Edward memberikan jawaban bahwa sudah ada teman yang menunggu di dalam ketika waitress bertanya apakah kami sudah reservasi atau belum. Kami berhenti sesaat karena Edward menoleh kanan-kiri untuk mencari Shuzi. Berhubung aku belum tahu yang mana Shuzi, maka yang aku lakukan hanyalah memperhatikan sekeliling dengan santai.
"Yuk, Key." Edward mengajakku dan mengarah ke bagian samping. Aku mengikuti langkahnya, dan tidak lama kemudiam, aku berdiri di hadapan wanita cantik dengan badan yang cukup terbilang ideal. Ia kemudian berdiri dan menghampiti Edward dengan semangat dan memeluknya seolah sudah tidak bertemu selama ribuan tahun.
"Hai Shuz, kenalin, ini teman ku, Keysha." Edward memperkenalkan kami setelah Shuzi melepaskan pelukannya. Shuzi menoleh kearahku dan tersenyum lebar. "Eh, halo." Ia menjabat tanganku erat. "Shuzi."
Aku membalas jabatan tangannya. Pun aku mengambil tempat duduk di depan Shuzi dan Edward yang duduk bersebelahan, kemudian memutuskan memesan satu gelas Perrier. Aku berencana untuk tetap sadar dan menghindari semua minuman alkohol. Okay, ini janjiku kepada Annelise, dan seorang perempuan harua menepati janji kepada sahabatnya.
Edward mengangkat alis sambil tersenyum meledek ketika mendengar aku menyebutkan merek air mineral kepada waitress. Tapi aku hanya mengangkat bahu sambil melemparkan tatapan membunuh yang membuatnya nggak bertanya-tanya lagi.
"Oh ya, Shuz, where is your friend, huh?" Edward bertanya ketika waitress sudah pergi dan kami tinggal bertiga di meja berkapasitas enam orang ini.
Shuzi mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya dan menyalakan pemantik. Setelah mengisap sesaat, ia menghembuskan asap, baru menjawab pertanyaan Edward. "Mereka balik ke hotel, entahlah mereka mau ngapain. Mungkin sebentar lagi mereka akan sampai kesini. Hotelnya tidak jauh dari tempat ini." Edward hanya menganggukan kepalanya sambil mengisap rokok ditangan kirinya mendengar jawaban Shuzi.
Hening sejenak. Kami bertiga memperhatikan band yang kini membawakan lagu Weightless-nya All Time Low. Aku menggumamkan lagu tersebut sambil mengetukkan jari diatas meja.
Shuzi menjetikkan abu rokok di asbak di hadapannya lalu menggerakkan kepalanya ke arah depan sambil mengatakkan, "Itu mereka." Shuzi berdiri dan melambaikan tangannya dengan semangat, "Hai, guys."
Tepat setelah Shuzi menyelesaikkan kata-katanya, terdengar ada suara berteriak memanggil Shuzi. Aku menoleh kebelakang dan mendapati dua orang laki-laki berjalan ke arah kami. Saat itu pula aku terdiam. Salah seorang teman Shuzi yang baru datang juga terdiam dan menghentikkan langkahnya. Oh tidak, itu dia. Batinku.
Aku menoleh ke arah Edward. Ia menatapku khawatir.
Panik.~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Hong Kong pada bulan April cuacanya cukup menyenangkan, walaupun kadang masih ada gerimis-gerimis yang kadang tutun pada pagi atau sore hari. Selebihnya, raincoat free. Terakhir kali aku pergi ke Hong Kong adalah tahun lalu, bulan April juga, bersama teman-teman ku pada masa high school yang kini hidupnya sudah berpencar keseluruh dunia. Anggaplah pertemuan di Hong Kong ini sebagai reuni. Annelise, Diana, Maddie, Thomas, dan Garry. Saat itu rasanya hidupku sempurna.
Kini tepat satu tahun kemudian, kembali ke tempat yang sama, hidupku rasanya berubh 180 derajat. No more awesomeness.
Aku memasuki Stasiun MTR Central dengan langkah cepat. Mengeratkan syal di sekeliling leher dan merasakan bahwa ada air mata yang mengalir pelan dari kedua sudut mataku. Malam ini Stasiun MTR Central sangat penuh. Aku berdesakkan dengan segerombolan remaja yang heboh mengobrol dan satu keluarga yang tampaknya habis makan malam bersama.
Handphone ku berbunyi dan bergetar tak berhenti-henti sejak aku meninggalkan The Cavern dengan tiba-tiba dan aku sama sekali tak ada niat untuk mengangkatnya. This Hong Kong journey is supposed to be a getaway.
Aku melarikan diri dari kenyataan yang menyakitkan di Sydney. Tapi yang terjadi adalah, kenyataan itu mengejarku sampai di sini.
Aku berdiri gelisah si peron selama beberapa menit. Sesekali menoleh kebelakang, hanya untuk memastikan tak ada yang mengikutiku sampai sini. Tak berapa lama, keretanya datang. Sambil melangkahkan kaki masuk, sekali lagi aku menoleh sekilas kebelakang, dan begitu pintu kereta menutup dan kereta mulai berjalan, aku menyandarkan diri ke tiang, menutup mata dan menghembuskan nafas lega.
Dari semua kebetulan yang bisa terjadi di dunia ini, kenapa sih, aju harus bertemu Andrew disini? Kota yang jaraknya lumayan jauh dari Sydney?
Aku benar-benar tidak menyangka bahwa Andrew--mantan pacarku, adalah teman nya Shuzi. Mungkin seharusnya aku sudah mempunyai firasat. Maka yang terjadi berikutnya adalah aku dan Andrew sama-sama tertegun.
Saat itu, seolah-olah semua terjadi dalam gerakkan lambat.
Andrew menghampiriku dengan langkah ragu. Aku bisa membaca gerakan bibirnya yang menyebutkan nama ku. Saat itu pula aku berdiri, secepat kilat mengambil tote bag dan coat milikku yang tersampir di kursi lalu berjalan cepat ke arah pintu keluar. Aku berjalan dengab begitu cepatnya, menembus jarak antara Andrew dan temannya, dan nggak mengurangi kecepatan sampai ke stasiun.
So much for my getaway. Or runaway. Or whatever.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
A/n:
Hai! Ini sisanya dr chapt 2 yg kmrn hihi
Oiya gue sengaja belom mempertemukan keysha dengan calum hehe biar pada penasaran.
Jngan lupa votemments yap!!!:*