II - Meet.

175 20 0
                                    

"Siapa itu?"

"Hah, apa?"

"Lu chatting sama siapa? Panik banget cuma ditanya."

Ujar Azizi sambil merebahkan dirinya di kasur Adel. Ya, dia sedang berada di rumah Adel sekarang. Bahkan sepertinya dia lebih sering menghabiskan waktu di rumah Adel.

"Oh, Ashel," jawabnya sambil membenarkan posisi duduknya setelah sempat panik tadi.

"Zee, menurut lu, Ashel orangnya gimana?" sambungnya sambil tetap menatap layar ponselnya.

"Ashel? Yang tadi di kantin? Hmm, cantik, kelihatan agak heboh orangnya. Kenapa?"

"Ngga apa-apa, tanya aja."

"Suka sama dia?" tanya Zee dengan spontan.

Adel hanya diam mendengar pertanyaan dari Zee, sebenarnya dia sangat bingung sekarang. Dia tidak tahu apa yang dirasakannya saat ini, "mungkin hanya senang berteman dengan Ashel, bukan?" pikirnya.

"Diem aja, sariawan lu," ucapnya sambil melempar boneka kecil yang berada di atas nakas ke arah Adel.

"Bacot, gue lagi mikir," tukasnya.

"Dih, kayak yang bisa deh lu."

"Anjir, gue serius. Aneh ga sih, Zee?" tanya Adel pada Zee dengan wajah yang serius.

Pertanyaannya benar-benar membingungkan, Zee sendiri bingung harus menjawab seperti apa. Namun, apa yang salah dengan rasa suka terhadap seseorang? Bukankah itu hal yang wajar?

"Gak ada yang aneh. Tapi, sebelum makin jauh, pastiin juga dia kayak gimana," ujar Zee.

Mengerti maksud perkataan Zee, Adel memutar kursinya dan kembali memikirkan apa yang harus dilakukannya ke depannya.

🌹

Malam tadi, Zee menginap di rumah Adel karena dia tertidur setelah perbincangan semalam dengan sepupunya itu.

Saat ini, mereka sedang sarapan bersama keluarga Adel, bersiap untuk sekolah yang tinggal sekitar 30 menit lagi.

"Pake motor lu ya."

"Ga bisa, bawa sendiri-sendiri aja," jawab Adel seraya berdiri ingin meletakkan piring yang sudah kosong di tangannya.

"Cepat, nanti telat," lanjutnya.

Zee pun buru-buru menghabiskan makanannya dan menaruh piringnya di tempat cucian. Setelah itu, ia salim kepada orang tua Adel sebagai tanda pamit sebelum berangkat sekolah.

🌹

"Pantesan mau sendiri."

Melihat Adel yang baru datang dari depan kelas, padahal berangkat bareng tadi. Ternyata, ada gadis lain di belakang motornya yang diyakini adalah Ashel. Rupanya, dia menjemput terlebih dahulu.

Terlalu sibuk memperhatikan Adel, ia tak menyadari bahwa ada gadis lain yang mendekatinya. Saat berbalik ingin masuk ke dalam kelas, matanya tak sengaja bertemu dengan Marsha, gadis yang ber-ulang tahun kemarin.

Zee tersenyum pada Marsha yang juga tanpa sengaja menatap ke arahnya, padahal sebenarnya Marsha sedang menuju ke kelasnya yang berada tepat di samping kelas Zee.

Matanya tetap mengikuti arah langkah Marsha hingga gadis itu menghilang dari pandangannya. Dia terdiam, mencerna segala keadaan yang terjadi.

Apa yang baru saja terjadi? Apakah dia terpesona oleh seseorang yang baru dilihatnya kemarin?

"Bengong aja pagi-pagi, nanti kesambet lu."

Ucapan tiba-tiba dari Adel, membuyarkan lamunannya.

"Liatin apa sih?" Tanya Adel sambil melihat ke arah pandangan Zee tadi. Hanya lorong dan beberapa murid yang baru datang sedang berlalu-lalang.

"Kepo amat masih pagi, urusin noh Ashel," ujarnya sambil meninggalkan Adel dan masuk ke dalam kelas.

"Dih bacot!!" kesal Adel, lalu menyusul Zee masuk ke dalam kelas.

🌹

Bel pulang sekolah sudah terdengar sejak 10 menit yang lalu, namun ketiga gadis yang masih memiliki hubungan darah ini masih setia duduk di salah satu kursi panjang yang berhadapan dengan kolam ikan.

"Balik jam berapa?" tanya Zee yang sedang merebahkan kepalanya di paha Christy, sang adik sepupu yang hanya terpaut satu tahun darinya.

"Sebentar lagi," jawab Christy tanpa menatapnya, yang ternyata sedang bermain game online bersama Adel yang duduk di sebelahnya.

Saat mereka menunggu, obrolan ringan pun tercipta. Adel, yang masih sibuk dengan game online, sesekali menyelipkan komentar-komentar lucu yang membuat mereka tertawa.

Tanpa mereka sadar, Ashel menghampiri dan menyapa mereka. "Eh, kalian masih di sini?" ucapnya dengan ramah.

Ashel tidak sendiri, ia bersama Marsha sekarang. Namun, Marsha, yang cenderung pendiam, tersenyum tipis.

Zee mengangkat kepalanya dari pangkuan Christy, sementara Adel memberhentikan permainannya sejenak. "Oh, hai Shel! Iya, jadi kan mau pulang bareng?" tanya Adel sambil tersenyum.

Ashel mengangguk. "Iya, jadi. Udah siap pulang?" tanyanya sambil melirik jam tangannya.

Adel mengingat sesuatu, bahwa Zee belum mengenal Marsha. Aneh, pikirnya, bahkan Christy dan Marsha sudah saling mengenal.

"Marsha, ini Zee, sepupu gue. Zee, ini Marsha, temen satu kelas Ashel," perkenalkan Adel, dengan inisiatifnya.

Zee menyambut dengan senyuman gugupnya, "Hai, Marsha."

Marsha balas sapa dengan sopan, "Hai, Zee."

Setelah sejenak, Adel memberi isyarat bahwa sudah waktunya pulang. Zee dan Christy merespon dengan anggukan, dan mereka berdiri bersama-sama.

Saat itulah, Marsha mengingat bahwa sudah waktunya pulang. "Guys, aku pulang duluan ya. Mamaku udah nunggu nih katanya," ucapnya sambil sesekali melihat ke arah ponselnya yang mungkin sedang berbagi pesan dengan mamanya.

Setelah pamit, Marsha berjalan ke gerbang sendirian. Sementara yang lain menyalakan motor untuk pulang ke rumah masing-masing.

Her NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang