Deeptalk

189 8 0
                                    

Aku gak tau ini bakal sesuai sama judulnya atau gak, but i hope you like it guys.

Maaf kalo banyak typo dan juga kesalahan kata, i'm so sorry for that.























Malam begitu sunyi, tapi langit malam sangat indah. Bintang yang saat ini tengah bertaburan di atas sana dan juga terangnya sinar rembulan yang indah.

Lee Ji-sung, remaja tampan yang baru saja menginjak usia 18 tahun itu kini duduk di halaman belakang rumah. Menikmati dingin nya malam ini dengan di temani secangkir teh dan juga musik sebagai penambah suasana.

Remaja itu menatap langit, tersenyum bila angin menerpa wajah tampan nya.

"Nak, sudah malam. Ayo masuk, nanti kamu sakit malam malam di luar begini." Suara ajakan itu membuat Ji-sung menoleh.

Kepala keluarga Lee, Lee Jeno. Piyama satin serta rambut blonde yang memang sudah tercipta sejak lahir membuat Pria berkepala 3 itu semakin tampan.

Ji-sung tersenyum melihat sang ayah, ia kembali menatap langit. Jeno ikut duduk di samping putra nya, menunggu sang buah hati berbicara.

"Ayah, Ji-sung minta maaf." Ucap remaja itu.

Ia tak ingin menoleh atau pun menatap sang ayah.

"Hey tampan, ada apa hm?" Sang ayah bertanya penasaran, karena tak biasa nya Ji-sung meminta maaf tanpa sebab.

"Aku minta maaf karena belum bisa bikin ayah bahagia, belum bisa bikin ayah bangga dan aku juga selalu ngerepotin ayah, nyusahin ayah. Aku merasa kalo aku ini beban buat ayah sama buna." Ujar Ji-sung.

Jeno tersenyum teduh, ia layangkan usapan hangat ke kepala Ji-sung dan berkata.

"Kamu mau tau satu hal?"

Pertanyaan Jeno membuat sang buah hati penasaran. Ji-sung lantas memandangi sang ayah, tatapan indah itu hampir mengalahkan sinar rembulan. Jeno genggam tangan putra nya, tangan yang dulu sangat mungil itu bahkan sekarang sudah hampir mengalahkan tangan nya semdiri.

"Ayah dulu takut sekali menikahi buna mu. Ayah sama sekali gak punya apa apa, ayah cuma orang biasa yang kerjaan nya serabutan. Saat kami menikah, ketakutan ayah bahkan masih menghantui pikiran. Ayah takut kalo suatu hari nanti ayah gak bisa ngehidupin kamu sama buna dan ayah sangat takut membuat kalian menderita. Tapi kamu tau nak? Saat kamu lahir, buna bilang ke ayah."

Flashback on

"Mas, kamu gak perlu takut. Aku disini bakal selalu nemenin mas."

"Tapi aku takut gagal mendidik anak kita, sayang."

"Gak mungkin, denger ya mas. Kunci mendidik yang baik anak itu dengan kesabaran dan keikhlasan. Aku yakin, mas pasti bisa mendidik anak kita dengan baik, lagi pun, mas gak sendiri, ada aku disini."

Flashback off

"Itu kata buna mu, dan saat itu ayah mulai mencari kerja tetap dan berusaha untuk menghidupi kalian dengan layak. Hujan, panas dan sakit pun akan ayah lawan asalkan hidup kalian gak merasa kekurangan." Jeno menjeda ucapan nya.

Ia menatap sang putra dengan lembut,

"Buna mu itu hebat nak, ia mampu membuat ayah bangkit dan dari situ lah ayah tidak pernah merasa kesusahan buat ngedidik kamu. Ayah tidak akan pernah memarahi usaha mu, karena ayah tau bagaimana rasa nya berjuang. Ayah akan selalu menghargai usaha mu nak, ayah bahkan selalu bangga sama kamu."

"Kenapa yah? Padahal aku merasa gak membuat ayah bangga, aku bahkan merasa jadi beban ayah doang sama buna." Kata Ji-sung.

Jeno tampak tak setuju,

"Hey, lahir dan tumbuh kembang kamu yang sehat ini saja sudah membuat ayah bangga. Kamu yang dapat bertahan sampai sekarang pun, itu sudah termasuk membuat ayah bangga nak. Ayah bangga, ayah bahagia sekali melihat Ji-sung yang selalu bisa melewati ujian dalam hidup Ji-sung. Sehat sehat ya nak, ayah gak minta banyak ke kamu. Ayah cuma mau kamu terus bertahan dan berjuang melawan dunia, ayah sama buna bakal selalu ada di belakang Ji-sung. Kami bakal selalu jadi tempat pulang kamu. Jangan pernah ngerasa sendiri ya nak, kamu masih punya kami."

Jeno yang sudah melihat mata Ji-sung berkaca kaca pun langsung memeluknya. Mengusap punggung yang mungkin memiliki beban berat, hanya ia tak ingin menceritakan nya.

"Kalian lucu sekali, buna gak di ajak?"

Tiba tiba saja sang buna muncul, membuat ayah anak itu menoleh, lantas Jeno langsung saja mengulurkan tangan, tanda mengajak sang pujaan hati.

"Ji-sung ku sayang, Ji-sung bayi ku. Sehat sehat ya nak, buna sama ayah bakal jadi penguat buat Ji-sung." Ucap sang buna.

Ji-sung mengangguk, air mata masih terus keluar.

Ji-sung bahagia, Ji-sung senang karena masih memiliki ayah dan buna yang selalu menguatkan nya.

"Ji-sung janji akan membuat ayah dan buna bangga. Ji-sung selalu berdoa, semoga ayah dan buna selalu di sehatkan agar bisa melihat Ji-sung sukses nanti." Janji sekaligus doa sang anak dalam hati.

"Sudah, ayo kita masuk kedalam." Ajakan kepala keluarga yang langsung di turuti.

"Buna sama ayah duluan, aku mau beresin ini dulu." Pinta Ji-sung.

"Baiklah, nanti langsung tidur ya sayang. Jangan bergadang." Sang buna mengecupi dahi Ji-sung sebelum menyusul sang suami kedalam rumah.

Lee Jeno dan Na Jaemin, kedua nama yang selalu Ji-sung doa kan setiap hari nya.

"Ji-sung sayang ayah Jen dan buna Na, tolong sehatkan mereka selalu tuhan, hanya itu yang Ji-sung mau."

Doa Ji-sung sebelum masuk kedalam rumah.



End.

Thank you for the reading.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 24, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Oneshoot/Twoshoot {Nomin}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang