Royal Prince | 10

706 77 1
                                    

Citra menutup pintu kamar Tania dan bersandar dengan napas yang berembus pelan. Dia menatap langit-langit mansion yang menjulang di atasnya. Citra pikir segalanya akan menjadi lebih jelas setelah bertemu dengan Tania. Nyatanya, dia malah semakin bingung dengan keputusan yang harus dia pilih untuk menerima atau menolak permintaan kerajaan. Andai aturan semacam itu tidak pernah ada di kerajaan ini, sudah pasti Citra tidak akan pernah terlibat dalam masalah seperti ini.

Perbincangan Citra dan Tania berakhir dengan sebuah kesepakatan. Jika Tania tidak mengatakan apa pun, kepada siapa pun, tentang masa lalu Citra dan perasaannya kepada Saga, Citra akan mempertimbangkan permintaannya. Citra tidak ingin melibatkan apa pun dari masa lalu dalam mengambil keputusannya. Citra juga tidak ingin orang-orang berpikir bahwa keputusan yang dia ambil kelak semata-mata karena Saga. Hal itu harus dilakukan agar Citra bisa melindungi harga dirinya dan juga nama baik Tania.

Lalu Citra juga meminta kepada Tania untuk selalu terbuka. Tidak hanya kepadanya, tapi juga ke semua orang di istana ini.

"Kalian sudah selesai bicara?" suara Saga mengejutkan Citra. Entah sejak kapan laki-laki itu bersandar pada sebuah dinding dengan kedua tangan terlipat di dada, menatapnya.

"Sudah." Citra menegakkan tubuhnya.

Saga menenggelamkan kedua tangannya ke dalam saku celana dan berjalan menghampiri Citra. "Bagaimana dengan Tania? Apa dia sempat mengeluhkan sesuatu saat berbicara denganmu?"

"Nggak. Tania tidur setelah minum obat. Makanya saya keluar." Citra bisa merasakan kalau Saga mengkhawatirkan Tania. Hal itu sangat wajar, meski ada sisi buruk dalam dirinya yang justru merasa sakit karena telah memikirkannya.

"Sebenarnya ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan kepadamu. Terutama tentang kamu dan Tania. Tapi karena waktu yang kita punya tidak banyak, saya ingin kamu segera bersiap karena Raja dan Ratu ingin bertemu denganmu."

"Apa?" Kedua mata Citra membelalak. "Ketemu saya? Sekarang?"

"Saat makan malam nanti. Hari ini kamu menginap di sini. Hasan sudah menghubungi Ibu Pitaloka dan besok pagi dia akan mengantarmu kembali ke Jakarta."

Citra mengerutkan dahi, merasa kalau ucapan Saga terkesan seperti memerintahnya secara sepihak. "Tapi, maaf Yang Mulia. Bertemu dengan Raja dan Ratu sama sekali nggak ada di kesepakatan kita berdua. Saya ke sini cuma buat ketemu Tania. Lagi pula besok saya harus bekerja."

"Shift dua, jam empat sore," balasan Saga membuat Citra membelalak untuk kedua kalinya. "Kamu tidak perlu khawatir. Rafis sudah mengatur segalanya. Sekarang kamu ikut saya."

"Ke mana?"

Alih-alih menjawab, Saga malah memutar tubuh dan menjauh begitu saja. Mau tidak mau Citra pun mengikutinya, menuruni anak tangga dan bertemu dengan seorang perempuan berambut pendek di dekat sofa.

Perempuan itu memperkenalkan dirinya sebagai asisten pribadi Tania. Namanya Karina. Citra baru mengetahui bahwa dia lah yang mengurus beberapa pekerjaan Tania selama Tania sakit.

"Tolong atur semuanya, Karina. Saya ingin dia memakai pakaian yang lebih pantas."

"Memakai pakaian yang lebih pantas?" Citra menatap Saga, menuntut penjelasan.

"Saya tidak ingin kamu bertemu Raja dan Ratu dengan pakaian seperti itu. Jadi saya meminta bantuan Karina untuk mencarikan pakaian yang lebih pantas untuk kamu pakai."

Citra menatap pakaiannya sendiri sekarang. "Memangnya ada yang salah dengan pakaian saya?"

"Kamu pikir pakaian yang kamu kenakan pantas untuk bertemu dengan Raja dan Ratu?"

Citra agak tertohok mendengar balasan Saga. Dia tidak menyangka kalau ucapan seperti itu akan keluar dari mulunya. "Maaf sebelumnya, tapi apa Yang Mulia memang selalu begini?"

Royal Prince (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang