuma bisa bilang emosi dan kepribadianmu bisa kamu ubah, belum terlambat. Asal kamu mau. Aa' cuma bisa kasih pendapat. Karena hidupmu, kamu yang menjalankannya."
"Aa' cuma bisa bantu mendukungmu dan berdoa untukmu. Aa' tidak akan pernah bisa dan mau menyuruhmu dan mengekangmu. Cinta tidak seperti itu. Cuma mungkin kedepannya nanti kalau Adek sedang emosi dan tak terkendali, akan Aa' peluk, akan Aa' beri kasih sayang, supaya emosi kamu itu bisa kamu kendalikan. Sekarang sudah ada seseorang disampingmu, yang akan bersama denganmu, dalam suka duka. Kamu tidak sendiri lagi Dek. Jadi emosi mu itu pasti akan teralihkan. Insyaa Allah, kalau kamu mau berubah, pasti akan bisa".
"Makasih A'. Makasih sudah mau bicara dan berlaku dengan lembut ke aku. Jujur, cm Aa' Abah Umi dan anak-anak Abah yang kaya begini. Yang lain g ada A'. Makanya aku takut bersosialisasi dengan orang-orang. Aku takut nanti mereka g suka aku, membentak, mencaci maki aku Aa'."
"Makanya aku lebih milih menutup diri. Aku takut mereka akan tau masa lalu ku dan mulai memaki-maki aku. Padahal aku g mau punya masa lalu kelam A'. Aku pun terkadang ingin bermain, bercakap-cakap kaya teman-teman yang lain. Tapi melihat mata mereka saja, seakan aku dipermalukan padahal g seprti itu kan A'?."
"Setiap berjalan aku pastikan diri aku menunduk, g mau melihat mereka. Kayanya kalau liat mereka seakan aku mau dimakannya hidup-hidup. Banyak suara-suara tidak jelas A' diotakku. Suara-suara itu selalu mengejek aku. Menghina aku. Membentak aku A'. Kadang aku sekuat tenaga berusaha untuk bertahan pergi kesekolah setiap harinya."
"Aku g tau kenapa suara-suara itu selalu datang A'. Tambah ramai kelas atau tempat yang aku datangi, tambah ramai pula suara mengejek itu A'. Makanya Adek, suka menyendiri, aku suka ke perpustakaan lama disekolah hanya untuk menghindari suara-suara itu A'."
"Kalau suara itu datang, aku langsung gemetaran A'. Macam sapi disembelih, gemetar meraung seperti itu. Kadang aku tiba-tiba pingsan. Biasanya Umi yang sering liat aku pingsan. Aku berutang budi bahkan nyawa ke Abah dan Umi. Kalau bukan mereka mungkin aku sudah lama mati. Sudah berapa kali aku coba bunuh diri. Dan selalu saja, mereka yang dapati aku sekarat."
"Kadang aku marah ke mereka. Kenapa mereka menyelamatkan aku. Kenapa g dibiarkannya saja aku mati. Toh aku hidup pun g ada gunanya. Tapi Abah selalu yakinkan Adek. Kalau setiap mahluk ciptaan Tuhan itu g ada yang sia-sia. Bahkan sekecil atom pun ada manfaatnya. Aku disuruhnya bersabar. Lebih menerima takdir masa lalu ku. Tapi berat A'. Aku g sanggup."
🦋🐺

KAMU SEDANG MEMBACA
Syama Artjuni [HIATUS]
FanfictionHanenda - Joel, didalam sebuah utasan kelam semesta. Mereka hanya inginkan kisah mereka laksana Asmaraloka tapi sayang norma diatas asmara. Mereka tak punya kuasa untuk melawan takdir Pemilik Kehidupan.