Bara 1

127 8 5
                                    

Barata Alejandro Danial adalah laki laki muda yang baru saja wisuda. Dia lulus dengan IPK tertinggi di jurusannya. Tentu saja itu merupakan sebuah kebanggaan bagi dirinya dan kedua orang tuanya. Pria kelahiran 1998 itu tersenyum ketika orang tuanya melambaikan tangan dari kursi tamu undangan. Mereka bersorak senang saat namanya dipanggil dengan penghargaan yang diberikan untuknya.

Bara berdeham singkat lalu memperbaiki posisi mic di hadapannya untuk memberikan kata kata sesuai dengan instruksi yang diberikan dosennya tadi.

Dengan memegang sertifikat dan medali di lehernya, Bara memandangi seluruh isi gedung itu. Lalu terakhir dia memusatkan pandangannya pada kedua orang tuanya.

"Sebelumnya saya ingin berterima kasih pada bapak Rektor beserta bapak ibu dosen yang ada disini. Saya tidak menyangka hari ini akan berdiri disini dengan mendapatkan sebuah penghargaan. Hal ini seolah seperti mimpi bagi saya. Meski begitu, saya yakin tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Tuhan sudah memberikan kesempatan baik ini. Terima kasih untuk bapak sama ibu yang senantiasa mendoakan dan mendukung saya dalam setiap perjalanan kuliah ini. Tanpa mereka saya bukan apa apa."

Suara tepuk tangan terdengar dengan meriah setelah Bara berpidato. Semua dosen bahkan ikut terharu melihat Bara saat ini. Mereka tau perjuangan Bara untuk sampai di titik ini tidaklah mudah. Mereka semua mengenal Bara sebagai Mahasiswa teladan meskipun kondisi ekonominya tidak sepadan dengan mahasiswa lainnya. Akan tetapi kecerdasannya sudah terkenal di kampus mereka. Bara mengukir banyak prestasi sehingga Rektor saja mengenalnya.

Sementara itu, Alisya sibuk merekam momen Bara dengan ponselnya.

"Kak Bara keren banget ya bu. Alisya bangga punya kakak sepertinya." ucap Alisya yang merupakan adik dari Bara.

Tuti menganggukkan kepala dan menyetujui apa yang diucapkan oleh putrinya.

"Sebentar lagi kamu juga bakal kuliah, Alisya. Ibu dan bapak juga akan selalu mendoakanmu," ucap Tuti sambil menoleh ke arah Alisya.

Alisya menyudahi merekamnya lalu duduk kembali. Mendengar kata kuliah dari ibunya Alisya merasa sedih. Sebenarnya dia juga menginginkannya. Namun Alisya masih berpikir dengan kondisi ekonomi mereka.

"Alisya tidak usah kuliah, bu. Biar Alisya bantu ibu berjualan saja." jawab Alisya dengan suara begitu lirih.

Agus, bapak dari kedua anak tersebut langsung terkejut mendengar perkataan putrinya.

"Kenapa, nak? Bukannya kamu pernah bilang sama bapak dan ibu kamu ingin kuliah seperti kakak kamu." heran Agus.

Alisya menghela nafas dengan pelan. Ia mengambil kedua tangan orang tuanya dan digenggamnya secara bersamaan. Sambil lalu Alisya menatap mereka secara bergantian.

"Kondisi keuangan kita tidak memungkinkan Alisya buat kuliah, bu. Alisya juga tidak cukup pintar untuk mendapatkan biaya siswa. Jadi sebaiknya Alisya tidak lanjut saja. Biarlah kak Bara saja yang sarjana. Alisya tidak mau menyusahkan ibu sama bapak," ucap Alisya.

Agus dan Tuti saling berpandangan satu sama lain. Sorot mata mereka terlihat sendu. Merasa gagal menjadi orang tua tua karena tidak sanggup membiayai pendidikan. Tuti sebenarnya tahu bahwa Alisya masih ada keinginan lanjut kuliah. Tapi karena kondisi keluarga mereka putrinya itu mengurungkan niatnya.

Agus mengelus bahu Alisya. Lalu berkata kepadanya. "Nak, kalaupun kamu mau kuliah. Ibu sama bapak bisa mengusahakannya. Kamu tidak perlu memikirkan soal biaya. Biar kami saja yang mengurusnya."

Alisya menggeleng kuat. Dia tidak mau dan tidak akan pernah membiarkan orang tuanya tersiksa karena biaya pendidikannya. Sudah cukup dulu ia melihat orang tuanya lontang lantung mencari pinjaman demi biaya kuliah Bara.

Fotografer CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang