Kamu Terlalu Baik Buat Aku, Aku Bisa Kok Jadi Maling

23 2 16
                                    

#JAKE POV

Heeseung dan aku berjalan dengan santai melintasi koridor beberapa kelas agar tak menimbulkan kecurigaan. Kelas Anna cukup jauh, berada di bangunan yang sama dengan Laboraturium di belakang. Tempat itu memang sepi apa lagi di jam pelajaran ketiga. Sebagian guru lebih suka mengadakan praktik di jam terakhir, itu sebabnya jalanan ini terasa sunyi-senyap dengan dua kelas yang tengah mengadakan ulangan dan satu kelas yang sedang berolahraga.

"Baiklah mari kita coba," ucapku sembari mengeluarkan jepit rambut berwarna hitam seukuran sapu lidi yang tadi kupinjam dari Bella.

Heeseung tampak menghela napas lalu mengerlingkan mata melihat apa yang akan kuperbuat. Ia meragukan keberhasilan rencana ini sejak awal tetapi, ia tetap membirkanku melakukannya. Sembari berjaga-jaga Heeseung menyandarkan punggung pada tembok di dekat pintu. Ia tak mengatakan apapun sampai 5 menit berlalu hingga akhirnya tertawa melihat kegagalanku. Ternyata memang butuh keahlian dan latihan serius agar bisa menggunakan trik kotor itu. Aku frustasi dan hanya bisa duduk diam di depan pintu.

"Kamu terlalu baik buat aku," ucap Heeseung dengan suara yang dibuat seperti perempuan.

"Aku bisa kok jadi maling," ejeknya.

Kali ini aku membiarkan ia menggodaku sepuasnya. Aku benar-benar sedang tidak ada gairah untuk bertengkar.

"Apa kudobrak saja ya?"

"Sekalian pecahkan kacanya. Duh, jangan aneh-aneh sampai melibatkan banyak orang. Ikhlaskan saja, dia tidak akan memperdulikanmu."

Aku hanya bisa mengangguk lalu beranjak dari duduk. Di dalam kebisuanku Heeseung mengajakku kembali ke kelas, aku pun menyetujuinya. Benar apa yang dikatakan Heeseung yang sudah terjadi biarkan itu berlalu. Ditolak juga tidak seburuk yang dibayangkan.

Baru saja kami akan pergi dari sana terdengar langkah orang yang tampak terburu-buru. Mengetahui hal itu aku dan Heeseung bergegas mencari tempat persembunyian. Tapi, cukup sulit sebab tempat itu terbuka juga bersebrangan langsung dengan taman belakang sekolah. Tak ada pilihan lain, kami segera duduk di taman lalu membalikkan badan kemudian saling bersandar di bahu.

"Ini pasti terlihat aneh."

"Seseorang, bawa aku—pergi dari sini."

Setelah beberapa saat berlalu aku pun menoleh sekadar untuk memastikan siapa orang itu. Ternyata ia Song Hyeongjun, ketua kelas IPA-3. Awalnya kami tak menaruh curiga sebab ia pergi ke kelasnya. Namun saat kami lewat untuk kembali ke kelas, aku tak sengaja melihatnya tengah menggeledah tempat duduk Anna. Aku tak mau melewatkan kesempatan ini lantas menegurnya. Hyeongjun membulatkan mata saat suaraku terdengar dari ambang pintu. Ia menoleh lalu kami pun saling menatap dengan tatapan penuh selidik.

"Kau pindah tempat duduk?"

"Kau sendiri ada urusan apa? Ini masih jam pelajaran, harusnya kalian tidak ada di sini."

"kami mau mencuri," sahut Heeseung yang tiba-tiba sudah ada di belakangku.

"Iya benar, kami mau mencuri. Kau juga, kan?" sambungku langsung pada intinya.

Karena sudah sama-sama tahu maksud serta tujuan satu sama lain, kami pun bekerja sama.

"Ternyata ada yang lebih parah dariku. Menyelipkan surat di dalam buku dan bukunya malah tidak ada."

