temu kembali bag. 2 [alterio-azura]

458 72 16
                                    

Azura.

"You look like hell, Zura."

Dengan susah payah, aku menarik segaris senyum untuk Lisa yang sedang menatapku khawatir. Garisbawahi kata susah payah itu karena sungguh, untuk sekedar menarik kedua sudut bibirku ke atas benar-benar membutuhkan tenaga ekstra hari ini.

Semuanya berantakan.

Dari mana aku harus mulai menjelaskan?

Oh, mungkin dari ojolku yang motornya mogok di tengah jalan, membuat aku yang memang sejak awal sudah telat semakin telat dan sampai ke kampus 45 menit setelah kelas dimulai, di mana toleransi keterlembatan yang diberikan dosen mata kuliah bersangkutan adalah 30 menit.

Sebenarnya nggak akan menjadi masalah besar, kalau saja hari ini nggak dilaksanakan kuis yang hasilnya akan berpengaruh pada nilai di akhir semester nanti.

Setelah diusir dengan sangat mengenaskan oleh dosenku, aku memilih menunggu kelas kedua di kantin jurusan. Namun aku bahkan nggak sempat menginjakkan kakiku ke lantai kantin, tatkala seseorang menabrakku disusul oleh segelas kopi panas yang tumpah membasahi kemeja putihku.

Tentu saja respon pertamaku adalah marah. Namun melihat wajah maba di depanku yang benar-benar pucat pasi karena takut, serta tangannya yang gemetar berusaha mengelap kemejaku dengan tisu yang ia pegang, aku nggak tega. Maka seusai mengucapkan satu kalimat 'nggak apa-apa' kepada adik tingkatku itu, aku berlalu ke kamar mandi, mencoba membersihkan kemejaku seadanya sambil menunggu Lisa yang aku tahu selalu membawa kemeja cadangan di mobilnya.

Apakah kesialanku berhenti di situ?

Tentu enggak.

Di kelas keduaku, tugas yang sudah aku kerjakan semalam sampai nggak tidur—yang menjadi penyebab keterlambatanku tadi pagi—ditolak, direvisi besar-besaran yang bagiku bukan lagi direvisi, melainkan diganti total. Lisa yang duduk di sampingku hanya bisa menatapku iba tanpa bisa berbuat apa-apa.

"Ra." Lisa memanggilku yang hanya bisa terdiam setelah kelas berakhir hampir 5 menit lalu. "Penampilan lo beneran kayak setan. Beneran nggak apa-apa?"

Aku mendongak, menatapnya yang sedang memandangku sejak tadi setelah aku nggak memberikan respon apapun terhadap ucapannya. "Gue nggak apa-apa."

"Bohong banget." Lisa menolak percaya. "Yuk gue anter balik."

"Duluan aja. Gue masih ada urusan."

"Dih bahasa lo urusan banget. Emang urusan apa sih?"

Gue berdiri seraya mendorong pundak Lisa ke luar kelas. "Kepo, ah. Udah sana balik duluan. Kemeja lo nanti ya gue balikin."

Aku tahu Lisa merasa nggak puas dengan jawabanku, juga tahu bahwa dia masih ingin bertanya lebih lanjut. Namun Lisa cukup mengenal aku untuk akhirnya mengangguk, memastikan keadaanku sekali lagi sebelum kemudian melangkah ke parkiran meninggalkanku.

Selepas kepergian Lisa, aku menarik nafas panjang.

Di saat-saat seperti ini, aku ingin membagi keluh-kesahku kepada dia.

Aku ingin merebahkan kepalaku di dadanya, membiarkan tubuhku tenggelam di dalam dekapannya yang selalu hangat dan nggak pernah mengecewakan.

Aku ingin jemarinya yang menyelinap di helaian rambutku, seraya membisikkan kalimat yang membuat aku merasa hari itu nggak seburuk yang kurasa.

Aku ingin dia.

Lamunanku di depan kelas pecah ketika ponselku berdering. Keningku mengernyit ketika menemukan bahwa papa-lah yang menelponku. Jarang sekali papa menelpon di jam seperti ini.

Lepas | Hunsoo Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang