Kamu memandangku dan aku tenggelam di matamu. Yang coklat itu. Yang selalu ku lihat tiap kali kamu membuka kelopak mata. Beberapa kali kamu memanggil namaku, tapi tidak ku hiraukan. Kamu mengkhawatirkan ku yang diam saja– mematung, Aku mengkhawatirkan diriku yang terpesona olehmu.
Ajakan untuk jajan selalu datang ketika aku sudah tidak nafsu makan. Kamu lagi-lagi membawaku ke tempat antah berantah, tempat yang kalau kamu meninggalkanku sendirian, aku akan hilang. Tidak tau jalan pulang. Tempat ini asing. Tapi bersamamu tidak pernah membuatku merasa terasing. Motormu melaju dengan pelan, memastikan ada makanan yang membuatku tertarik, tapi kamu tidak menyadarinya– atau pura-pura tidak menyadari, kamulah satu-satunya yang menarik untukku.
Puluhan stand makanan berjejer di sepanjang jalan. Kita berdua menoleh kanan kiri. Aku yang tidak tau mau makan apa dan kamu tidak tau kalau aku hanya ingin berlama-lama denganmu saja.
Bakso ? Mie ayam ? Siomay ? Batagor ? Ayam geprek ? dan segala jenis makanan akhirnya kamu sebutkan. Memaksaku memilih salah satunya, yang berarti memaksaku makan dalam kondisi perutku masih kekenyangan. Kamu menginginkan aku mati dengan perutku meledak atau gimana?
Anala. Nala.
Dena, kamu harusnya tau aku sangat tidak menyukai nama ku itu.
Dua gelas es. Satu alpukat, satu soda mangga. Semua kamu yang membayar. Uangmu kembali 36.000. Uangmu yang selalu tidak mau diganti jika itu perihal membeli jajanan. Dan jujur, aku menyukai itu. Kamu suka jajan dan aku suka makan gratisan.
Ah, tidak.
Motormu kembali memecah jalanan kota. 75 km/jam. Aku yang kurus kering dan helmnya kebesaran, serasa terbang. Gemerlapnya kota menelan kita berdua. Kerlap-kerlip lampunya menghipnotis ku untuk menyandarkan kepala di bahumu.
Kita berdua sama-sama diam. Kamu fokus berkendara, aku fokus menghirup parfummu, menyimpan baunya di kepalaku. Setelah kamu pulang, aku mungkin akan merindukanmu. Aku bisa mengotak-atik ingatan parfummu di kepala.
Kamu memberiku ucapan selamat malam. Aku berharap bisa memberikan kecupan di tangan. Membiarkannya membekas, seperti tato. Namun yang kuberikan hanyalah senyuman dan ucapan— hati-hati di jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Dena
RomanceBercerita tentang seseorang bernama Dena Bimantara melalui sudut pandang seorang perempuan muda, Anala Faladana. Keduanya memiliki kecocokan dalam berbagai hal. Satu frekuensi. Ketertarikan satu sama lain ? Mungkin iya, mungkin juga hanya salah satu...