"Tidak usah sok lebih baik, kau sendiri tidak bisa membuka lokernya."

Kami masih berdebat sembari mencari barang yang kami inginkan. Meja yang tadi rapi kini benar-benar berantakan. Aku yakin ini akan menjadi aksi pencurian yang menghebohkan jika kami tak memberekannya. Kunci saja belum ditemukan tapi sudah harus memikirkan kekacuan ini, menyebalkan.

Sebenarnya dimana Anna menyembunyikan benda itu. Tak ada tanda-tanda akan keberadaanya. Mungkin benar yang dikatakan Jay, ada di saku pakaian yang sedang ia kenakan. Di tengah keputus asaan kami membereskan tempat itu sembari mengulangi jejak yang sebelumnya kami lakukan. Mungkin saja terlewat atau terjatuh karena antusias kami yang membara.

"Bagaimana, ketemu?" ujar seseorang dari luar berhasil membuyarkan konsentrasi kami.

Kang Minhee, salah satu murid kelas IPA-3 sudah kembali. Segera setelah masuk ia langsung memegangi kepala melihat keadaan kelasnya yang super berantakan.

"Bagaimana kita akan memberekannya. Mereka sudah di perjalanan, 5 menit lagi sampai."

"Buat saja semua berantakan," ucap Chenle dengan napas yang sudah berada di puncak. Sepertinya ia baru saja berlari sekuat tenaga.

"Aku tidak habis pikir, bisa-bisanya kalian seceroboh ini. Sebelum mencuri hal pertama yang harus kalian lakukan adalah mengurus CCTV." Chenle membiarkan tubuhnya ambruk di lantai.

"Kenapa kau membantu kami?"

"Aku menginginkan kuci itu juga. Kebetulan aku dan Sungchan sedang ada di ruang OSIS lalu melihat kalian jadi kami menjaga CCTV nya."

"Woahhh, kerja sama tim yang tidak disengaja." Seperti yang dikatakan Heeseung tiba-tiba kami menjadi satu tim tanpa dibentuk. Minhee yang mengulur waktu serta menjaga anak-anak agar tidak masuk kelas, Chenle dan Sungchan memantau CCTV lalu Hyeongjun dan aku melaksanakan tugas di TKP dibantu Heeseung yang sebenarnya hanya duduk santai sembari memakan kacang dan mengomentari segala tindakan kami.

5 menit sudah berlalu. Kami benar-benar membuat keributan dengan bertengkar layaknya laki-laki yang tengah berseteru. Kami saling melempar barang yang ada di hadapan kami, menendang kursi atau saling mendorong. Meski itu sebuah kesia-siaan kami tetap melakukannya. Keributan yang tak menghasilkan apapun sebab kunci itu tidak kami temukan.

Beberapa anak mulai memasuki kelas dengan wajah terkejut sekaligus marah. Agar semakin meyakinkan kami bersiap untuk adu tinju dan salah satu diantara kami menghentikan.

"Sudahlah, anak basket memang tidak jelas," ucap Minhee.

"Padahal klub sepak bola sendiri tidak ada kontribusinya," balasku.

"Cukup, kalian ikut ke ruang OSIS sekarang." Chenle sebagai anggota OSIS mencoba menenggahi.

"Anak OSIS tidak perlu ikut campur," ucap kami serentak.

Sandiwara itu pun berakhir. Kami kembali ke kelas masing-masing. Di perjalanan Heeseung terus saja tertawa melihat penampilanku yang berantakan juga apa yang sendari tadi kulakukan. Sungguh semua itu benar-benar memalukan, rencananya tak ada yang berjalan dengan baik.

"Jangan muram begitu," ucap Heeseung sembari menepuk pundakku. Lalu tiba-tiba ia menunjukkan sesuatu di telapak tangannya. Kunci loker yang sendari tadi kami cari rupanya ada bersamanya.

"Di mana kau menemukannya?"

"Di toples kacang."

"Kenapa tidak mengatakanya dari tadi?"

"Tujuanku membantumu bukan yang lain."

"Heeseung thank you, I love you."

TBC ...

Our Missing Smiles Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang