Possible thing chapter 3

3 0 0
                                    

Sambil menggenggam sapu dan pengki, aku terus menatap keluar dari jendela kafe yang kuhadapi setiap hari. Cuaca pagi yang mendung menciptakan suasana yang tenang di sekitar.

Tiba-tiba, suara lembut memanggil namaku dari belakang,

"Daf."

Aku menoleh, dan di belakangku berdiri teman kerjaku, seorang wanita berumur sebayaku dengan seragam coklat muda yang sesuai dan rambut sebahu, Tatapannya yang lembut dan senyumnya yang ceria selalu membuatnya menonjol di antara kerumunan.

"Ngelamun aja," serunya sambil mendekatiku.

Aku tersenyum, "Ngga, cuma liat keluar doang," sembari terus memandangi aktivitas di luar.

"Eh, lagi nyari cewek ya?" Candanya sambil tertawa.

"Ngga," bantahku cepat, berusaha menyembunyikan kebingungan.

Dia tertawa terkekeh, "Bilang aja, entar aku bantu cariin."

"Ngga, ah. Udah, aku mau lanjut nyapu dulu, nanti bos marah." Aku menghindar sambil menjauhi jendela.

Dia mengejar, "Kamu sih melamun aja, kamu mah suka tenggelam dalam pikiran sendiri," dengan nada ketus saat aku meninggalkannya.

Langkahku cepat meninggalkan percakapan itu, Sementara aku fokus pada tugas membersihkan kafe, pikiranku masih melayang pada pemandangan di luar dan suasana pagi yang tenang. Dalam keheningan pagi yang mendung, aku tetap fokus pada pekerjaanku membersihkan kafe. Jendela kaca menjadi saksi ketika aku terpesona oleh pemandangan jalanan yang mulai agak ramai. Suara panggilan dari belakang membuyarkan lamunanku.

Seseorang pria mengangkat tangannya agak tinggi di meja pojok depan.

Aku segera menghampirinya.
"Ada yang bisa dibantu pak? Mau pesan apa?" Tanyaku.
"Kopi mocha nya satu ya." suaranya agak besar dan berat sangat cocok dengan penampilannya yang mengenakan pakaian formal kantoran.
"Tentu, satu kopi mocha ya pak, ada lagi yang mau ditambahkan?"
"Tidak." Jawabnya begitu irit.
"Baiklah, silahkan tunggu sebentar ya pak," ucapku sambil mencoba tersenyum ramah.
Ketika aku hendak melangkah, tiba tiba..
"Tunggu."
Aku terdiam.
"Siapa namamu?" Tanyanya agak mengejutkanku.
"Nama saya Dafa." Mencoba tersenyum ramah.
"Ada yang bisa dibantu lagi pak?" Tanyaku untuk memastikan apa masih ada yang mau orang itu tanyakan.
Dia menggeleng pelan.
"Baik, Saya akan kembali dengan pesanan anda."

Sambil menggandeng blok pesanan, aku melangkah menuju mesin kopi dengan sigap. Sesaat kemudian, cairan kopi yang segar dan lembut mengalir ke dalam cangkir mocha, Aroma kopi yang harum mulai menyelimuti udara pagi hari ini, menciptakan wangi yang menggoda.

Secara perlahan seseorang mendekatiku, "Biar gue." Ucap Ryan.
"Tapi.."
"Udah, gue aja.." ucapnya agak memaksa.
Aku gak tau kenapa dia bersikap seperti itu.
Ryan mengambil kopi yang sudah siap itu dan mengantarkannya menuju meja pelanggan.
Pelanggan itu tampak menatapku dari jauh, aku tersenyum ramah padanya dengan meninggalkan sedikit kebingungan di wajahku.
Apa dia bisa melihatnya?
Sementara Ryan mengantarkan pesanan, aku aku mencoba melayani pelanggan yang lain.

***

Hari menjelang siang, cuaca mulai terasa lebih hangat dengan mentari yang sudah tinggi tapi sepertinya langit belum mau berhenti menangis mengeluarkan semua airnya.
Rintik-rintik kecil masih terlihat dengan jelas, alunan musik seolah-olah mendukung suasananya.

Orang itu, masih duduk disana, dia belum beranjak sedikitpun dari tempat duduknya, sambil memainkan laptop di depannya sesekali dia menyeruput kopi, tapi sesekali dia juga layangkan pandangan ke arahku, aku hanya mencoba tersenyum ramah kadang-kadang aku pura-pura gak liat.
Siapa orang itu? Kenapa dari tadi di perhatikan aku terus?

Kebetulan aku berjalan melewatinya setelah mengantarkan pesanan pelanggan lain
"Tunggu, Dafa." Ucapnya tiba-tiba mengagetkanku saat aku melewatinya.
"Ada yang bisa saya bantu?" Mencoba masih tersenyum ramah.
"Kopi saya mau habis, buatkan lagi." Jawabnya dengan senyuman yang merekah di wajahnya.
"Tentu, ada lagi pak?"
"Dua, saya pesan dua." Ucapnya.
Aku menganggukan kepala dan tanpa bertele-tele lagi aku segera membuatkan pesanannya.

Sambil meracik kopi, aku gulirkan mata ke penjuru kafe. Ryan tampak sibuk dengan pelanggan lain begitu juga dengan pegawai lain, di kafe ini ada 2 orang waiters, 2 orang waiters dan 1 orang kasir administrasi, 2 orang koki dan 1 orang Helper, serta sekitar 4 orang lainnya bekerja di belakang, menerima orderan secara online.
Begitu detail bukan? Aku hanya mencoba mengabsen orang-orang yang aku kenal disini.

Dengan senyum ramah, aku kembali ke meja pria tersebut. "Ini dua kopi mocha pesanan Anda, Pak. Semoga cocok dengan seleranya," ucapku sembari meletakkan cangkir di hadapannya.

Pria tersebut mengangguk sambil tersenyum. "Terima kasih. Oh ya, duduklah?"

Aku yang bingung hanya menuruti perintah pelanggan itu.

Dia mengangguk. "Jangan khawatir, saya hanya penasaran, bagaimana kafe ini bisa membuat kopi begitu lezat?"

Dengan sedikit senyuman, aku menjelaskan, "Kami selalu menggunakan biji kopi berkualitas tinggi dan proses pembuatan yang teliti. Selain itu, kami juga berkomitmen untuk memberikan pengalaman kafe yang menyenangkan bagi setiap pelanggan."

Pria itu menghela nafas puas sambil menyeruput kopi mochanya. "Sangat mengesankan. Saya pasti akan kembali ke sini."

"Terima kasih banyak, Pak. Jangan ragu untuk memberi tahu kami jika ada yang bisa kami bantu lagi. Selamat menikmati kopi Anda!" ucapku sambil tersenyum ramah.

"Tunggu dulu." Belum aku beranjak dari tempat duduk itu, dia menahanku, "buru-buru sekali."
Tatapannya cukup lembut membuat aku kembali duduk.
"Lagipula tidak begitu ramai kan?" Lanjutnya, "Mari nikmati kopinya dulu, saya yang bayar."
Dia menyodorkan secangkir kopi yang aku bawa tadi.

Aku melirik ke arah pintu,
gak ada kah orang yang akan membantuku?
Saat tiba-tiba dari balik pintu kaca itu, datang 2 orang pria.
Boss.
Aku segera beranjak dari tempat duduk dan berdiri sambil memandang ke arah pintu.
"Mau kemana?" Tanya pria itu terlihat agak kesal.
"Pak Burhan." Bos datang dan langsung menyapa orang yang Duduk di depanku.
"Selamat pagi pak." Ucapku menyapa bos yang datang.
Aku segera membungkukan badan dan segera pergi dari sana.

Teman boss, ternyata mereka temanan.

Pria yang bersama bos tadi menyeringai, namanya Ganta usianya 1 tahun lebih muda dariku dan aku sangat gak suka sama dia.

Sebelum aku beranjak tadi dia sempat berbisik, "lu gak buat aneh aneh kan? Lu gak godain om om itu kan?"
Aku mengabaikan pertanyaannya itu, dia selalu membuat aku kesal mentang mentang dia asistenn pribadi bos dan jadi orang kepercayaan bos. senyumannya selalu mengisyaratkan ejekan kepadaku.

Orang gila! ngapain aku godain om om, kayak gak ada kerjaan lain aja, dasar boti!.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 28, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Possible ThingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang