Prolog

343 43 21
                                    

Tahun 2017

Peraturan ada untuk ditaati bukan dilanggar! Taati semua kalau kalian ingin aman.

Nahsya tertawa kecil disertai gerak refleks memukul teman disampingnya yang dibalas delikan tajam gadis itu.

Di sela tawanya Nahsya bertanya, "lo penganut peraturan ada untuk ditaati atau sebaliknya?"

"Menurut lo?"

"Dilanggarlah!" seru Nahsya sewot, hal tersebut tidak perlu ditanyakan lagi bagi anak muda seperti Nahsya peraturan itu dilanggar biar lebih menantang.

Seharusnya Manda tidak perlu bertanya.

"Nope. Gue penganut sebaliknya, ada banyak hal yang gak kita tau dan mungkin lebih baik kita ikuti peraturan itu demi kebaikan."

Tubuh Nahsya bergetar menahan tawa yang akan meledak seperti bom, ada untungnya Nahsya berdiri dibarisan paling belakang, ia bisa lebih leluasa untuk bergerak. Gadis itu jongkok meredakan tawa.

"Seriously? Lo hidup di jaman apa sih Man?"

"Shut up, Nahsya! Dengerin guru di depan gak usah ajak gue ngobrol lagi."

Manda hanya perlu diam dan abaikan keberadaan Nahsya yang mulutnya tidak bisa diam. Tarik napas, buang. Semua akan mudah ketika kamu fokus. Manda memusatkan semua atensinya dan mendengarkan setiap kata yang diucapkan guru tersebut dengan saksama.

"Saya tidak pernah bosan mengingatkan kalian peraturan sekolah ini.

1. Berlaku baik dan ramah pada lingkungan.
2. Semua ucapan akan dipertanggungjawabkan.
3. Setiap kamar asrama diisi tiga siswa terdiri dari dua siswi dan satu siswa.
4. Berganti hari berperilakulah seperti biasanya tidak tahu apa-apa.
5. Jam delapan malam semua harus tidur.

Baiklah, jam sudah menunjukan pukul tujuh. Saya akhiri dan ucapkan selamat malam."

Nahsya menggeret tangan Manda keluar aula, sepanjang perjalanan mulutnya bercoloteh mengeluhkan sikap Manda yang mengabaikannya.

"Aneh-aneh peraturan di sini, iya kan Man?"

"Manda!" pekik Nahsya sebal. Manda terus saja diam seperti patung berjalan.

"Sedikit. Laki-laki dan perempuan punya batasan dalam bergaul, tapi di sekolah ini kita diharuskan sekamar sama lawan jenis."

"Nah kan, apa maksudnya coba? Kalau ada setan lewat gimana?" tanya Nahsya menggebu.

Manda mengedikkan bahunya. "Pihak sekolah lebih tau apa yang terbaik buat kita."

Manda masuk ke dalam kamar meninggalkan Nahsya yang terdiam berpikir di depan pintu. Ia mengambil handuk, pakaian ganti serta alat mandi lainnya. Manda menoleh mendapati Kelvin yang juga sedang menatapnya.

"Mandi? Cepet mandinya bentar lagi jam delapan," kata Kelvin yang diangguki Manda.

"Lo gak mandi?" tanya Kelvin pada Nahsya yang baru saja memasuki kamar.

"Males," jawab Nahsya dengan suara lemah setengah merengek.

Tidak memerlukan waktu banyak untuk Manda membersihkan diri, 15 menit sudah lebih dari kata cukup untuknya. Manda menaruh handuk di gantungan yang telah di sediakan setelahnya ia merebahkan diri di samping Nahsya.

"Man? Lo udah mau tidur?"

"Hm." Manda berdehem terlalu malas menjawab pertanyaan Nahsya. Ia tidur menyamping membelakangi Nahsya.

Di seberang ranjang Manda-Nahsya, Kelvin terbangun dari tidurnya bergumam kecil sekedar mengingatkan. "Tidur, Sya. Taati peraturan disini."

"WAH? Taat peraturan sekali kalian."

"Murid-murid teladan," lanjut Nahsya mengejek.

Sebisa mungkin Manda menghiraukannya, ia hanya perlu tutup mata dan terlelap ke alam mimpi. Denting jarum jam bersahutan dengan suara Nahsya yang mengeluarkan beberapa ejekan. Di malam sepi, suara Nahsya menggema karena di jam segini semua siswa telah terlelap.

"Seriously, guys? Kalian tidur? Hei, bocahpun dijaman sekarang gak ada yang tidur di jam delapan."

"Manda! Kelvin!"

Nahsya terus saja mencak-mencak padahal sebentar lagi bel berbunyi tanda mereka semua harus sudah tidur.

Suara bel berbunyi nyaring di sepenjuru lorong asrama. Manda menahan napas menimalisir semua pergerakan. Derap langkah terdengar sesaat setelah bel tersebut berbunyi.

"Kalian percaya mitos itu?"

Nahsya terbahak terduduk di sisi ranjang. "Beneran kalian percaya mitos itu? Itu tuh cuma buat nakut-nakutin kita, mana ada sosok allisme yang dikata orang."

"Tidur atau mati!" Nahsya meniru kata orang yang bercerita padanya dengan nada mengejek.

"Ayolah, takdir itu di tangan Tuhan."

"Dan itu semua cuma mitos belaka dari mulut ke mulut."

Hawa dingin menjalar ke seluruh tubuh membangunkan bulu kuduk. Nafasnya tercekat disertai detak jantung yang memburu. Firasatnya mengatakan akan ada suatu hal besar yang terjadi, dan itu menganggu dirinya.

Mata ia kunci untuk tidak terbuka, suara derap langkah terdengar semakin jelas.

"Tidur atau mati ...." Nahsya mengulangi kata keramat itu. Bahkan tawanya meledak memenuhi sepenjuru ruangan. Manda menguatkan hati untuk tidak bangun dan menyumpal mulut sialan itu.

"Lihat? Gue sekarang baik-baik aja tuh gak mati."

"Sosok allisme itu sampah sama kayak hoax, gak nyata!"

Jantung Manda berdebar hebat, perasaannya gundah. Meski sudah memejamkan mata ia sulit untuk terlelap.

Krek

Semua oksigen lenyap dalam seketika bebarengan suara cemoohan yang hilang, kedua tangannya mengepal erat menyalurkan segala tekanan. Sebulir keringat dingin mengalir dari pelipis. Suasana terasa lebih mencekam, dan Manda tidak berani untuk membuka mata.

Dalam satu tarikan napas ia mendengar suara tembakan disusul teriakan Nahsya, dadanya bergemuruh tidak terasa setitik air mata meluncur bebas. Manda memejamkan mata berusaha tidur dibawah tekanan disekitar.

Ini bukan salahnya, Manda sudah menasihati. Ini salah Nahsya yang keras kepala mengabaikan semua peraturan yang ada.

••Sekianprolognya••

Gomawo💜

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 29, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sleep or die!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang