2

382 35 3
                                    

Holla!!
.
.
.
.


Suara napas milikku masih tidak beraturan, menahan emosi akibat kejadian yang benar - benar kekanakan. Dua orang yang aku tebak berada di depanku masih saja diam tak bersuara.

"Jangan buang - buang waktu saya."

"Hmm... Maaf Om, aku tidak tahu kalau Om... Hmm Om..." Aku mendengar suara lembut itu mengalun lagi, kali ini dia dalam keadaan gugup.

"Buta." Ucapku memotong perkataannya yang sangat membuang - buang waktu.

"Sekali lagi aku minta maaf." Ucap teman Kanya.

"Maaf ya... Om Agha. Aku juga lupa bilang ke Lana tentang Om." Aku hanya berdeham menjawab perkataan keponakanku itu.

"Oh iyaa kalian berdua belum saling berkenalan. Kenalkan Om ini teman aku namanya Alana Ziell, biasanya dipanggil Lana." Ucap Kanya.

"Namanya bagus, tapi tidak untuk attitude-nya."

"Om..." Terdengar suara Kanya yang memperingati. "Lana mau berjabat tangan dengan Om."

Aku langsung berjalan, tanpa menghiraukan tangan Lana yang katanya sudah ingin berjabatan dengan tanganku. Anak sepertinya memang pantas diperlakukan tidak baik.



_________



Saat ini aku berada di kamar, terus memikirkan apa yang terjadi saat ini. Nama gadis itu terus terngiang-ngiang di benakku.

"Alana Ziell". Ucapku pelan.

Ada rasa aneh saat mengucapkan nama itu. Tapi aku langsung tepis perasaan aneh itu, sangat tidak mungkin. Aku tau perasaan ini, tapi bilanglah kalau aku denial, aku menyangkal perasaan ini. Sangat tidak mungkin untuk merasakan perasaan ini hanya karena mendengar suara manis itu.

Aku tidak bilang bahwa suara gadis itu selalu lembut, contohnya pada saat tadi dia menarik rambutku. Dia sedikit menaikan intonasi bicaranya. Tapi entahlah, rasanya seperti menyenangkan mendengar suara itu.

Aku memang tidak terlalu mengerti perbedaan perasaan antara pria dan wanita. aku sudah lama tidak merasakan rasa ini, mungkin terakhir aku merasakannya saat duduk dibangku kuliah. Tapi bodohnya hubungan itu berakhir karena perselingkuhan yang dilakukan pasanganku dulu. Semenjak itu aku selalu mengenyampingkan urusan percintaan, aku hanya fokus bekerja sampai kejadian sialan itu terjadi.

Suara pintu kamarku yang diketuk membuyarkan lamunanku.

Aku bangun dengan malas dari tempat tidur. Membuka pelan saat sudah mendapati gagang pintu. "Siapa?"

"Hmm... Ini Lana, Om." Ucap seseorang di depanku.

Oh gadis itu.

Aku jadi penasaran bagaimana bentuk wajahnya. Apa warna matanya? Apa warna kulitnya? Berapa tingginya? Tapi sepertinya jika masalah tinggi, mungkin dia hanya sebatas dadaku. Lalu bagaimana dengan rambutnya? Bibirnya? Apakah—

"Om..." Aku mendengar Lana berbicara lagi.

Sial. Aku melamun.

"Ada apa?" Ucapku dingin. Sebagian orang yang sering mendengarku berbicara mungkin akan terbiasa, tapi biasanya orang lain akan merasa tersudutkan.

"Tadi aku bilang, kalau aku bawa carrot cake yang aku buat di rumah. Om mau?" Ucapnya.

Aku rasanya ingin sekali menyuruhnya pergi dari sini, karena jika terlalu lama bersamanya aku takut hal yang tidak diinginkan terjadi. Maka aku harus menolaknya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 18, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DarknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang