|subuh penuh sukacita|

33 3 0
                                    

KOTA masih dipeluk cakrawala yang terlelap, menanti warna oranye untuk merayap perlahan di ufuk timur hendak mengusik malam dengan lembutannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


KOTA masih dipeluk cakrawala yang terlelap, menanti warna oranye untuk merayap perlahan di ufuk timur hendak mengusik malam dengan lembutannya.

Walau masih amat dini, sang puan sudah mendengar bunyi sepedanya menyatu dengan deru ombak yang semakin dekat. Dengan cepat, netra cemerlang itu mulai menilik pinggir hamparan biru, mencari raga yang mungkin..ia rindu?

Benar saja, sesosok itu tengah duduk begitu damai pada salah satu dari banyaknya terumbu karang kokoh tepi sana.

Sang puan menghela nafas lembut, lengkungan tipis begitu lentara di atas wajah pucatnya ketika lagi-lagi ia memutuskan untuk menukik menghampiri deburan ombak disana.

"Shakeel!" Raga dirasa lantas menoleh pada sumber pekik riang yang ia hafal pula kepunyaan siapa. Begitu netra mereka saling bertaut, detik selanjutnya adalah saling mengukir sabit tipis pada kedua bibir ranum itu.

Sepeda sang puan melambat dan berhenti setelah ia rasa cukup dekat pada objek yang ia hendak tuju. Tungkainya menjejak pasir putih sebelum hastanya memegangi erat sepeda tua itu untuk ditumpukan pada pohon bintaro yang tak jauh dari sana.

"Hati-hati Naswala, terumbu karangnya masih licin." Awas Shakeel, ia masih menatap sang puan pemilik asma yang tengah melangkah penuh hati-hati mendekati dirinya.

"Iya-iya, bawel. Lagian kamu kel, dini hari seperti ini sudah nongki sendiri di pinggir laut, sakit jiwa?"

Dengan itu pula, tawa shakeel terlepas. Jelas tak sebebas samudra di depannya, membuat Naswala sendiri enggan menilik suara gema milik teman sebayanya itu.

Segera ia memilih duduk di sisi terumbu karang tempat shakeel. Matanya yang bulat seperti burung hantu kecil  memandang lurus pada hamparan biru, menyapu horizon yang tak berujung.

Sang puan mulai ikut menyelami nuansa kehampaan di antara riak ombak juga riuh rendah tawa si tuan yang mulai menggema di sekitar.

"Berisik juga ya?" Soal singkat, namun bahu raga disebelah dibuatnya meluruh sejenak.

Tawa di bibir Shakeel merela pergi, berganti dengan senyum yang ia susun sedemikian rupa. "Lumayan, tapi lebih berisik suara ibun kalau lagi ngomel."

Si tuan menghembuskan nafasnya lembut, ia akhiri dahulu bicaranya memberi jeda. Mempersilahkan angin--untuk kesekian kali mengacak rambut sehitam bubuk kopi miliknya.

"Nas kalau aku bilang, menurutmu ibun bisa paham tidak, ya?"

Tidak ada suara yang menauti tanya shakeel, kepalanya yang berisik serupa orkestra keheningan lagi-lagi menyusun senyum tipis pada potretnya.

Ditutup sunyi, seakan memudar memberi ruang bagi atma yang penat mengarungi biru.

.

Jikalau di beri titah untuk tenggelam, Shakeel sukacita walau bisa berenang"

.

°°°

Bagaimana hari ini?
Kata Naswala, Jangan hanyut dulu.

@Privphile
28/12/2023

revisi.01

Bisik gamangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang