Secangkir Kopi dan Parfait Melon

352 28 6
                                    

- "ada kalanya, berbagi cerita dengan seseorang akan menjadi euforia yang memberikan kesempatan untuk rasa cinta berkembang dalam hati kedua insan yang rapuh."

~

Disinilah Jemian berada, pada sebuah cafe kecil di tengah kota tempatnya bekerja. Lihai tangannya meracik kopi yang akan dinikmati oleh pelanggan yang terhormat, penuh perhatian ia tuangkan dalam secangkir kopi yang menggantungnya untuk tetap hidup di dunia.

Hari ini cukup ramai, peluh membasahi dahi putihnya yang tertutup rambut hitamnya, sedangkan sang empu hanya duduk di kursi dekat kasir untuk melampiaskan rasa lelahnya sembari menunggu pesanan.

Seorang mahasiswa yang dipaksa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, ia tak yakin apakah ia bisa bertahan.

Rasa sesak memenuhi dadanya, mengingat akan tanggung jawab yang harus ia emban. Belajar sekaligus bekerja, ia lelah.

Kedua matanya menutup sebelum atensinya teralihkan oleh dering bel yang digantung di pojok pintu, menandakan adanya pelanggan baru.

Ia terpesona.

seorang siswa dengan seragam putih abu dengan wajahnya yang polos dan menggemaskan, ia arahkan kedua netranya ke papan nama di atas saku baju siswa SMA itu. Jiandra Parudewa namanya, indah.

Terasa denyut di dadanya, ia heran. Bagaimana bisa ada laki-laki secantik ini? Tak luput sama sekali matanya ia pandang ke arah Jiandra, meneliti setiap lekuk tubuhnya, sempurna.

Sedangkan Jiandra, ia kepalang bingung dengan ulah barista di depannya, apakah ada yang aneh di wajahnya? pikirnya. Ia tepis pemikiran itu dan memilih melihat menu yang disediakan dan langsung memesan, "Cappucino dingin sama parfait melonnya satu ya kak," sama sekali mengabaikan barista yang menatapnya lekat.

Jemian tersentak, "oke, dek." Ia ucap sebagai tanggapan. Jiandra hanya mengangguk dan berjalan ke salah satu tempat duduk yang terletak di pinggir jendela.

Sungguh, ia pikir jantungnya akan berpindah ke lututnya saat Jiandra memesan. Suara Jiandra yang berat berkebalikan dengan wajahnya yang mirip bayi, tapi tetap gemas.

ia sontak menggelengkan kepalanya pelan setelah sadar akan pikirannya yang liar, dan memilih segera membuatkan pesanan yang mungkin menjadi pesanan terakhir sore ini sebelum jam kerjanya berakhir, melihat hanya tersisa satu orang yang ada di antara banyaknya meja-meja pelanggan, yaitu Jiandra.

Suara dentingan gelas membuat atensi Jiandra teralihkan dari benda pipih di tangannya ke arah pelayan cafe yang mengantarkan pesanannya.

"Ganteng," ucapnya tanpa sadar, menutup mulutnya dengan tangannya sendiri setelah menyadari ia telah mengatakan sesuatu yang sangat memalukan baginya.

Yang menerima pujian hanya terkekeh, memilih untuk duduk di depan siswa SMA itu, "Makasih, dek."

Ia lemparkan senyuman manis ke arah Jiandra, membuat jantung Jiandra berdetak kencang tak beraturan. Jemian yang barusan duduk di depan Jiandra membuka mulutnya,

"Ga masalah, kan? kakak duduk disini." Ia berucap, tanpa sama sekali mengalihkan pandangannya dari arah wajah manis Jiandra. Toh, hanya tersisa mereka berdua yang ada di dalam Cafe ini. 

Jiandra hanya mengangguk pelan sebelum memilih untuk memakan Parfait melonnya.

Suapan demi suapan ia masukkan ke mulutnya sesekali menyeruput kopi dinginnya, menikmati setiap cita rasa yang menyentuh lidahnya, enak.

Segar rasa pikirannya yang sebelumnya dipenuhi dengan rumus fisika menyebalkan yang harus ia ingat hari ini. Malas ia sebenarnya tetapi apa daya ini sudah hampir masuk ujian akhir yang menentukan lulus atau tidaknya dia. Apalagi, memikirkan sosok di tempat yang ia sebut rumah, berusaha memenuhi ekspektasi nya.

Page Of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang