Dia duduk meringkuk memeluk lututnya di samping lemari besar di pojok ruangan. Matanya melirik ke kanan-kiri melihat seseorang yang akan datang untuknya. Namun nihil, tidak ada seseorang yang datang. Dia mulai terisak sampai tubuh mungilnya pun ikut bergerak ketakutan. Dia merangkak mendekati sosok lelaki bertubuh gempal yang terbaring kaku tak jauh darinya. Tangan mungilnya meraba-raba berusaha menemukan tangan lelaki gempal tersebut, lalu digenggamnya dengan erat setelah dia temukan. Air matanya jatuh semakin deras membasahi pipinya yang tirus, isakan memilukan pun juga dapat terdengar dengan jelas diantara kesunyian.
"Dad," panggilnya lirih nyaris tak terdengar. "Dad, bagun." Dia meminta dengan nada putus asa. Sesekali dipukulnya wajah milik lelaki itu dengan sisa tenaga yang dimilikinya, tetapi sama sekali taka da respon yang diberikan untuknya. "Dad, Em minta maaf, aku tidak sengaja, jadi aku mohon bangunlah." Suaranya semakin mengecil tertelan oleh isakannya sendiri. Sampai berjam-jam berikutnya tidak ada yang dilakukannya selain meminta maaf dan memohon-mohon agar lelaki itu membuka matanya.
Dia tidak tahu sudah berapa lama diam diposisinya, sampai akhirnya suara pintu yang bergesekan dengan lantai membuatnya mengalihkan pandangannya dari sosok lelaki itu ke sosok wanita yang melangkah masuk ke dalam rumahnya.
"Emma, Ya Tuhan!"
Dia memandangi wanita itu dengan takut, lalu air matanya menetes lagi tanpa bisa dicegah. Detik berikutnya, yang dirasakannya dirinya ditarik ke dalam rengkuhan hangat wanita itu. Bisikan-bisikan diberikan wanita itu untuknya agar dirinya tenang tetapi justru semakin membuatnya menangis tersedu.
"Dia tidak bergerak. Dia meninggal."
Dapat dirasakannya tubuh wanita itu menegang setelah mendengar ucapannya yang terputus-putus, dan kembali menjadi seperti biasanya dalam hitungan detik. Dan wanita itu justru mengelus puncak kepalanya dengan kelembutan seorang ibu.
"Tenang Em, semuanya akan baik-baik saja."
Kalimat itu terasa seperti mantra ajaib untuknya sehingga dengan mudah membuatnya merasa lebih baik. Air matanya tak lagi mengalir, dan jantungnya tak lagi bekerja diluar batas normal. Dan akhirnya, matanya yang kelelahan tertutup.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAVING EMMA
Teen FictionThe past is our definition. We may strive, with good reason, to escape it, or to escape what is bad in it, but we will escape it only by adding something better to it. (Wendell Berry) Mulanya, ia selalu berpikir bahwa melarikan diri dari semua ingat...