"HELLO EVERYBODY!!!" Sapaan yang keluar dari mulut cewek berambut kriting itu nyaris membuat gendang telinga penghuni kelas pagi hari ini pecah.
"Energi luar biasa, Shasa," kata Fiana. Cewek berikat rambut ponytail itu menarik lengan Shasa kearah kursi disebelahnya. "So... Ada hal menarik apa hari ini?"
Shasa mengulum senyum tanpa berkata-kata, membuat mata ketiga teman-temannya berkilat-kilat menanti.
"Si Deon," kata Shasa membuka percakapan. Sontak ketiga cewek itu merapat. Shasa mendehem perlahan. "Akhirnya jadian sama Karlin!!"
"WHAT!!!??"
Shasa terkikik puas melihat salah satu ekspresi putus asa dihadapannya dan respon mereka yang kompak serentak.
"Dan kalian tau?"
"APA?!"
"Karlin yang nembak Deon!" Shasa tersenyum puas. Cewek itu mengipas-ngipas tangannya seraya memperhatikan wajah seseorang yang patah hati.
"Ah, nggak seru lo, Sa. Itu bukan hal menarik. Tapi berita buruk!" Serafin memajukan bibirnya. Sebagai penggemar nomor satu Deon, Serafin sudah merasakan patah hati sejak dua bulan yang lalu. Tepatnya saat rumor Karlin dari kelas IPS A mulai pedekate sama Deon. Serafin sejujurnya menyerah kalau saingannya itu Karlin. Selain cantik, tinggi, dan blasteran Indonesia-Belanda, Karlin peraih peringkat satu sejak kelas satu.
Tapi tetep aja. Patah hati itu nyata sakitnya.
"Yeeeuuu... Sabar sayangku," ucap Shasa mencubit pipi Serafin yang kelebihan lemak. "Banyak ikan di laut. Begitu pun dengan pria. Lo tinggal sebut kriteria lo, biar Una yang cariin."
Cewek berkacamata besar itu menoleh cepat kearah Shasa. "Maksud L?"
"Oh, iya, kuncian lo kan banyak, Un," celetuk Fiana.
"Ah, nggak! Nggak bener kalau Una. Dia mainnya sama Om-om," kata Serafin meringis geli.
"Ih, mereka bukan Om-om! Ya walaupun body dan muka mereka agak sedikit lebih dewasa. Tapi mereka anak mahasiswa, Ser!" kata Una menyakinkan. "Nggak apa-apa, kan? Paling 2 tahun lebih tua dari lo, Ser." Una menaik turunkan alisnya yang tidak begitu tebal cenderung botak. Serafin sontak menyilangkan kedua tangannya seolah berkata 'nggak dulu deh'.
"Mahasiswa veteran kali!" cibir Serafin sambil menyomot ciki jagung milik Fiona yang baru saja dibuka.
"Mahasiswa semester 20," timpal Shasa. Fiona dan Serafin lantas terkikik sambil menunjuk kearah Shasa seolah-olah mengatakan 'Nah!'.
"Mau yang mana, Ser? Ada Kak Hilman anak UNJ. Kak Ben anak UT. Sama Kak Dani anak--"
"Kayaknya Sera masih belum mau buka hati, Unun. Jadi stop lo nge-direct selling anak-anak kosan Tante lo yang mirip mahasiswa semester 20 itu!" ujar Shasa.
"Iih, tadi minta gue cariin. Huh, dasar!" Una melempar penghapus kecil kotor yang tak sengaja ia temui di kolong meja itu kearah Shasa.
Jangan tertipu dengan penampilan Una yang hampir kelihatan seperti orang serius. Kacamata yang bertengger di atas hidungnya hanya sekedar alat bantu penglihatan yang buruk. Mata Una minus 9. Akibat sering terpapar layar komputer berjam-jam di warnet yang tempatnya pas di sebelah rumah Una.
Fiana menepuk-nepuk pundak Serafin. Cewek itu tau kalau apa yang dilakukan Fiana adalah salah satu ejekan yang terselubung.
"Ganti topik ah!" Kata Serafin jengah. Ia malu terlihat galau. Walaupun di dalam hatinya ia masih menjerit setelah mendengar kenyataan pahit.
"Eh, ke Jogja, yuk?" tawar Una. Cewek itu mengaduk isi tas nya, lalu menaruh selebaran kertas di atas meja. "Mantan montir ayah gue bikin proyek traveling. Ke Jogja 4 hari cuma 300 ribu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Yellow
Teen FictionYang tidak bersuara memang sulit untuk dimengerti. Namun, bukankah sudah kodratnya semua orang ingin dimengerti? Seperti aku yang bersyukur bisa bertemu denganmu. Sekiranya, aku bisa mengatakannya secara langsung dihadapan mu, dengan suaraku, bahagi...