⚠️WARNING! INI HANYA CERITA FIKTIF BELAKA. KALAU ADA KESAMAAN DALAM NAMA DAN TEMPAT KEJADIAN, MOHON DIMAAFKAN. SAYA SAMPAIKAN SEKALI LAGI, CERITA INI HANYA FIKTIF!⚠️
Guys, votenya dong! Jgn jadi silent readers anjay.
Kalo ada yg blm vote, vote dulu yaa sayang💕 🔪
___Usapan tangan nan lembut seolah penuh kasih sayang itu terasa begitu nyata, ia menjatuhkan air matanya tanpa tahu kenapa harus menangis. Padahal matanya masih tertutup rapat dan dirinya enggan membukanya, jika ia bangun-semua itu akan hilang. Kehangatan bagai mimpi menusuk relung hati paling dalam. Jemma membuka perlahan kedua netranya. Seketika nyawanya terkumpul di detik pertama, matanya terbelalak seraya bangkit dan beringsut mundur.
"Jemma ...," lirih seorang wanita paruh baya.
Tatapannya amat sendu ketika di lihat. Hingga Jemma memandang sosok itu dengan wajah pias penuh kebingungan. Tangan si wanita paruh baya berwajah samar tengah mengambang di udara, seakan ingin meraih dirinya. Jemma mencoba menyentuh tangan yang ia tebak mengusap kepalanya tadi. Perasaan aneh muncul tanpa ada paksaan, membuat Jemma kian gemetaran.
Hatinya berdesir bersama jantung berdebar kencang. Belum juga ia menggenggam, sosoknya melebur seperti buih dengan adanya sumber cahaya di belakangnya. Jujur, entah mengapa Jemma sakit melihat ini. Dirinya luruh di lantai sambil meraung-raung menangis sesenggukan. Ilusi. Ya, tiada henti ia merutuki diri sendiri karena semuanya hanya ilusi belaka. Pandangannya terangkat pelan, tatapannya bergulir ke arah tempat tadi.
Mutiara.
Napas Jemma tertahan, giginya bergemelatuk. Ia melangkah lebar ke mutiara yang tidak tahu alasannya ada di lantai, tangannya meraih benda aneh tersebut. Cahaya berpendar di dalamnya, kerutan samar di kening menunjukkan betapa bingungnya Jemma pada mutiara berwarna merah darah ini.
"Brengs*k! Beraninya kau menciptakan ilusi, sebenarnya kau ini benda apa!" maki Jemma pada mutiara tersebut sembari menghapus jejak air mata di pipinya.
Jemma melangkah ke arah jendela kamar, membukanya secara kasar dan mengambil ancang-ancang untuk melempar mutiara itu. Tetapi tangannya berhenti di udara. Kembali menarik tangannya sendiri dan menatap sekali lagi wujud aneh mutiara itu. Jemma menghela napas kala teringat tentang makhluk manusia setengah ekor tersebut.
"Aku baru ingat Zale membutuhkan mutiara ini, Zale pasti tahu sesuatu!" gumamnya mengingat Zale, sesosok ciptaan Tuhan berwujud makhluk mitologi di lautan luas tadi malam.
"Bagaimana aku memanggil ikan layur itu, ya? Tunggu-pergi saja ke dermaga dan sebut namanya, kalau makhluk itu tak kunjung datang, cara terakhir adalah menceburkan diri ke laut?" Jemma duduk di pinggiran ranjang kecilnya berpikir sambil melipat kedua tangan di depan dada.
Kemudian ia menggelengkan kepala setelah mengingat ide terakhir. "Tidak, itu buruk."
Matanya memandang lurus ke depan sana, sinar mentari mulai menyinari bagian bumi. Warna indahnya membuat Jemma tersadar, memukul pelan jidatnya sendiri. "Bodohnya aku, seharusnya aku ke laut!" rutuknya kecil.
Jemma menghembuskan napas panjang. Bergerak membenarkan posisi duduknya dan pandangannya tertuju lagi ke tempat sosok wanita berdiri tadi pagi. Kakinya otomatis membawa Jemma menapaki kaki di tempat sama.
Seorang wanita paruh baya tersenyum tipis menatap dirinya, namun ada kehangatan di sela ekspresi itu. Belaian kasih sayang terasa tulus Jemma rasakan. Ini terlalu nyata, hingga Jemma menolak lupa. Benaknya membayangkan jika dia adalah ibunya, sayangnya, sosoknya pun tidak mirip perawakan sang ibu sama sekali.
Ibu yang semestinya menjadi panutan hidup bagi dirinya malah memberikan ajaran keji. Setiap hari terkena caci maki dan tuduhan tak berdasar atas perbuatan neneknya. Neneknya pula seperti penyihir, sedangkan ibunya bak peliharaan setia milik penyihir itu sendiri. Keserasian ibu dan anak itu membuat Jemma bergidik, dirinya putuskan, akan menjauhi mereka sekuat tenaga.

KAMU SEDANG MEMBACA
Voices In The Ocean : Cursed Man, Zale Merville [End]
Fantasy___ Gadis ini menjalani hari dengan rasa lapang dada. Tiada hari tanpa cobaan melanda dirinya. Walau dicap sebagai orang aneh dan buruk rupa serta perlakuannya yang tergolong kasar, ia akui dirinya hebat bertahan sampai sekarang. Langkahnya memang s...