Kekaguman Yang Bertambah

6 1 0
                                    

Banyak kekaguman yang ditujukan kepada putri dari Abah Kemal. Tutur katanya yang tidak kasar, wajahnya yang cantik dan caranya menjaga pandangan sangat dinilai lebih.

Mentari sudah menyapa para penuntut ilmu yang sudah berjejer rapi membentuk beberapa barisan.
Kegiatan setiap paginya, adalah hafalan berkeliling sebelum sarapan pagi. Ditemani Ning Syadha, yang baru pertama kali mengikuti acara ini. Semua santri putri dibuat tambah gugup apalagi yang tidak terbiasa, tapi karena sudah keharusan mereka tetap menjalani tugas tersebut. Ada ustadzah Mitha, juga ustadzah Humaira.

Setelah acara hafalan selesai, mereka bubar menuju stand catering waktunya sarapan. Baru sekarang, Ning Syadha melihat kegiatan rutin ini. Bukan hanya melihat, tetapi juga menyajikan. Tentunya para santri yang kebagian dari tangan Ning Syadha sangat bahagia.

"Ustadzah, nasinya habis." Kata Ning Syadha.

"Oh iya, Ning, sabar ya Mbak-mbak." Jawab Ustadzah Humaira.

Tak lama kemudia ada, salah satu orang laki-laki. Pakaian atas yang dilipat lengannya juga sarung yang dicincing sangat cingkrang. Sedang mengangkat bakul nasi cukup besar. Ning Syadha yang reflek karena bagi Dia itu sangat berat langsung menegur dengan lembut.

"Kenapa, tidak minta tolong, sama Ustadz lain Ustadz?"

"Tadi kebetulan, pas alarm dapur bunyi, cuma ada saya didapur Ning, maaf." Jawab Ustadz Hilmi.

Deg

"Ustadz Hilmi."
Bathin Ning Syadha.

"Ya Allah, Subhanallah, ampuni dosa hamba. Jika takdir kebetulan ini, membuat hamba semakin menaruh harapan akan berjodoh dengan beliau." Bisiknya dalam jiwa.

Ternyata laki-laki super itu adalah Ustadz Hilmi.
Sewaktu dirinya hendak, kedapur mengambil tasnya karena ada urusan, mendengar alarm dapur umum yang memang dimasak oleh para kang-kang pondok, itu berbunyi. Langsung melihat apa kiranya yang masih tersisa didapur, ternyata sebakul besar nasi putih. Kebiasaan kang pondok kalau sudah mengantar nasi, selalu disisakan. Terkadang para ustadzah meminta izin, masuk dapur umum sekedar mengambil lauk yang sengaja ditinggalkan oleh kang-kang pondok.
Ustadzah Mitha melihat, Ningnya melamun.

"Ning." Panggil Ustadzah Mitha karena melihat Ningnya melamun.

"Ehm, iya, gak papa, Ustadz maaf, Saya cuma gak bisa melihat, itu berat, Jenengan angkat sendiri, punggung masih, aman kan?" Itulah Ning Syadha mengalihkan jiwanya yang gundah dengan obrolan receh dan sangat jarang Dia lakukan.

"IngsyaAllah, aman Ning, mari, saya permisi kasihan para adik-adik sudah menunggu." Jawab Ustadz Hilmi.

"Astaghfirullah, maafkan Saya, ya Ustadzah?"

"Lha, minta maaf, kenapa tho Ning." Jawab Ustadzah Mitha.

"Ustadz Hilmi, terimakasih ya." Kata serempak diucapkan para santri putri.

Ustadz Hilmi, hanya tersenyum. Sesekali curi pandang, ke Ningnya.

*****

Meresapi dinginnya malam dengan lantunan ayat suci Alquran. Memeluk gelap, sepoi angin bersemilir menambah sejuk hawa dimalam ini. Seorang ahli Quran sedang duduk termenung, memangku Quran usai bait demi bait selesai Dia baca.

"Mas, pasti dipondok banyak yang naksir ya?" Tanya adik Ustadz Hilmi.

"Apa, sih dek."

"Waktu, sekolah diniah dikelas dua, kalau, yang ngajar Mas, pasti heboh!!"

"Ya Allah,, Dini!! Itu hak mereka, Mas, tak terlalu ambil pusing."

Interaksi antara kakak beradik yang satu pesantren. Tetapi mereka menyembunyikan identitas mereka jika bersaudara.
Ustadz Hilmi adalah kakak dari Iqlillah Diniatur Rofiq.

Sajadah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang