Jason's Part

228 14 7
                                    

Gue berjalan menyusuri jalan setapak, menuju rumah kecil gue yang tersembunyi dibalik rumah-rumah mewah.
Ya, rumah gue emang berada di kompleks perumahan yang rata-rata dihuni oleh jutawan ataupun milyarder. Tetapi tidak buat gue, karena satu-satunya alasan gue bisa tinggal disini adalah ini satu-satunya warisan kakek, rumah kecil ini, yang biasa ditempatinya saat ia masih muda dan berkerja sebagai satpam di perumahan elite ini.
Kakek sendiri baru beberapa bulan yang lalu meninggal akibat komplikasi jantung yang dideritanya. saat itu gue merasa sangat terpukul karena gur, secara harafiah, lebih menyayangi kakek gue daripada ayah kandung gue sendiri. Entahlah, mungkin karena kakek lebih banyak mengajari gue arti kehidupan, mengajari gue dalam berbagai hal, daripada ayah gue yang cuma bisa mabuk dan judi.

Gue membuka pagar kecil yang sudah berkarat dimana-mana itu dengan perlahan, lalu masuk dan menutupnya kembali. Derit pagar tua itu selalu membuat gue kesal, entah kenapa. Mungkin gue hanya membenci kenyataan bahwa gue nggak bisa beli pagar baru buat rumah ini.

"kakak! Kakakk!" Teriak Jazzy, adik perempuan gue tepat setelah gue membuka pintu rumah.

"Hallo, tuan putri! Dimana jaxon?" Sapa gue sambil menyerahkan kresek makanan kepada Jazzy.

"Itu, disana.. kak, ini apa?" Tanya Jazzy sambil membuka kresek yang gue berikan padanya.
"Oh ini, ini makanan.. puji Tuhan, kita dapet rejeki hari ini.." kata gue sambil mengelus kepala Jazzy.

"Kakak beli ini pake apa? Lukisan kakak ada yang kejual?" Tanya Jazzy polos.
Gue tersenyum sambil menatap gadis kecil berumur 9 tahun di hadapan gue ini.

"Nggak, sayang. Temen kakak yang belikan ini buat kalian." Jawab gue halus.

"KAKAKKK!!" Teriak Jaxon dari dalam kamar, berlari dan memeluk kaki gue.

"Halo, jagoan!" Jawab gue sambil menggendong Jaxon. "Kakak habis dari mana? Laper kakk.." Tanya Jaxon.

Jaxon adalah adik bungsu gue, umurnya baru 8 tahun.

"Iya iya, ini kakak bawa makanan kok.."

"Asik!" Seru jaxon sambil mengambil sekotak makanan dari kresek ditangan Jazzy.

"Kakak nggak makan?" Tanya Jazzy.

"Kakak udah makan tadi.. satunya buat ayah ya. oh iya, ayah mana?"

"Nah itu masalahnya, kak. Ayah gak pulang dari tadi pagi.. aku nggak tau ayah kemana, aku bangun tidur ayah udah nggak ada.."

Gue mengangguk sambil mengelus kepala kedua adik gue.

"Okay, baiklah. Kalian makan dulu yang banyak, kakak mau mandi dulu." Gue berjalan ke kamar mandi dan melepas jaket.

Di kamar mandi, gue menanggalkan baju gue dan menatap cermin.

Gue masih memikirkan kata-kata Ashley tadi. Masa iya, gue mirip Justin Bieber?

Selama ini emang banyak yang salah sangka kalau gue ini Justin Bieber, tetapi langsung terdiam saat gue melepas kacamata hitam gue dan melihat mata gue yang berbeda jauh sama mata milik Justin. Mata gue biru cerah, dan sama sekali nggak ada unsur gelap seperti punya Justin.

Tapi gue nggak tahu, gue beneran mirip Justin apa nggak. Tapi kalo benar gue mirip Justin Bieber... God blesses me.

Gue senyum-senyum sendiri di depan cermin, baru beberapa menit kemudian, gue mulai menyalakan shower dan benar-benar mandi.

-selesai mandi-

Gue keluar kamar mandi dengan setengah menggigil. Hari ini kerasa dingin banget, mungkin udah mau winter.

Gue menutup pintu kamar dan mengecek hp gue. One new message.

"Sapenih...."

Hei, ini aku Ash! Kamu bisa mulai kerja besok. alamat aku Avendrick Avenue 10th, Aku tunggu yaa!

gue langsung tersenyum secara refleks.
"gue siap. sangat siap."

Hei! Siap bos, i'll be there at 7 am!

sended.

gue menghempaskan badan gue ke kasur butut di depan gue. Seperti biasa, suaranya berderit rapuh. Tapi untuk kali ini, gue gak memikirkan itu.

gue memikirkan... menghabiskan waktu bersama Ashley? Seharian?! Digaji pula!! wow, dewi fortuna memang lagi berpihak kepadaku kali ini.

Ashley...
gue membayangkan wajahnya yang cantik, dan sedikit imut. Dengan mata abu-abunya serta perawakannya yang kecil, gue selalu membayangkan bisa memeluknya.
Atau bahkan lebih dari sekedar memeluk, dan mencium...gue membayangkan gue dan dia...

"Hei, Jason. come on. dia udah punya suami, jangan gila!" bisik gue keras sambil menjambak rambut gue sendiri.

"Tapi kenapa dia bisa secantik itu ya? bikin pikiran gue jadi kotor kan. Argh!" gerutu gue lagi.

Udahlah, pokoknya niat gue cuma kerja. Gak boleh lebih. Tolong, lo semua wajib negur gue kalo gue kurang ajar sama dia. Okay?

Forgive Me, Please? [Fly and Fall season 2] [14+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang