"Apa kau sengaja ... untuk menggodaku, Nona?"
Reflek Loralyn memundurkan kepalanya karena Kaisar mendekat, senyum kikuk tertera di bibir plum itu, mata kembali terbelalak tepat ketika satu kecupan mendarat di ujung hidung.
Lihatlah raut wajah Inglebert setelah puas mempermainkan wanita bermata perak itu, ia bagai memenangkan sebuah perang besar, lalu mendapat hujan emas. Sungguh itu pun belum tepat untuk mendeskripsikan perasaannya. Apalagi melihat wajah bersemu merah.
"Karena sudah terlanjur ketahuan, aku harus menghapus ingatanmu." Kaisar Phenlickel meniup secara tiba-tiba, membuat Loralyn terpejam.
Di detik berikutnya, wanita itu sudah tidak sadarkan diri, ia terjatuh ke samping dan ditangkap Inglebert. Sepertinya, pria itu tidak akan membiarkan kepalanya menghantup penyangga kayu (bagian kanan-kiri sofa), sehingga spontan bertindak.
Abel baru saja datang, segera menutup kembali pintu secara perlahan, agar tak menimbulkan bunyi yang akan memicu kemarahan sang kaisar. Ia kemari hendak mengabarkan laporan yang dibawa oleh pasukan dari wilayah perbatasan, tetapi lebih baik untuk mengundur niatnya. Sambil berjalan menuju tempat kudanya diikat, pikirannya terus-menerus dipenuhi bayangan Inglebert dan Loralyn di ruang kerja tempo lalu. Pipinya ikut bersemu merah, malu sekaligus merasa berdosa telah mengintip.
"Wanita itu ... apa yang spesial darinya sampai Yang Mulia memperlakukan dengan baik? Lalu, beliau tidak sengaja mengeluarkan sihir, padahal selama ini, beliau belum pernah ceroboh dan selalu menyembunyikan kekuatan itu dengan begitu rapi. Saya harus menyelidiki latar belakang Nona Aldews, meski dilarang."
Dengan mantap Abel melepas tali pengikat dari tiang, lalu membenahi kuda coklat itu. Tujuannya tentu saja hutan di belakang lapangan yang biasa digunakan untuk pasar bazar. Karena tadi petang, Inglebert mencurigai gerak-gerik penyusup di bagian sana. Kebetulan besok akan diadakan bazar sekaligus rutinitas bulanan ksatria.
***
Kain yang melapisi kasur pun kini berantakan, tersibak karena kaki itu bergerak semaunya dalam semalam penuh. Kini, menggeliat guna merenggangkan otot badan, beberapa orang terbiasa melakukan apa yang dilakukan Loralyn setiap bangun tidur.
"Sudah bangun?"
Betapa terkejutnya, baru membuka mata langsung dihadapkan dengan banyak pelayan wanita yang sudah siap untuk mengaraknya ke pemandian. Loralyn melempar tatapan kepada Kaisar Phenlickel, berharap diijinkan mandi tanpa bantuan orang lain. Namun, tak didengarkan oleh pria itu, malah ia tetap fokus membaca sebuah buku kecil.
'Aaa, ini menyebalkan.'
Kolam besar itu dinamakan Pemandian Agung, karena hanya digunakan oleh orang-orang tertentu seperti kaisar dan keturunannya. Namun, agaknya aturan itu melenceng. Atas perintah Kaisar Phenlickel sendiri, Loralyn harus mandi di tempat itu, tanpa bisa dibantah. Perintahnya tentu saja mutlak.
Pertama kali datang kemari, Loralyn masih dalam kondisi terburuknya dan belum bisa menerima bahwa ia telah dinodai, sehingga tak peduli apa pun. Akan tetapi sekarang berbeda, ia yang mengubah sudut pandang dan memilih menerima nasib menjadi malu setengah mati. Ingin mandi dimandikan dayang, seperti bayi. Setelah Hana selesai meracik ramuan untuk dibalurkan ke tubuh Loralyn, ia memberitahu pelayan lain supaya segera melucuti pakaian Nona Aldews tersebut.
Jalan untuk kabur dari kekangan para pelayan pun dilakukan, wanita itu masuk ke kolam dalam kondisi berpakaian lengkap, gaun tidur putihnya. Tak rela jika dilepas.
"A-aku bisa melakukannya sendiri, Hana. Kalian boleh keluar," ucap Loralyn gugup.
Tiba-tiba, suasana berubah menegangkan, Kaisar dengan santai melangkah masuk. Pelayan langsung memberi salam secara bersamaan kepada Matahari Hickel saat itu. Tidak ada tanggapan, tahu-tahu ia langsung melepas jubah putihnya dan turun ke kolam.
Loralyn shock berat. Ia sampai tidak bisa bernapas dengan benar melihat kenyataan pahit di depan mata. Bahwa sekarang, dirinya harus melakukan apapun yang diperintahkan sang kaisar.
Ia melirik sekilas para pelayan yang belum berani mendekat karena kehadiran Inglebert. Dengan kesusahan Loralyn mendekat kepada pria itu dan memegang tangannya.
"Anda lebih bercahaya daripada mentari di pagi ini, Yang Mulia," ucap Loralyn pelan, lalu mendekatkan wajah mereka.
Inglebert menarik sudut bibirnya, menyeringai, dan menatap sayu wanita itu. Padahal ketika itu Loralyn mengalihkan pandangan, masih tak berani bertatapan langsung. Tanpa disuruh akhirnya pelayan-pelayan keluar. Tersisalah mereka berdua di tempat tersebut.
"Kamu sedang ada jadwal perawatan kulit, apa aku mengacaukannya?" tanya Kaisar.
Loralyn menggeleng, tanpa sadar ia mencengkram bahu pria itu. "Kamu mencakarku."
"Maaf!" Ia menjauh.
"Aku belum pernah dicakar perempuan, kecuali saat kecil." Matanya mengarah ke pergelangan tangan, netral, seperti tengah menerawang jauh pada memori di masa lampau.
Jantung berdegub keras, Loralyn terperangah oleh kata-kata Inglebert yang seolah mengatakan bahwa ia tak melupakan sahabat masa kecilnya. Lalu, apa artinya semua ini? Apa ia sedang berpura-pura tak mengenalinya?
"Siapa orang itu?" tanya Loralyn menatap nanar Kaisar.
"Dia tidak punya nama."
Seketika waktu terasa begitu lambat, deru napas yang memanas. Sedetik jantungnya berhenti berdetak, sebuah serangan mendadak yang meruntuhkan segala opini. Walau begitu ....
"Anda sedang bercanda rupanya," cetus wanita itu, masih berharap.
Inglebert tersenyum tipis, lalu menegakkan kepala, sontak kala itu mereka berhasil berada pada masa saling menatap satu sama lain, tanpa berpaling atau kabur ketakutan. Mereka benar-benar larut dalam pikiran masing-masing, berusaha menerka 'apa yang ada di balik mata itu?' dan tak ada hasil.
"Hm, apa menurutmu aku sedang bercanda?"
Angin memainkan tirai transparan yang terpasang di setiap sudut pilar. Jangan berpikir bahwa pemandian itu berada di dalam ruangan, tidak ada dinding, di tengah langit-langit ada kaca permata. Tidak perlu dijelaskan betapa indahnya tempat itu.
Pemandian yang begitu dekat dengan alam. Dulu, Loralyn pernah kemari. Tentu saja untuk mandi dan bermain air bersama. Pada saat mereka anak-anak, pilar dan lantai itu dipenuhi tanaman liar, hanya kolamnya yang sebersih air di pegunungan.
Ingatan itu masih melekat di kepala Loralyn, tetapi bagaimana bisa Kaisar Phenlickel berkata seperti itu. Memang sulit dipercaya, apabila melihat matanya dengan seksama, tak ada kebohongan sedikit pun. Ia tidak bercanda tentang 'sahabat tanpa nama'.
"Yang Mulia!"
"Astaga, Tuan tidak boleh ke sana. Kaisar sedang bersama Nona Aldews!" Para pelayan menghalangi langkah sembrono Abel.
Abel menatap serius wanita dewasa itu. "Memangnya kenapa? Pada aturan kekaisaran, tertulis kalau kita tidak boleh masuk ke suatu ruangan apabila di sana kaisar sedang bersama permaisuri, saya tekankan, permaisuri!"
Sifat paniknya hanya muncul di saat-saat terdesak. Keributan, debat pun berkepanjangan. Abel tidak mungkin melakukan cara kasar kepada wanita-wanita itu, ia bukan seorang penjahat.
"Ada apa ribut-ribut?" Tangan besar itu menyibak kain tipis, keluar dari pemandian dengan kondisi memakai jubah mandi dan basah-basahan.
Loralyn mengekor langkah Inglebert, terlihat sama basah kuyup, segeralah dua pelayan bergerak untuk mengikat kembali tirai ke pilar. Kaisar Phenlickel berjalan, tujuannya ruang kerja. Sebelum ikut pergi, Abel menyuruh beberapa pelayan menyiapkan pakaian, tetapi pria tadi menolak.
"Nona Aldews yang akan membawakan pakaianku."
Sesampainya di ruang bernuansa coklat, furniture kayu yang menambah kesan elite. Cocok sekali dengan image Kaisar Phenlickel. Duduklah ia di kursi itu, menghadap Abel, siap mendengarkan laporan.
"Tapi sebelum itu ... aku harus mengkritik cara bicaramu tentang wanitaku."
Melihat tatapan itu rumit Kaisar Phenlickel, ada kalimat yang bisa menjelaskan, tamatlah riwayat Abel.
***
Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
The Emperor's Beloved Woman
FantasySelama 4 tahun tidak bertemu, Loralyn Aldews yang telah dilupakan wajahnya oleh sang sahabat malah terjebak dalam situasi terburuk. Inglebert Phenlickel telah naik takhta sesuai hukum dan hak, berbuat semena-mena terhadap wanita itu. Menciptakan pos...